NASIONAL

Konflik Lahan dan Penyegelan Gereja Di Jombang

Pemerintah Kabupaten Jombang mengklaim pengosongan ruko yang menjadi lokasi gereja merupakan langkah penyelamatan aset negara. Pemkab mengeklaim ruko di Jalan Gus Dur milik pemda.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Hoirunnisa

Konflik Lahan dan Penyegelan Gereja Di Jombang
Jemaat Gereja Allah Baik GAB Damai Sejahtera Jombang beribadah di teras Ruko Simpang Tiga, Minggu (25/8/2024). (Foto: KBR/Muji Lestari)

KBR, Jakarta - Ibadah di halaman rumah toko (ruko) Simpang Tiga dilakukan jemaat Gereja Allah Baik (GAB) Damai Sejahtera Jombang, Jawa Timur, akhir pekan lalu. Para jemaat dari Jombang dan Mojokerto, beribadah mulai pukul 10.00 WIB.

Salah satu jemaat, Anania Budi Yanuari Hidayat mengatakan, mereka menggelar karpet di teras ruko kemudian beribadah menggunakan pengeras suara.

Itu dilakukan lantaran Pemkab Jombang menyegel belasan ruko di Simpang Tiga. Di lantai dua salah satu ruko itu, ada gereja milik jemaat GAB.

"Tentu saja kita sebagai umat beriman merasa sakit hati, merasa kaget merasa dianak tirikan, merasa kaya kita itu tidak ada harganya di mata mereka itu menurut saya," ujar Anania kepada KBR, Minggu (25/8/2024).

Anania berharap pemerintah meninjau kembali keputusan mereka, dan memberi kesempatan para jemaat bisa kembali menggelar kegiatan di gereja dengan aman dan nyaman.

Pendeta Gereja Allah Baik Herry Soesanto menyebut penyegelan terjadi pada 18 Agustus 2024, lantaran polemik lahan bangunan. Kata dia, hingga kini tak ada solusi apa pun.

“Bagaimana sikap pemerintah terhadap toleransi umat beragama kalau sekarang ini gereja ditutup, saya mohon kebijaksanaan Pemkab Jombang. Toleransi umat beragama, bagaimana nasib terhadap jemaat kami," ungkapnya.

Merespons situasi yang dialami GAB, Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) meminta Pemkab Jombang, Jawa Timur, memfasilitasi tempat ibadah jemaat yang kini disegel.

Baca juga: 


Koordinator Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur, Aan Anshori berkata, pemberian fasilitas tempat ibadah bisa dilakukan hingga jemaat menemukan lokasi permanen.

"Terlepas dari inti sengkarut RST (Ruko Simpang Tiga, red), saya merasa prihatin dengan nasib jemaat rumah ibadah tersebut. Pemerintah daerah bersama Pdt. Heri serta perwakilan jemaat dan elemen masyarakat perlu menahan diri, serta rendah hati untuk duduk bersama memikirkan hak beribadah mereka," katanya, Kamis, (22/8/2024).

Aan Anshori juga menyayangkan upaya penyegelan ruko yang terkesan dipaksakan. Apalagi, Jombang selama ini terkenal sebagai Kota Santri dengan tingkat toleransi agama cukup tinggi.

"Adalah tindakan yang sangat bijaksana dan pancasilais seandainya pemkab memfasilitasi tempat ibadah mereka hingga mereka menemukan lokasi permanen. Tanpa tindakan ini, klaim penyelamatan aset negara oleh Pemkab Jombang menjadi ternoda cukup serius," imbuhnya.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur membantah mendiskriminasi GAB Damai Sejahtera demi mengambil alih Ruko Simpang Tiga.

Asisten 3 Sekdakab Jombang, Syaiful Anwar bilang, pengosongan ruko merupakan langkah penyelamatan aset negara. Syaiful juga mengeklaim ruko yang berlamat di Jalan Gus Dur itu sah milik Pemkab Jombang.

"Tanggapan pemkab yang jelas kami amankan, amankan aset ruko kalau dipakai tempat ibadah otomatis kan diluar kami, itu kan ruko untuk berniaga, jadi dan kemudian kalau pun kami mengamankan aset, ya. kami melihat rukonya dan kami tidak melihat tempat ibadahnya," kataanya, Senin, (26/8/2024).

Syaiful membantah jika upaya penyegelan dilakukan tanpa dasar hukum. Ia meminta meminta pihak yang keberatan untuk menempuh jalur hukum. Meski begitu, Pemkab Jombang berjanji bakal mencari jalan keluar terbaik bagi jemaat.

Baca juga: 

Apa yang dialami jemaat di Jombang, menjadi salah satu dari sekian banyak tantangan umat beragama menjalankan ibadah. Catatan Setara Institute sepanjang 2022 ada 50 tempat Ibadah diganggu dan dirampas hak kebebasan beragama serta berkeyakinannya.

Menurut Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, persoalan bukan hanya disebabkan factor rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Kata dia, banyak juga penolakan dating dari pemda maupun Kementerian Agama.

"Sehingga isu ini mesti di-handle bukan semata-mata soal dicabutnya rekomendasi, tetapi kita harus memastikan juga bahwa pemerintah daerah, kemudian lembaga Kementerian Agama di tingkat kantor wilayah, itu juga punya perspektif yang sama soal pemihakan pada keberagaman di satu sisi, yang lain soal perlindungan hak-hak atas kebebasan beragama berkeyakinan bagi kelompok minoritas setempat," kata Halili kepada KBR, Minggu, (4/8/2024).

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan mengatakan, persoalan yang saat ini masih menjadi tantangan bagi pendirian rumah ibadah justru datang dari kelompok-kelompok intoleran dan diskriminatif.

Kelompok-kelompok ini juga cenderung merasa paling layak mendapatkan hak istimewa atau privilege dari negara.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!