NASIONAL

Koalisi Sipil Senin ini Ajukan Uji Materi PKPU Terkait Eks-Terpidana Korupsi

"Jadi satu, melayani partai politik. Kemudian yang kedua mereka menabrak dua hak konstitusional warga negara atau pemilih,"

AUTHOR / Astri Septiani

Caleg eksterpidana korupsi
Ilustrasi: Sosialisasi pemilu di Taman Nasional di Palu, Sulteng, Kamis (01/06/23). (Antara /Mohamad Hamzah)

KBR, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih akan mengajukan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung pada Senin 12 Juni 2023. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang merupakan anggota koalisi menyebut, aturan PKPU yang dimaksud tersebut adalah aturan yang memungkinkan bekas terpidana korupsi dapat lebih cepat mendaftar sebagai calon anggota legislatif atau tanpa harus melewati masa jeda waktu lima tahun. Tindakan KPU RI ini dinilai melanggar putusan Mahkamah Konstitusi.

"Koalisi masyarakat sipil kawal pemilu bersih yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, ada Perludem dan kemudian ada dua orang pemohon lagi dan dua-duanya adalah eks komisioner KPK, ada satu bapak Abraham Samad, kemudian Pak Saut Situmorang yang akan mendatangi Mahkamah Agung Untuk mengantarkan berkas uji materi PKPU 10 dan PKPU 11 tahun 2023," kata dia saat konferensi pers daring, MInggu (11/06/23).

Kata dia, Koalisi berharap Mahkamah Agung bisa membatalkan PKPU 10 dan PKPU 11 tentang eksnarapidana korupsi. Ia menyatakan koalisi juga mendukung sepenuhnya terkait dengan isu keterwakilan perempuan dalam pemilu 2024. 


Baca juga:

Lebih lanjut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut dari berbagai problematika yang ada terutama terkait dengan dua isu yakni pemberian karpet merah bagi eks narapidana korupsi untuk jadi caleg dan penghapusan laporan penerimaan dan sumbangan dana kampanye, artinya KPU melayani partai politik dan justru mengabaikan dua hak konstitusional dari pemilih atau warga negara. Yang pertama. KPU dinilai mengabaikan hak konstitusi masyarakat untuk dapat berpartisipasi mengawasi proses penyelenggaraan Pemilu dengan melakukan penghapusan laporan penerimaan dan sumbangan dana kampanye. 

Kata dia,  yang kedua, KPU dinilai mengabaikan hak konstitusional warga negara atau pemilih untuk mendapatkan calon-calon yang setidaknya secara formil dianggap berintegritas karena telah melewati masa jeda waktu lima tahun usai jadi narapidana korupsi, sebelum mencalonkan diri jadi anggota legislatif.

"Jadi satu, melayani partai politik. Kemudian yang kedua mereka menabrak dua hak konstitusional warga negara atau pemilih," tambahnya.

Sebelumnya, lembaga antikorupsi ICW menyebutkan pasal yang menghapus syarat jeda 5 tahun bagi napi koruptor adalah pasal selundupan, yakni Pasal 11 ayat (6) di PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023.

Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Pasal 11 ayat (6) berbunyi: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

Sedangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah pada pasal 18 ayat 2 berbunyi:  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik. 


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!