NASIONAL
Komnas Perempuan Kritik Living Law di KUHP: Ancaman Diskriminasi Perempuan
Masih banyak kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas, yang dibenarkan sebagai norma yang hidup di dalam masyarakat.
AUTHOR / Hoirunnisa
KBR, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) mengkritik pasal living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat. Aturan mengenai living law dimuat dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, aturan living law mengancam dan berpotensi memunculkan diskriminasi terhadap perempuan.
Andy mengatakan, Indonesia sebagai negara yang masih kental terhadap pemikiran patriarki, memiliki potensi diskriminasi berbasis gender kepada perempuan. Kata dia, sampai saat ini masih banyak kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas, yang dibenarkan sebagai norma yang hidup di dalam masyarakat.
"Belum lagi praktik kebiasaan yang bahaya bagi kehidupan perempuan, termasuk kebiasaan untuk memojokkan korban yang juga mengandalkan alasan tradisi untuk membenarkan situasi, yang mengurangi penikmatan perempuan pada hak asasinya untuk bebas dari diskriminasi dan juga kekerasan," kata Andy dalam diskusi mengenai Living Law, Senin (12/12/2022).
Andy menilai dengan adanya aturan living law, seseorang bisa dipidana walaupun perbuatannya tidak diatur di dalam KUHP.
Baca juga:
- Masyarakat Bisa Tersandung Pasal Penyerangan Kehormatan Presiden di KUHP
- RKUHP, ICJR Desak Istilah Living Law Diganti Hukum Adat
Dia mengatakan, Komnas Perempuan telah melakukan penelitian pada 2021 mengenai living law. Penelitian berdasarkan pemberlakuan hukum adat dan pengalaman penanganan kasus perempuan korban di Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Timur.
Kata Andy, hasilnya diintegrasikan berulang kali di dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) rekomendasi perumusan mengenai living law.
Dia berharap, ada antisipasi agar pemberlakuan KUHP tidak merugikan perempuan. Selain itu, bisa berkontribusi pada pemenuhan hak asasi perempuan dan bisa bebas dari diskriminasi.
Editor: Wahyu S.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!