NASIONAL

ITB Wajibkan Penerima Beasiswa Kerja Paruh Waktu, JPPI: Tugas Mahasiswa Belajar

Kebijakan ini kian memperjelas orientasi kampus yang memang mengarah ke komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / R. Fadli

Google News
Kerja Paruh Waktu
Ilustrasi. Peserta mengikuti pelatihan di Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) Jaksel, Jakarta, Selasa (20/2/2024). (Foto: ANTARA/Khaerul Izan)

KBR, Jakarta – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti kebijakan Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mewajibkan kerja paruh waktu bagi mahasiswa penerima beasiswa atau pengurangan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Kebijakan itu termaktub dalam Peraturan Rektor ITB Nomor 316/ITl.NPER/2022 tentang Kemahasiswaan ITB, tepatnya di pasal 5 ayat 4 c dan d.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, kebijakan ini kian memperjelas orientasi kampus yang memang mengarah ke komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.

Bahkan, berangkat dari kasus kewajiban kerja paruh waktu di ITB, praktik komersialisasi di pendidikan tinggi ternyata juga dimeriahkan dengan legalisasi perbudakan mahasiswa di kampus.

“Bekerja paruh waktu di kampus itu bukanlah kewajiban mahasiswa penerima beasiswa, tugas mereka adalah belajar di kampus, bukan bekerja. Justru pemberian beasiswa ini adalah kewajiban konstitusional yang harus ditunaikan oleh pemerintah dalam hal ini pengelola kampus negeri kepada mahasiswa,” katanya kepada KBR Media, Kamis (26/9/2024).

Dikatakannya, penolakan JPPI atas kebijakan ini didasarkan pada tiga argumentasi. Pertama, beasiswa adalah hak yang harus diperoleh mahasiswa, khususnya bagi mereka yang mempunyai keterbatasan ekonomi. Bukan sebaliknya, beasiswa bukanlah program kemurahan hati pemerintah/kampus negeri, lalu mahasiswa diwajibkan untuk melakukan tindakan balas budi dengan bersedia bekerja paruh waktu di kampus.

“UUD 1945 pasal 31 dan 34 jelas mewajibkan pemerintah untuk menyediakan pembiayaan pendidikan dan juga bertanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat, khususnya dikalangan ekonomi lemah. Karena itu, beasiswa adalah hak mahasiswa dan kewajiban konstitusional yang harus ditunaikan oleh pemerintah,” ucapnya.

Kedua, kampus negeri, seperti ITB, adalah kepanjangan tangan dari layanan pemerintah di pendidikan tinggi. Untuk itu, beban pembiayaan kampus mestinya dibebankan pada APBN.

“Bukan malah dibebankan kepada masyarakat. Dengan anggaran pendidikan yang fantastis mencapai 665 triliun di tahun 2024 dan naik menjadi 722 triliun di 2025, kuliah tanpa dipungut biaya di PTN, sangat mungkin di lakukan,” ujarnya.

Baca juga:

Biaya Sekolah Picu Inflasi, JPPI: Anggaran Pendidikan Jangan Salah Sasaran

JPPI: Banyak Masalah, Sistem PPDB Belum Berkeadilan

Kuliah menjadi mahal, kata Ubaid, karena investasi pemerintah terhadap urusan pendidikan tinggi masih sangat minim, karena itu biaya kuliah mahal.

"Ini tidak hanya sebatas stigma tapi memang nyata benar adanya,” imbuhnya.

Ketiga, menurut dia, kewajiban bekerja tanpa ada upah adalah jenis perbudakan modern yang harus diwaspadai.

“Ini bukan kasus kali pertama yang muncul di lingkungan kampus. Program kampus merdeka, dalam beberapa tahun terakhir, menyulut protes karena ada kasus-kasus dugaan praktik perdagangan manusia berkedok mahasiswa magang, baik di dalam maupun luar negeri,” tuturnya.

Sebelumnya beredar tangkapan layar dari surat elektronik di media sosial. Isi dari surat itu adalah pengumuman dari Direktorat Pendidikan ITB ke mahasiswa penerima dan calon penerima pengurangan UKT.

“Mahasiswa sekalian, ITB membuat kebijakan kepada seluruh mahasiswa ITB yang menerima beasiswa UKT, yaitu beasiswa dalam bentuk pengurangan UKT, diwajibkan melakukan kerja paruh waktu untuk ITB.”

Pihak kampus mengklaim bahwa pekerjaan yang akan dilakukan oleh mahasiswa penerima beasiswa UKT akan dibatasi maksimal dua jam per minggu.

Jenis pekerjaan tersebut meliputi peran sebagai asisten mata kuliah atau praktikum, penugasan administratif di fakultas atau sekolah, laboratorium, atau unit kerja dibawah kantor Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan.

Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat membantu dalam bimbingan mahasiswa dan akademik.



Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!