NASIONAL

Kasus Karhutla, KLHK Percepat Sita Eksekusi PT Jatim Jaya Perkasa

Semua keputusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap akan dieksekusi.

AUTHOR / Rony Sitanggang

karhutla
Ilustrasi: Karhutla di belakan permukiman warga Pontianak, Kalbar, Senin, (14/3/2022) (FOTO: Antara/Jessica Helena)

KBR, Jakarta- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera mengeksekusi putusan pengadilan perkara perdata kebakaran hutan dan lahan (karhutla) PT Jatim Jaya Perkasa (PT JJP) pada 2015. Melalui keterangan tertulis, Dirjen Penegakan Hukum KLHK,  Rasio Ridho Sani mengatakan telah memerintahkan untuk mempercepat eksekusi.

”Kami telah memerintahkan kepada Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup untuk melakukan percepatan pelaksanaan eksekusi berkoordinasi dengan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan instansi terkait lainnya, antara lain Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan data dukung aset yang akan dilakukan sita eksekusi, hingga PT JJP memenuhi semua kewajibannya dalam memenuhi putusan pengadilan yang telah inkracht, termasuk mengambil langkah-langkah untuk percepatan sita eksekusi,” tegas Rasio Sani saat memberikan keterangan media di Jakarta, Senin, (15/01).

Dia menegaskan, semua keputusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap akan dieksekusi.

”Komitmen dan kosistensi KLHK untuk penegakan hukum termasuk melalui gugatan perdata, sangat jelas. Kami tidak akan berhenti melawan kejahatan lingkungan dengan semua instrumen yang ada baik administratif, perdata maupun pidana. Semua putusan perdata yang berkeputusan tetap akan kami eksekusi, agar kerugian lingkungan dapat dipulihkan," ujar Rasio.

Kata dia, perkara perdata karhutla PT Jatim Jaya Perkasa (PT JJP) pada 2015 seluas 1.000 Ha telah berkekuatan hukum tetap. Rasio merujuk Putusan Mahkamah Agung No. 728 PK/PDT/2020 Jo. Putusan Mahkamah Agung No.1095 K/PDT/2018, Jo. Putusan PT DKI Jakarta No. 727/PDT/2016/PT/PT.DKI dan Jo. PN Jakarta Utara No. 108/Pdt.G/2015/PN. Jkt.Utr.

Dikutip dari situs KLHK, pelaksanaan eksekusi PT JJP dilakukan terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Juni 2016. PN Jakut menghukum PT JJP membayar ganti rugi Rp7.196.188.475. Selain itu memulihkan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas 120 hektare dengan biaya sebesar Rp22.277.130.853.

Tak terima dengan putusan itu, PT JJP mengajukan upaya banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Upaya itu berbuah naiknya ganti rugi. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menghukum PT JJP untuk membayar ganti rugi materiil sejumlah Rp491.025.500.000. 

Jumlah itu terdiri dari ganti rugi materiil Rp119.888.500.000, tindakan pemulihan lingkungan sebesar Rp371.137.000.000. PT JJP juga dihukum membayar uang paksa (dwangsom) Rp25.000.000 per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan tindakan pemulihan lingkungan.

PT JJP kemudian melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan amar putusannya menolak permohonan kasasi PT JJP.

Perlawanan PT JJP kemudian berlanjut dengan menempuh upaya hukum luar biasa/Peninjauan Kembali (PK). Majelis Hakim MA pada 19 Oktober 2020  memutuskan menolak permohonan PK yang diajukan PT JJP sehingga berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).

Baca juga:

Dirjen Penegakan Hukum, Rasio Ridho Sani mengatakan, KLHK telah melakukan sejumlah langkah untuk mengesekusi putusan tersebut. KLHK telah mengajukan permohonan surat keterangan berkekuatan hukum tetap kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang kemudian telah ditindaklanjuti dengan Surat Nomor: W10-U4/8915/HK.02/10/2021 tanggal 26 Oktober 2021.

Kata dia, KLHK juga telah mengajukan permohonan eksekusi kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan menghadiri pelaksanaan pemberian teguran (aanmaning) oleh ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Rasio mengatakan, hingga pelaksanaan tegoran terakhir pada 14 September 2022,   PT JJP tidak pernah hadir. 

Karena itulah pada 22 Oktober 2022 KLHK mengajukan permohonan sita eksekusi kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Rasio Ridho Sani, mengatakan ketidakhadiran PT JJP dalam pemberian teguran dan pengajuan permohonan PK yang kedua menunjukkan tidak adanya komitmen untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht 

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!