NASIONAL

Isu Pemakzulan Jokowi, Moeldoko: Agenda Tak Produktif

"Tidak produktif bagi masyarakat dan tidak produktif bagi pemerintahan."

AUTHOR / Astri Yuanasari

Pemakzulan Jokowi
Presiden Jokowi memberikan pengantar saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (11/12/2023). (FOTO: ANTARA/Hafidz Mubarak)

KBR, Jakarta - Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan isu pemakzulan atau pelengseran Presiden Joko Widodo merupakan agenda tidak produktif di tengah Pemilu 2024.

"Jangan ada agenda-agenda lain yang menurut saya tidak produktif lah. Tidak produktif bagi masyarakat dan tidak produktif bagi pemerintahan, karena kita concern yang pertama, presiden masih sangat concern untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang relatif tinggal beberapa bulan. Ini kita gas habis-habisan, kita gas pol istilahnya," kata Moeldoko dalam keterangan, Senin (15/1/2024).

Moeldoko mengeklaim, Jokowi saat ini justru mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi dari masyarakat atas kepemimpinannya sebagai kepala negara.

Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai Petisi 100 mendatangi kantor Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Selasa (9/1/2024). Mereka melaporkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pemakzulan terhadap Jokowi.

Para tokoh ini di antaranya Faizal Assegaf, Marwan Batubara, Amien Rais, Syahganda Nainggolan, dan Sri Edi Swasono.

Baca juga:

Isu pemakzulan Jokowi bukan kali pertama mencuat. Pada November 2023, bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana juga menyuarakan hal serupa.

Denny mengirimkan surat terbuka untuk DPR agar menggunakan hak angketnya memeriksa Jokowi dan memakzulkannya sebagai presiden. Menurut Denny, sudah ada beberapa dugaan pelanggaran terhadap UUD 1945, sehingga Jokowi layak untuk diperiksa oleh DPR.

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!