NASIONAL
Kenapa Ormas yang Meresahkan Masyarakat Sulit Ditindak?
Pemerintah seharusnya bersikap tegas untuk membubarkan ormas yang terang-terangan menjadi ancaman bagi masyarakat.

KBR, Jakarta - Desakan untuk mengevaluasi keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang kerap meresahkan masyarakat makin menguat. Salah satu pemicunya, saat diduga ada anggota ormas mengganggu pembangunan proyek pabrik mobil listrik asal Cina BYD di Kawasan Industri Subang, Jawa Barat.
Kejadian itu juga diungkap Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno. Dia meminta pemerintah menindak tegas ormas yang mengganggu masyarakat.
"Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Saya kira itu harus tegas. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini," kata Eddy dalam akun Instagramnya, dikutip Kamis (24/4/2025).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu khawatir situasi ini membuat pemodal asing tidak nyaman sehingga menghambat investasi. Sebab dia yakin, pabrik baru itu bisa membuka lapangan pekerjaan.
"Jangan sampai kemudian investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan keamanan, jaminan keamanan itu adalah hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia," ujar Eddy.
Direktur Wilayah V Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Ady Soegiharto menyebut tidak ada gangguan dari ormas kepada pabrik mobil itu.
"Infonya itu tidak terjadi kok, udah disampaikan juga oleh perusahaan yang ada di Subang," ujarnya kepada KBR, Kamis (24/4/2025).
Namun dia mengakui dalam beberapa tahun terakhir, ada aduan dari perusahaan-perusahaan di tanah air yang diganggu ormas.
"Dua-tiga tahun ini kita ada (aduan), bentuknya ancaman demo, nutup jalan, kita sering berkoordinasi juga kok dengan Kamtibmas sama pengelola kawasan (industri)," kata dia.
Kata dia, pengancaman terhadap industri biasanya terkait dengan permintaan kerja.
Ady bilang, BKPM telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, hingga kepolisian, supaya kelangungan usaha yang menjadi objek vital tidak diganggu ormas.
"Harus memperketat dalam arti sesuai dengan aturan kalau objek vital itu kan enggak bisa semena-mena diganggu ya ujug-ujug datang segala macam, ini dioptimalkan lagi,” ujarnya.
Pemerintah Bisa Bubarkan Ormas Bermasalah
Desakan untuk mengevaluasi ormas-ormas yang meresahkan masyarakat juga disuarakan Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi PDIP Evita Nursanty.
Menurutnya, pemerintah seharusnya bersikap tegas untuk membubarkan ormas yang terang-terangan menjadi ancaman bagi masyarakat.
"Keberadaan ormas seharusnya menjadi mitra dalam menjaga ketertiban sosial, bukan menjadi sumber keresahan publik. Jika ada ormas yang justru menjadi ancaman bagi rakyat, maka sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh, bahkan pembubaran jika diperlukan," kata Evita dalam keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).
Evita menambahkan, tindakan anggota ormas yang kebablasan justru mengancam masyarakat.
"Ketika hukum dilecehkan oleh kekuatan massa yang arogan, maka yang terancam adalah rakyat, yang di dalamnya juga ada pelaku-pelaku usaha kecil. Kami menunggu ketegasan dan solusi dari pemerintah mengenai hal ini," ucapnya.
Evita curiga sebagian anggota ormas bertindak seenaknya karena ada kompromi dengan aparat kepolisian. Jika hal ini terus dibiarkan, tak akan ada perbaikan dari masalah premanisme yang timbul.
"Selama aparat masih berkompromi dengan ormas yang punya afiliasi politik atau dukungan massa besar, premanisme akan sulit diberantas," katanya.
Baca juga:
- Izin Tambang untuk Ormas, Indef: Tidak Sesuai Prinsip Ekonomi Berkelanjutan
- Festival Kuliner Cap Go Meh di Solo Sempat Ditolak Ormas, Apa Sebabnya?
Dia meminta aparat penegak hukum lebih berpihak pada rakyat sipil ketika ada konflik dengan ormas yang meresahkan.
"Polri harus terus hadir di tengah masyarakat untuk menenangkan hati rakyat. Masyarakat berharap polisi bisa bekerja penuh keadilan dan sigap, tidak pandang bulu, tidak perlu menunggu peristiwa viral terlebih dahulu," tuturnya.
