NASIONAL

Jurusan SMA Dihapuskan, JPPI: Merepotkan

"Tidak menjawab permasalahan yang ada selama ini, tapi malah menimbulkan masalah baru,"

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Rony Sitanggang

Penghapusan jurusan SMA
Tahun ajaran baru, daftar ulang di SMA Negeri 2 Palangka Raya, Kalteng, Rabu (03/07/2024).(Antara/Auliya Rahman)

KBR, Jakarta– Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai tidak ada urgensi mendesak dari kebijakan penghapusan jurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan kebijakan penghapusan ini nantinya malah akan menambah beban kerja pihak sekolah, guru dan juga murid dalam menjalankan proses belajar mengajar.

"Sekolah-sekolah yang ada di tengah-tengah masyarakat masih kewalahan menerapkan kurikulum merdeka. Termasuk model-model jurusan yang dihapus ini. Karena keterbatasan sumber daya guru,keterbatasan teknologi, ada gap pengetahuan yang cukup besar antara apa yang Ia pahami di sekolah dan apa yang di konsepsikan di level pusat. Ini tidak menjawab permasalahan yang ada selama ini, tapi malah menimbulkan masalah baru," kata Ubaid kepada KBR Jumat (19/7/2024).

Menurut Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji masih banyak catatan dari penyelenggaraan Kurikulum Merdeka yang perlu terlebih dahulu diperbaiki oleh pemerintah, sebelum menerapkan secara menyeluruh. Kata dia, banyak sekolah di Indonesia yang masih mengalami kendala penerapan kurikulum merdeka.

Ia juga mencatat masih banyak masalah pendidikan  yang harus dibenahi seperti peningkatan literasi, numerasi, dan buruknya pengetahuan sains di indonesia.

"Ini menarik perlu mencari solusi dari warisan masalah yang tidak juga kunjung diperbaiki," kata Ubaid.

Ubaid   menduga justru kebijakan ini hanyalah sensasi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim pada akhir masa jabatannya. Sebab, hal ini sangat mendadak dikabarkan kepada masyarakat.

"Ini sensasional. Tentu sekolah akan kelabakan melakukan penyesuaian dan juga guru-guru. Kita juga nggak tahu setelah pelantikan presiden menterinya sama atau berubah," kata Ubaid.

Ubaid juga kebijakan yang lahir diakhir masa jabatan sang menteri akan sia-sia. Sebab selama ini jika Menteri Pendidikan berganti, maka kurikulum juga akan ganti.

"Dan kita punya pengetahuan yang sama, ketika  ganti menteri itu pasti ganti kurikulum. Belum pernah tidak terjadi begitu," lanjut Ubaid.

Baca juga:

Sebelumnya, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengungkap pada tahun ajaran 2022, 50 persen sekolah sudah menerapkan Kurikulum Merdeka. Penghapusan jurusan SMA dilakukan setelah pada 2024 tercatat sudah sekitar 90-an persen sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka.

Lewat kebijakan itu, pemerintah berharap siswa bisa lebih fokus membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutannya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!