NASIONAL

Kelaparan di Puncak, Faktor Cuaca atau Perubahan Struktur Pangan?

"Tapi budaya pangan lokal itu kita seragamkan dengan beras, lalu sekarang dengan mie instan atau dengan produk-produk berbahan baku gandum..."

AUTHOR / Astri Yuana Sari, Astri Septiani, Hoirunnisa, Shafira Aurelia

Kelaparan di Puncak, Faktor Cuaca atau Perubahan Stuktur Pangan?
Warga korban kekeringan akibat cuaca ekstrem bertemu dengan Bupati Puncak Willem Wandik di Distrik Ilaga, Kamis (20/07/23). (Humas Pemkab)

KBR, Jakarta- Kasus kelaparan masih terjadi di dua distrik di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, yakni Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi. Masalah ini sudah terjadi sejak awal Juni dan telah menyebabkan enam orang di sana meninggal.

Tokoh Agama di Papua, John Jonga meminta pemerintah segera mendistribusikan bantuan untuk korban bencana kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. 

Pastor sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) ini juga menyarankan pemerintah melibatkan masyarakat adat serta gereja lokal dalam pendistribusian pangan ke wilayah terdampak.

Sebab menurut John, pendistribusian bantuan membutuhkan waktu yang panjang, biaya besar, hingga sulitnya sarana transportasi.

"Penting juga melibatkan masyarakat adat dalam arti untuk membantu karena bagaimanapun juga situasi dan kondisi keadaan alam seluruhnya masih sangat ekstrem. Kalau memang ingin memberikan bantuan kepada korban kelaparan memang yang lebih banyak di wilayah Distrik Mbua itu transportasi jalan cukup baik," ujar Pastor John Jonga kepada KBR, Senin, (31/7/2023).

John Jonga meminta pemerintah tetap mengutamakan perbantuan bagi warga terdampak kekeringan, dengan tidak melibatkan kekuatan aparat secara berlebihan demi keadaan yang tetap kondusif.

Faktor Versi Pemerintah

Presiden Joko Widodo memerintahkan jajaran di pusat dan daerah segera menangani kelaparan di Papua Tengah. Kata Jokowi, bencana kelaparan terjadi karena cuaca dingin dan faktor keamanan. Kondisi cuaca ekstrem tersebut mengakibatkan kekeringan dan memicu gagal panen dan kelaparan.

"Saya sudah perintahkan pada menko PMK, menteri sosial, BNPB dan juga di daerah Papua untuk segera menangani secepat-cepatnya (bencana kelaparan). Tapi, problemnya supaya tahu itu ada daerah spesifik itu kalau musim salju tanaman tidak ada yang tumbuh di ketinggian yang sangat tinggi, dan kedua bantuan makanan juga problem di urusan keamanan," kata Jokowi usai meresmikan Sodetan Kali Ciliwung ke BKT di Inlet Sodetan Ciliwung, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.

Presiden juga menginstruksikan panglima TNI mengawal proses pengiriman bantuan. Sebab, ada kendala keamanan yang menghambat pengiriman bantuan makanan ke Papua Tengah.

"Saya minta juga tadi TNI untuk membantu mengawal. Di sana memang problemnya selalu seperti itu, medannya yang sangat sulit, pesawat yang mau turun pilotnya enggak berani, sehingga problem itu yang terjadi," ujar Jokowi.

Koordinasi di Daerah

Merespons perintah presiden, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus mengkoordinasikan kepala daerah agar memberikan penanganan yang maksimal terhadap kasus kelaparan. Mendagri Tito Karnavian mengatakan, sudah memerintahkan pemda segera mengatasi permasalahan pangan di kedua distrik tersebut.

"Saya sudah koordinasi dengan Ibu Gubernur dan Bupati, memang ada permasalahan untuk suplai karena harus menggunakan udara dan ada kelompok-kelompok bersenjata. Tapi, setelah komunikasi dengan seluruh tokoh-tokoh gereja, tokoh adat, kemudian suplai dapat masuk ke sana dan sekarang sudah bisa diatasi," kata Tito dalam Rakor Pengendalian Inflasi di Jakarta, Senin, (31/7/2023).

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian meminta kepala daerah memastikan kelancaran penyaluran pangan di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi.

Pangan Lokal

Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Papua, kelaparan di Papua Tengah merupakan dampak dari krisis iklim yang memicu terjadinya cuaca ekstrem.

Direktur Eksekutif Walhi Papua, Maikel Peuki mendorong pemerintah segera menangani krisis pangan dengan membantu penyediaan koperasi pangan lokal. Ia khawatir, jika pemerintah tak segera menyediakan solusi cepat, maka tragedi kelaparan bakal terus berulang.

