“Tanpa penguatan kelembagaan petani, pencetakan sawah baru hanya akan menghasilkan lahan baru tanpa kelanjutan. Perlu ada transmigrasi petani secara masif, terutama untuk lahan-lahan baru,”
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta– Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkap sejumlah tantangan yang akan dihadapi setelah pemerintah meningkatkan anggaran ketahanan pangan dari Rp114,3 triliun pada 2024 menjadi Rp155,5 triliun pada 2025.
Ekonom senior INDEF, Tauhid Ahmad menyoroti pentingnya efektivitas penggunaan anggaran tersebut, terutama di sektor subsidi pupuk yang menurutnya masih belum tepat sasaran. Pemerintah telah mengalokasikan subsidi pupuk sebanyak 9,5 juta ton.
“Kita tahu banyak juga subsidi yang tidak tepat atau salah sasaran masih cukup banyak jadi saya kira memang perlu dibereskan dulu termasuk data–data dan sebagainya karena di lapangan kan sangat dinamis ya berkaitan dengan ketepatan sasaran terutama untuk subsidi,” ucapnya kepada KBR, Selasa (1/4/2025).
Ekonom senior INDEF, Tauhid Ahmad juga mempertanyakan rencana ekstensifikasi dan intensifikasi lahan untuk meningkatkan produksi. Tauhid mengungkapkan, target pemerintah melalui program pencetakan sawah baru seluas 1 juta hektare masih jauh dari tercapai.
Baca juga:
Selain itu, ia menekankan pentingnya penguatan kelembagaan petani untuk mendukung program pencetakan sawah baru. Menurutnya, tanpa pengembangan kelembagaan yang kuat, program ini bisa menjadi kurang berkelanjutan.
“Tanpa penguatan kelembagaan petani bisa jadi kurang berkelanjutan karena hanya cetak tapi kelembagaan petaninya tidak disiapkan seperti transmigrasi petani yang masif apalagi di lahan-lahan baru,” ujarnya.
Pemerintah telah mengalokasikan dana untuk ekstensifikasi sawah seluas 225 ribu hektare dan intensifikasi seluas 88 ribu hektare, untuk anggaran ketahanan pangan 2025.
Tauhid juga menyoroti kondisi cadangan pangan pemerintah (CPP). Meskipun ada peningkatan, kualitasnya masih di bawah standar, terutama untuk beras.
“Sehingga mau tidak mau kalau dijual kembali dengan cadangan pemerintah yang besar tanpa quality control yang baik maka anggaran tersebut bisa terbuang sia-sia karena tidak terserap di pasar selisihnya rugi karena pemerintah ngejar cadangan tanpa melihat yang sebenarnya berapa sih yang benar-benar bisa diserap,” tambahnya.
Dalam jangka menengah, Tauhid optimistis peningkatan anggaran ketahanan pangan berpotensi mencapai swasembada beras dan jagung.
“Namun untuk kedelai, daging sapi, gandum, dan gula, jelas membutuhkan waktu lebih lama,” pungkasnya.