NASIONAL

Kepercayaan Publik Rendah terhadap DPR, Produk Legislasi Disorot

Hasil survei seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi politisi yang menjadi wakil rakyat di DPR.

AUTHOR / Wahyu Setiawan, Astri Yuana Sari, Heru Haetami

Kepercayaan Publik Rendah terhadap DPR, Produk Legislasi Disorot
Ilustrasi: Banyak kursi kosong saat rapat paripurna DPR di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (13/6/2023). (Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga)

KBR, Jakarta- Tingkat kepercayaan publik yang rendah terhadap DPR salah satunya disebabkan produk legislasi yang dibuat tidak sesuai aspirasi rakyat.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik LHKP Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi merespons hasil survei tingkat kepercayaan publik terhadap DPR.

Ridho tak heran jika beberapa hasil survei menempatkan DPR di posisi terendah yang mendapatkan tingkat kepercayaan dari masyarakat.

"Fakta-fakta terakhir kan sudah menunjukkan rendahnya kepercayaan masyarakat. Dalam konteks RUU omnibus law Cipta Kerja, terus kemudian sebelumnya dalam konteks revisi Undang-Undang KPK, terus yang terakhir ini Cipta Kerja jadi perpu dibalikkan lagi. Jadi, gimana, ya, rakyat mau menyampaikan kepada wakil rakyatnya, itu seolah-olah enggak ada gunanya," kata Ridho kepada KBR, Rabu, (5/7/2023).

Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi mendorong DPR menjadi cerminan wakil rakyat dengan menyerap suara-suara di akar rumput. Dia mengingatkan anggota dewan agar tidak hanya mengakomodasi aspirasi dari kalangan elite atau pemilik modal.

Tingkat Kepercayaan Publik terhadap DPR

Sebelumnya, survei Indikator Politik Indonesia menyatakan tingkat kepercayaan publik terhadap DPR berkisar di angka 68 persen. Angka itu didapat berdasarkan hasil survei periode 20-24 Juni 2023.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, DPR dan partai politik menjadi dua lembaga dengan tingkat kepercayaan publik paling rendah dibanding lembaga negara lain.

"Nah, sekarang PR (pekerjaan rumah, red) partai politik dan DPR adalah bagaimana meningkatkan trust-nya. Minimal di atas 70 persen. Teman-teman akademisi kalau 60-an itu kan di kampus itu nilainya masih C, ya. Jadi, kalau bisa minimal 70 biar dapat B," kata Burhanuddin dalam rilis hasil survei, Minggu, (2/7/2023).

Survei melibatkan 1.220 responden melalui wawancara tatap muka. Toleransi kesalahan sekitar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Respons DPR

Merespons hasil survei, Anggota DPR Komisi Hukum Habiburokhman mengaku, wakil rakyat terbuka terhadap kritik dan saran. Dia mengeklaim, DPR telah menjalankan fungsi pengawasan dan anggaran dengan maksimal.

"Rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap DPR, ini menurut saya justru cerminan dari ekspektasi masyarakat kepada DPR yang begitu tinggi. Jadi, kami ini justru diharapkan bekerja sangat baik. Sehingga kalau kami melaksanakan tugas biasa-biasa saja anggota DPR, ya, tetap itu tidak akan berpengaruh banyak. Kami dituntut bekerja luar biasa," ujarnya.

Anggota Komisi Hukum DPR Habiburokhman mengatakan, semua regulasi yang dibuat DPR tidak mungkin memuaskan 100 persen masyarakat. Anggota fraksi Gerindra itu beralasan DPR perlu mengakomodasi masukan banyak pihak.

Peran Pemerintah

Sementara itu, Anggota Badan Legislasi Baleg DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak mengatakan, peran pemerintah dan koalisi pendukung lebih besar dalam menentukan lahirnya sebuah produk hukum di DPR.

"Menurut saya sejauh ini, mana dari dua institusi ini yang sebetulnya lebih kuat dalam melahirkan undang-undang, ya menurut saya tetap walaupun ini produk bersama, tapi pihak pemerintah itu lebih kuat bargain-nya. Enggak mungkin kan DPR sepihak menginisiasi undang-undang baru atau merevisi terhadap undang-undang yang sudah ada tanpa komunikasi terlebih dahulu dengan pihak eksekutif. Nanti banyak keputusan-keputusan politik di DPR yang ketika itu tidak disetujui oleh eksekutif, akan mangkrak," kata Amin kepada KBR, Rabu, (5/7/2023).

Anggota DPR dari Fraksi PKS Amin Ak menilai, hasil survei seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi politisi yang menjadi wakil rakyat di DPR.

Sisa Masa Kerja

Berdasarkan catatan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Formappi, DPR periode sekarang belum meninggalkan warisan yang baik.

Peneliti Formappi Lucius Karus mendorong DPR memanfaatkan sisa masa kerjanya untuk mengesahkan undang-undang yang berpihak pada masyarakat.

"Dari sekian banyak RUU prolegnas yang direncanakan oleh DPR dalam periode ini, mereka bisa memilih beberapa RUU saja yang memang dianggap paling dibutuhkan oleh bangsa dan rakyat Indonesia di saat-saat ini. Misalnya RUU Perampasan Aset, saya kira RUU ini dinantikan publik dan dianggap sebagai sebuah terobosan di tengah upaya pemberantasan korupsi yang masih lemah," kata Lucius kepada KBR, Rabu, (5/7/2023).

Peneliti Formappi Lucius Karus menyebut, kinerja pengawasan, anggaran, dan legislasi DPR periode sekarang menjadi yang terburuk. Menurutnya, situasi itu disebabkan komposisi parlemen yang tidak seimbang karena didominasi koalisi pemerintah.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!