NASIONAL

Identitas Masih Jadi Variabel Memilih Calon Pemimpin atau Wakil Rakyat

"Peserta pemilu harus bisa lebih dekat dengan masyarakat dengan visi misi, program dan gagasannya."

Astri Yuanasari, Astri Septiani

Identitas Masih Jadi Variabel Memilih Calon Pemimpin atau Wakil Rakyat
Ilustrasi: Petugas KPU Kota Tegal saat verifikasi faktual keanggotaan kepengurusan parpol di Kelurahan Tegalsari, Jateng, Selasa (25/10). (Antara/Oky Lukmans)

KBR, Jakarta- Identitas masih menjadi variabel yang digunakan para pemilih untuk memilih calon-calon pemimpin atau wakil rakyat dalam pemilihan umum (pemilu).

Salah satu variabel pertimbangan yang digunakan pemilih itu disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati ketika diwawancara KBR, kemarin.

"Salah satu caranya adalah, ya peserta pemilu baik partai politik atau calon itu enggak bisa lagi pakai-pakai cara instan pokoknya mau menang, sehingga apa pun segala cara segala isu digunakan," kata Khoirunnisa kepada KBR, Minggu, (25/12/2022).

Namun, yang menjadi masalah menurut Khoirunnisa, adalah ketika identitas itu dipolitisasi oleh para calon-calon pemimpin atau wakil rakyat untuk mendapatkan dukungan ataupun menjatuhkan calon lain.

Padahal kata dia, peserta pemilu harus bisa lebih dekat dengan masyarakat dengan visi misi, program dan gagasannya.

"Kalau misalnya peserta pemilu itu dekat dengan masyarakat, saya rasa masyarakat itu punya alasan lain untuk memilih enggak sekedar berdasarkan identitas, karena memang kenal sama partainya, kenal sama orangnya melihat kerjanya seperti apa. Saya kira itu bisa menjadi poin dari pemilih untuk memilih juga," kata Khoirunnisa.

Khoirunnisa mengatakan dalam Undang-Undang Pemilu memang ada aturan terkait kampanye yang tidak boleh berkaitan dengan SARA, fitnah dan lain sebagainya.

Namun, aturan tersebut selama ini hanya dimaknai dalam koridor kampanye konvensional atau tatap muka saja. Padahal, kata dia, politik identitas ini justru ramai tersebar di media sosial.

"Perspektif ini yang menurut saya penting juga dimiliki oleh penyelenggara pemilu khususnya Bawaslu. Bahwa yang namanya SARA, yang namanya kampanye SARA, fitnah dan lain sebagainya itu bukan cuma kampanye tatap muka, itu juga di media sosial ini perlu diawasi juga, jangan dibiarkan seperti di hutan belantara," kata dia.

Hindari Politik Identitas

Sebelumnya, pada Rabu, (21/12) Presiden Joko Widodo berharap penyelenggaraan Pemilu 202 bisa semakin berkualitas.

Karena itu, presiden mengajak semua pihak merayakan momentum pesta demokrasi dengan gembira. Jokowi juga mengingatkan seluruh partai agar menjaga suasana menjadi tak tegang maupun panas.

"Agar pemilu mendatang ini benar-benar berjalan dengan damai dan semakin berkualitas. Tidak ada lagi nanti politisasi agama, tidak ada lagi politik SARA, tidak ada lagi politik identitas tidak ada. Karena kita semua ingin pemilu 2024 itu berkualitas," ujar Jokowi saat HUT ke-16 Partai Hanura di Jakarta, Rabu, (21/12/22).

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Pemilu 2024
  • Pemilu
  • Politik Identitas

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!