NASIONAL

Koalisi Sipil Desak Polri Lepaskan Panji Gumilang dari Jerat Pasal Penistaan Agama

Pasal penistaan agama yang disangkakan kepada Panji Gumilang dianggap bermasalah. Sebab, polisi bertindak hanya karena pengaruh desakan massa.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

Panji Gumilang
Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang menjelang pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (1/8/2023). (Foto: ANTARA/Reno Esnir)

KBR, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Pasal Penodaan Agama, mendesak Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri segera membebaskan pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang dari jeratan pasal penistaan agama yang ditafsirkan tanpa landasan jelas.

Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan YLBHI yang juga Anggota Koalisi, Arif Maulana menyebut pasal penistaan agama yang disangkakan kepada Panji dianggap bermasalah. Sebab, polisi bertindak hanya karena pengaruh desakan massa.

"Tidak adanya definisi yang jelas. Ini menyebabkan penegakan hukum cenderung dipengaruhi oleh desakan massa atau publik. Kalau ini di offline. Kalau di online, lebih disebabkan kalau di media sosial itu namanya viral. Jadi dengan penegakan hukumnya penodaan agama itu sangat dipengaruhi oleh desakan massa," kata Arif dalam konferensi pers, Rabu (2/8/2023).

Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang sebagai tersangka penodaan agama pada Selasa (1/8/2023). Sehari kemudian, pada Rabu sore Panji Gumilang ditahan di Rutan Bareskrim.

Baca juga:

Pelanggaran kebebasan sipil

Koalisi Masyarakat Sipil menyebut penetapan tersangka dan penahanan dengan pasal penodaan agama pada Panji Gumilang merupakan pelanggaran kebebasan sipil.

"Agama adalah ranah subjektif yang masing-masing warga memiliki hak yang setara untuk memiliki tafsir atas keyakinan keagamaan. Kebebasan beragama atau berkeyakinan adalah hak mendasar setiap warga negara dan dijamin dalam instrument hukum dan HAM seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," tulis Koalisi dalam rilis yang diterima KBR, Rabu (2/8/2023).

Koalisi menilai selama ini Indonesia dikenal sebagai negara demokratis yang memiliki catatan serius pada aspek kebebasan sipil. 

Koalisi menilai penetapan tersangka penodaan agama pada Panji Gumilang akan menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia dan menjadikan negara ini kembali tercoreng di mata internasional.

"Keputusan ini akan membuat Indonesia sulit bangkit dari posisi sebagai negara dengan kemerosotas kualitas demokrasi yang serius," bunyi pernyataan Koalisi.

Dari catatan SETARA Institute, sepanjang pemerintahan Jokowi terjadi lonjakan hebat kasus-kasus penodaan agama. Sejak 1965 hingga akhir 2022 telah terjadi 187 kasus penodaan agama. Kasus ini menambah rentetan sejarah kelam kebebasan beragama dan berkeyakinan tersebut.

Koalisi meminta negara menghentikan penggunaan pasal karet penodaan agama untuk menjerat individu dan kelompok yang memiliki ikhtiar pemikiran dan tafsir berbeda pada keyakinan keagamaan. Negara perlu menjamin dan memberi kepastian kebebasan sipil bagi setiap warganya.

"Meminta media untuk secara objektif tidak ikut dalam produksi berita yang menyudutkan kelompok berbeda dengan turut serta memberi label sesat atau menyimpang. Media seharusnya berdiri di atas semua kelompok masyarakat," tulis Koalisi dalam pernyataannya.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Pasal Penodaan Agama terdiri dari YLBHI, Yayasan Satu Keadilan (YSK), SETARA Institute, Solidaritas Korban Tindak Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (Sobat KBB), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), LBH Bandung, Imparsial, dan LBH Jakarta.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!