Di lain pihak, Kementerian Dalam Negeri diminta mengevaluasi keberadaan ormas yang kerap mengganggu persatuan di tengah masyarakat. Evaluasi bisa dilakukan mengacu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengatakan kebebasan berserikat dan berkumpul dijamin konstitusi, namun tidak boleh mengganggu persatuan.
"Kemendagri harus mengevaluasi organisasi berkumpul ini dan kalau perlu di-punishment, yaitu pembubaran," kata Aria di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/4/2025), dikutip dari ANTARA.
"Berserikat, berkumpul, tidak boleh justru menjadi faktor yang menyebabkan pelemahan pada faktor integrasi bangsa kita. Berserikat, berkumpul, harus menjadi penguatan, bukan pelemahan," ucap politikus PDIP itu.
Pemerintah sebelumnya pernah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) hingga Front Pembela Islam (FPI).
"Kita pernah membubarkan HTI dan FPI, kenapa? Karena dia tidak memperkuat aspek persatuan Indonesia, mereka melakukan berbagai hal yang menyangkut kegiatan intoleransi, yang mengganggu kebhinekaan kita," katanya.
Rusuh di Depok
Enam anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya diduga melakukan penganiayaan dan perusakan saat Satreskrim Polres Metro Depok akan menangkap tersangka berinisial TS di Harjamukti, Cimanggis, Depok. TS disebut merupakah tokoh yang disegani di lingkungan tersebut dan merupakan anggota GRIB Jaya Cimanggis.
Dia ditangkap atas dugaan penganiayaan, pengancaman, dan kepemilikan senjata api tanpa izin. Saat penangkapan, TS tidak kooperatif.
Dia diduga menghasut warga dan anggota GRIB untuk membakar mobil polisi dan melawan petugas. Tiga mobil polisi hangus dibakar pada Jumat (18/4/2025) pagi.

Menanggapi keterlibatan enam orang itu, Sekretaris Jenderal DPP GRIB Jaya Zulfikar menegaskan TS bukan anggota resmi organisasi.
Menurut dia, TS dan kelompoknya baru mengajukan diri menjadi anggota GRIB Jaya setelah melakukan tindakan pelanggaran hukum. Namun pengajuan tidak pernah diproses oleh pengurus wilayah dan hingga kini TS tidak terdaftar dalam keanggotaan organisasi tersebut.
"Sekali lagi saya katakan sampaikan di sini bahkwa para pelaku bukan anggota GRIB Jaya yang terdaftar resmi di dalam database kami,” ucapnya dalam konferensi pers di kantor DPP GRIB Jaya, Kedoya, Jakarta Barat, Rabu (23/4/2025).
GRIB Jaya, lanjut dia, mengutuk keras aksi pembakaran mobil polisi dan mendukung penuh upaya Polri menangkap seluruh pelaku, tak terkecuali jika di antaranya termasuk anggota resmi organisasi.
***
Sekretaris Pimpinan Anak Cabang (PAC) Pemuda Pancasila (PP) Pancoran, Jakarta, Andi, mengatakan bila memang ada ormas yang berbuat onar lebih baik dievaluasi, bukan dibubarkan.
"Kalau menurut saya dievaluasi karena kan pada dasarnya ormas-ormas memiliki misi dan tujuannya masing-masing, seperti menjaga NKRI sesuatu hal yang memang dibutuhkan oleh negara bahwasanya kita turut membantu menjaga kelangsungan Indonesia ini," ucapnya kepada KBR, Kamis (24/4/2025).
Jika ada pihak yang meresahkan masyarakat, dia bilang itu adalah oknum, tidak merepresentasikan ormas.
"Pastinya akan ada punishment ya atau sanksi untuk anggota tersebut, tinggal kembali lagi tingkat daripada apa yang diperbuat itu merugikan, munculnya korban atau sampai dengan jeleknya nama organisasi. Itu akan terjadi juga sanksi pemecatan, yang belakangan ini kita berikan sanksi tegas yaitu pemecatan sekaligus penarikan KTA beserta atribut," katanya.
Dia menyadari ada beberapa kasus yang meresahkan seperti bentrok antarormas hingga pungutan liar ke pedagang. Dia menganggap ini sebagai kontroversi yang mesti dicegah melalui pengawasan oleh pimpinan baik cabang ranting hingga MPN.
