NASIONAL

Komnas HAM: Pelanggaran Akibat Konflik Agraria jadi Aduan Terbanyak Tiap Tahun

Situasi kita berada pada situasi di mana kejahatan agraria dan lingkungan itu masih terus terjadi.

AUTHOR / Heru Haetami

EDITOR / Wahyu Setiawan

Google News
Komnas HAM: Pelanggaran Akibat Konflik Agraria jadi Aduan Terbanyak Tiap Tahun
Ilustrasi: Aksi masyarakat adat pendukung suku Awyu Papua dan suku Moi di depan gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap dugaan pelanggaran HAM yang bersumber dari konflik agraria menjadi kasus yang paling banyak diadukan setiap tahunnya.

Hal itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian dalam Konferensi Pers PBHI Nasional, Senin (23/12/2024).

"Situasi kita berada pada situasi di mana kejahatan agraria dan lingkungan itu masih terus terjadi. Karena hemat kami adalah ada problem agenda pembangunan, sama seperti yang tadi juga, yang masih belum bergeser arahnya untuk memastikan bagaimana keberlanjutan dan lingkungan hidup bisa dipelihara dan dilindungi," ujar Saurin.

Saurlin menyebut, jumlah aduan agraria yang dilaporkan ke Komnas HAM sudah mencapai lebih dari 2.630 kasus. Jumlah tersebut terhitung sejak 2020 hingga Agustus 2024.

"Dan pada momen ini juga perlu saya sampaikan, kami memang sedang buat, kebetulan saya ketuanya, ketua timnya, sedang bikin suatu peta jalan penyelesaian. Kami menyebut seperti itu, bagaimana konflik agraria berbasis HAM ini bisa diselesaikan," ucap Saurlin.

"Ringkasnya, dari begitu panjang pekerjaan yang kami kerjakan, Next, kami berkesimpulan dalam tim ini, setidaknya kalau kita ingin mengubah arah, kalau kita mau mengubah arah dari kerusakan, mengubah arah kriminalisasi, mengubah arah berhentinya kerusakan yang lebih lanjut," imbuhnya.

Revisi Undang-Undang

Saurlin menyebut, untuk mencegah pelanggaran HAM dan konflik agraria, setidaknya tujuh undang-undang dan enam peraturan di bawahnya harus direvisi dan diperbaiki.

Di antaranya Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang tentang Sumber Daya Alam, Undang-Undang tentang Perkebunan, Undang-Undang tentang Kehutanan, Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 3 tentang Pertambangan, Undang-Undang Nomor 1 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, dan Undang-Undang KSDAE.

Sementara itu, beberapa peraturan perundang-undangan yang lainnya juga perlu direvisi salah satunya tentang pengelolaan barang milik negara (BMN).

"Ini adalah salah satu PP yang paling sakti, karena sulit sekali BMN itu diubah meskipun untuk kepentingan masyarakat," pungkasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!