NASIONAL

IDI Dorong Pemerintah Kaji Ulang Kebijakan Mendatangkan Dokter Asing

"Kalau (dokter) asing datang mereka mau melayani pasien BPJS juga nggak seperti kita-kita ini?"

AUTHOR / Shafira Aurel, Muthia Kusuma

EDITOR / Muthia Kusuma

Dokter
Ilustrasi dokter

KBR, Jakarta-  Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan mendatangkan dokter asing untuk praktik di Indonesia. Anggota Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, Erlina Burhan beralasan, kebijakan itu berpotensi menimbulkan ketimpangan dengan dokter lokal.

Dia juga menilai rencana mendatangkan dokter asing tidak memiliki urgensi yang jelas.

“Kalau (dokter) asing datang mereka mau melayani pasien BPJS juga nggak seperti kita-kita ini? atau hanya di rumah sakit besar. Jadi supaya tidak habis energi duduk bareng aja pemerintah sama persatuan para dokter ini, atau dengan rumah sakit-rumah sakit, atau dengan IDI bahkan. Kemudian menghitung bersama sebetulnya kebutuhan dokter itu dimana sih yang kurang? (ini kan harus) dipetakan dulu,” ujar Erlina kepada KBR, Minggu (7/7).

Anggota Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, Erlina Burhan menduga, kurangnya jumlah dokter disebabkan tingginya biaya pendidikan kedokteran.

Selain itu, ia meminta pemerintah tak hanya fokus terhadap isu kekurangan jumlah dokter. Dia justru mendorong pemerintah mengutamakan pemerataan layanan kesehatan dengan menyediakan obat-obatan dan infrastruktur kesehatan. Terutama di daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T).

Di lain pihak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkeras akan mendatangkan dokter asing ke tanah air, meski menuai pro kontra. Juru bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menegaskan urgensi mendatangkan dokter umum maupun spesialis dari luar negeri untuk keselamatan pasien. Nadia menjelaskan, jumlah tenaga kesehatan dan dokter di dalam negeri belum ideal.

Baca juga:

“Kita sudah tahu nih kebutuhan dokter kita kan masih kurang ya. Kalau kita lihat pakai rasio yang gampang aja, satu orang untuk melayani 1.000 orang gitu ya, itu kita masih di angka 0,4 belum bisa satu orang itu melayani 1.000 orang. Nah jadi itu sudah menunjukkan ya bahwa secara cepat dan cara singkat bahwa dari sisi jumlah tenaga kesehatan kita masih sangat kurang ya, khususnya dokter,” ucap Nadia kepada KBR, Minggu, (7/7/2024).

Juru bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi memperkirakan, pertambahan dokter di dalam negeri baru mencapai jumlah ideal dalam satu dekade ke depan. Menurut dia, bekerja sama dengan dokter asing merupakan solusi saat ini untuk mencapai rasio ideal kebutuhan dokter, yakni satu banding seribu penduduk.

Menurut dia, adanya penolakan dari sebagian masyarakat lantaran kurang utuhnya informasi yang diterima publik. Kemenkes menegaskan, tidak akan mengintervensi masyarakat yang menentang kebijakan ini. Termasuk penolakan dokter asing yang disampaikan bekas Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Budi Santoso. 

"Tidak ada intervensi Kementerian Kesehatan dalam hal ini terkait pemberhentian sementara daripada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jadi kalau kemudian ada yang menghubungkan antara pernyataan dengan pemberhentian itu sama sekali tidak benar ya. Dan itu harusnya diklarifikasi dengan pihak rektorat Universitas Airlangga mengenai tentunya karena Rektornya ya yang melakukan pemberhentian," ucapnya.

"Dan kita tidak punya kewenangan juga secara struktural kepada Universitas Airlangga. Dia adalah sebuah institusi yang tidak berada di bawah Kemenkes. Universitas itu berada di bawah koordinasi Kemendikbudristek," sambungnya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!