NASIONAL

Kebebasan Sipil Berekspresi Makin Penuh Tantangan

Banyak praktik pembungkaman terhadap sipil yang kian masif dan sulit dibendung. Bahkan tak jarang berujung pula pada upaya kriminalisasi.

AUTHOR / Resky Novianto

Sipil
Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Universitas Gadjah Mada, Herlambang P. Wiratraman. (Foto: Youtube PSHK Indonesia)

KBR, Jakarta - Kebebasan sipil dalam berpendapat dan berekspresi saat ini dinilai semakin penuh tantangan. Menurut Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Herlambang P. Wiratraman, banyak praktik pembungkaman terhadap sipil yang kian masif dan sulit dibendung. Bahkan tak jarang berujung pula pada upaya kriminalisasi.

"Tantangannya adalah represi media ini tidak hanya sebatas pembungkaman melainkan serangan dengan cara manipulasi, kontra narasi, menghambat, hingga mendangkalkan informasi. Pula tak sebatas penggunaan hukum melainkan juga sistematik, dan dengan cara menggunakan buzzer, eksesif menggunakan kepolisian, dan bahkan aktor-aktor kunci di pemerintahan itu sendiri yang denial atau menyangkal," kata Herlambang dalam Acara "Konferensi Nasional Kebebasan Sipil 2023: 25 Tahun Merawat Kebebasan" yang disiarkan Youtube PSHK Indonesia, Rabu (26/7/2023).

Herlambang juga menambahkan, kecenderungan pembungkaman sipil kian nyata. Catatan dari Safenet menerangkan, bahwa situasi kebebasan sipil di Indonesia 2022 lebih buruk ketimbang 2021.

Baca juga:

- Merebut Ruang Sipil di Internet untuk Perubahan

- Kasus Haris-Fatia, Bentuk Penyempitan Ruang Demokrasi di ASEAN

Safenet, kata Herlambang, mengategorikan kondisi kebebasan sipil di Indonesia masuk kategori siaga dua atau tinggal separuh jalan menuju status awas.

Menurutnya, hal tersebut mengartikan bahwa Indonesia terus melangkah menuju otoritarianisme digital, jika tidak ada perbaikan yang signifikan.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!