"Pemerintah harus mengambil langkah cepat untuk menyediakan beberapa koperasi pangan lokal di sana untuk menjadi alternatif lain dari masyarakat di sana. Karena tidak mungkin, karena lahan itu sangat rawan. Tidak mungkin kita mengusulkan masyarakat atau pindah dari tempat mereka itu enggak mungkin sekali," kata dia saat dihubungi KBR, Senin, (31/7/23).

Direktur Eksekutif Walhi Papua, Maikel Peuki mengatakan krisis pangan di Papua Tengah, juga harus ditangani dengan kecepatan distribusi pemberian bantuan pangan. Apalagi, warga di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi menggantungkan sumber makanan dari hasil berkebun. 

Maikel menyebut krisis pangan berujung kelaparan bukan yang pertama kali terjadi di Papua.

Perubahan Struktur Pangan

Analisis berbeda disampaikan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Wilayah Papua. Anggota BRWA Perwakilan Papua, Zulhasdullah menyebut faktor lain penyebab kelaparan di Papua Tengah adalah dikarenakan banyaknya perubahan struktur pangan, perebutan lahan, hingga bantuan pemerintah yang tidak merata.

Kata dia, kelaparan di Papua bukan hal yang baru terjadi, tetapi sudah sejak lama mereka mengalami krisis pangan.

"Kontras sebenarnya dengan kekayaan tanah Papua yang begitu dahsyatnya tetapi terjadi kemiskinan dan gizi buruk, bahkan kelaparan. Inikan satu hal yang kontras menurut kami. Artinya kondisi itu (kasus kelaparan) bisa terjadi karena orang Papua dengan hutannya itu tidak lagi dikuasai oleh mereka. Tetapi sudah di klaim oleh KLHK, oleh perizinan-perizinan pertambangan. Nah akhirnya bagaimana orang mau bisa berkebun," ujar Zulhasdullah, kepada KBR, Senin, (31/7/2023).

Anggota BRWA Zulhasdullah khawatir situasi kelaparan yang melanda Bumi Cendrawasih akan semakin masif bila tidak ditangani serius oleh pemerintah. Ia menduga korban akibat kelaparan ini akan bertambah, terutama kepada bayi dan lanjut usia yang memiliki kondisi kesehatan rentan.

Untuk itu, Zulhasdullah mendorong pemerintah daerah berperan aktif mengatasi kasus kelaparan ini dengan segera memberikan bantuan pangan langsung kepada masyarakat terdampak.

Tentang BRWA?

Mengutip situs BRWA.or.id, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) adalah lembaga tempat pendaftaran wilayah adat yang dibentuk pada 2010. Badan ini didirikan lima lembaga, yakni Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), dan Sawit Watch (SW).

Alasan pembentukan BRWA antara lain lantaran data dan informasi keberadaan masyarakat adat dan wilayah adat hasil pemetaan partisipatif tidak terdokumentasi baik. Selain itu, pemerintah juga tak memiliki peta dan data sosial keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya. Tujuan BRWA di antaranya mewujudkan masyarakat adat berdaulat, bermartabat, dan mandiri di segala aspek kehidupan.

Gandum dan Beras

Hal senada disampaikan Pengamat Pertanian sekaligus Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa. Ia menilai bencana kelaparan yang melanda Papua Tengah hingga menyebabkan korban jiwa juga dipengaruhi faktor perubahan pola konsumsi pangan masyarakat.

Andreas menyebut, Papua Tengah yang notabene adalah daerah pegunungan memang sangat rentan terjadi fenomena embun upas yang bisa membekukan tanaman hingga mati.

"Ini sebenarnya pembelajaran bagi kita semua kan, bahwa sebenarnya masyarakat kan memiliki budaya pangan lokal ya, tapi budaya pangan lokal itu kita seragamkan dengan beras, lalu sekarang dengan mie instan atau dengan produk-produk berbahan baku gandum, itu lebih berbahaya lagi, karena gandum 100% kita impor," terang Andreas kepada KBR, Selasa, 01 Agustus 2023.

Namun menurut Andreas, situasi di Puncak seharusnya bisa diantisipasi dengan membenahi sistem pertanian mereka dengan mengembalikan budidaya tanaman pangan lokal, sehingga bisa mengembalikan lagi pola konsumsi pangan masyarakat yang saat ini sudah bergantung pada beras dan gandum.

"Itu yang terjadi, tren yang terjadi di seluruh Indonesia seperti itu, sehingga program diversifikasi untuk wilayah-wilayah tertentu, itu menjadi syarat penting, menjadi hal yang harus betul-betul diperjuangkan," imbuhnya.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!