"Buat saya ini adalah sebuah kontroversi yang memang segala sesuatunya tinggal kembali lagi, pemantauan, pengawasan daripada ketua-ketua baik dari tingkat ranting, tingkat pimpinan anak cabang (PAC), majelis pimpinan cabang (MPC), dan majelis pimpinan wilayah (MPW), khususnya majelis pimpinan nasional (MPN) yang langsung di atas," tuturnya.
Merasa Didukung
Sejumlah pejabat negara pernah masuk dalam struktur kepengurusan beberapa ormas. Sebut saja Bambang Soesatyo yang menjadi Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila. Politikus Golkar itu pernah menjabat ketua MPR RI periode 2019-2024.
Kemudian ada juga nama eks anggota DPR dari Fraksi Nasdem Ahmad Ali, yang menjadi Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila. Masuknya dua nama itu ke dalam struktur Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila, diunggah dalam Instagram ormas tersebut.
Sempat muncul juga nama Presiden Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina GRIB Jaya. Ormas itu diketuai oleh Hercules Rosario de Marshal. Humas dan Publikasi DPP GRIB Jaya Marcel Gual menyebut Prabowo tidak masuk dalam kepengurusan pusat DPP, melainkan sebagai ketua dewan pembina.
***
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Abe Widyanta mengatakan premanisme berkedok ormas bisa muncul karena merasa ditopang kekuasaan.
Kata dia, penopang ormas berasal dari kalangan militer hingga politik. Sehingga ormas punya eksistensi dan kekuatan karena mereka merasa mendapat dukungan dari penguasa.
"Afiliasi ini yang sebetulnya tidak tampak tapi mereka ini merasa eksis, merasa hidup, merasa memiliki kekuatan karena topangan itu dan sistem kita memberikan ruang kepada mereka," ucapnya kepada KBR, Kamis (24/4/2025).
Dia mengatakan praktik premanisme makin menguat di tengah kondisi eonomi, sosial, dan politik yang tidak menentu.
"Itu memungkinkan mereka tumbuh subur karena secara gampangnya ini adalah bagian dari cara mereka mempertahankan hidup untuk kelompoknya, tentu dengan cara-cara seperti menakuti, mengancam, memeras, praktik-praktik yang tentu bertolak belakang dengan tatanan hukum dan sosial di masyarakat," terangnya.
Dia mengingatkan pemerintah tidak boleh memberi ruang terhadap premanisme yang berkedok ormas.
"Sampai sejauh mana kita akan memberi ruang bagi premanisme ini untuk hidup kembali, bukankah selama ini aturan-aturan juga sudah ada," katanya.
Bila praktik premanisme ini terus dibiarkan karena adanya hubungan transaksional untuk tujuan politik, masyarakat bisa terperangkap dalam lingkungan yang berbau kekerasan dan nantinya dinormalisasi.
"Ancamannya ke depan negara ini akan terperangkap ke dalam kondisi yang semakin penuh ketidakpastian, terlebih dalam kaitannya dengan penegakkan hukum. Maka pasti masyarakat akan semakin distrust terhadap sistem hukum kita," ujarnya.
Keberadaan ormas diatur dalam UU nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam beleid tersebut diatur ormas dilarang melakukan tindakan premanisme.
UU Ormas ini sudah mengatur secara lengkap tujuan, fungsi, hingga larangan ormas. Pasal 59 angka 2 huruf (d) menyatakan ormas dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Kemudian di angka 3 huruf (a), ormas dilarang menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan untuk ormas diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2017 Tentang Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
Pengawasan secara internal dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengawasan secara eksternal dilakukan oleh masyarakat, menteri, gubernur, dan bupati/wali kota.
Dalam undang-undang, juga diatur sumber keuangan ormas. Mulai dari iuran anggota, bantuan/sumbangan masyarakat, hasil usaha ormas, bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing, kegiatan lain yang sah menurut hukum, serta APBN/APBD.
Baca juga:
- Ormas Minta THR: Pelaku Usaha Resah, Tapi Takut Melapor
- Gubernur Jabar Bentuk Satgas Anti Premanisme, Ancam Ormas Suka Intimidasi
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!