NASIONAL

KLHK Memperketat Standardisasi Cerobong Asap Industri

"Tetapi ini lebih spesifik lagi di Jabodetabek untuk ditetapkan standar untuk cerobong dan sebagainya,"

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Astri Septiani

kualitas udara
Suasana tugu Monas yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

KBR, Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mulai menggencarkan perbaikan kualitas udara dengan mengawasi sektor industri.

Pengawasan itu diperketat mengingat wilayah Jabodetabek yang mengalami perburukan kualitas udara termasuk kawasan industri.

Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar mengatakan, salah satunya melalui penertiban standardisasi ukuran cerobong asap yang dihasilkan industri.

“Sebetulnya kalau dari KLHK sih langkah-langkah untuk itu, dengan kita meneliti kinerja perusahaan atau korporat tiap tahun itu sebenarnya sudah mengarah, tetapi ini lebih spesifik lagi di Jabodetabek untuk ditetapkan standar untuk cerobong dan sebagainya, tadi bahkan Pak Presiden tanya, 'Berapa sih harganya?' gitu," ucap Siti Nurbaya usai Ratas Peningkatan Kualitas Udara Kawasan Jabodetabek, Senin, (14/8/2023).

Meski begitu, KLHK menegaskan penyebab polusi udara di Jabodetabek bukan berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uanp (PLTU) di Suralaya, Banten. Hal itu sesuai dengan kajian Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Kata Siti, emisi atau pencemaran uap dari PLTU Suralaya itu mengarah ke Selat Sunda, bukan Jakarta.

"Tetapi memang Dirut PLN melaporkan bahwa ada pembangkit-pembangkit yang kecil-kecil dan ini tadi arahan bapak presiden untuk didalami," imbuhnya.

Lebih jauh Siti mengungkap asap kendaraan bermotor menjadi penyumbang tertinggi pencemaran udara di Jabodetabek. KLHK melaporkan, pada tahun 2022 terdapat sebanyak 24,5 juta kendaraan bermotor, sebesar 78 persen diantaranya merupakan kendaraan sepeda motor.

Baca juga:

Strategi Jangka Pendek-Panjang

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan jangka pendek, menengah, dan panjang guna menindaklanjuti permasalahan buruknya kualitas udara di Jabodetabek.

Dalam jangka pendek, Kepala Negara meminta seluruh jajaran terkait untuk secepatnya mengintervensi upaya perbaikan kualitas udara, semisal rekayasa cuaca hingga menambah ruang terbuka hijau (RTH).

“Rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek, dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi Euro 5 dan Euro 6, khususnya di Jabodetabek. Kemudian perbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran,” kata Jokowi di Istana Merdeka (14/8/23).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong pemberlakuan Kerja Dari Rumah (WFH) untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor yang menjadi penyumbang terbesar polusi udara.

Baca juga:

Sementara untuk jangka menengah, Presiden meminta jajarannya untuk konsisten mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan segera beralih ke transportasi massal, seperti lintas raya terpadu (LRT) dan moda raya terpadu (MRT). 

Sedangkan strategi jangka panjang, Kepala Negara menekankan perlunya penguatan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, termasuk pengawasan sektor industri dan pembangkit listrik.

Presiden juga menekankan pentingnya upaya edukasi terhadap seluruh komponen masyarakat.

Menurut Jokowi, selama satu pekan terakhir kualitas udara di Jabodetabek sangat buruk, bahkan indeks kualitas udara di DKI Jakarta mencapai angka 156 dengan keterangan ‘tidak sehat pada Minggu, (13/8/2023). Kata dia, penyebab perburukan kualitas udara itu antara lain kemarau panjang hingga emisi transportasi.

“Beberapa faktor yang menyebabkan situasi ini, antara lain kemarau panjang selama tiga bulan terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi, serta pembuangan emisi dari transportasi, dan juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur,” kata dia.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!