NASIONAL

Pemerintah Tak Mengubah Acuan Batas Garis Kemiskinan, Alasannya?

Angka ini diukur dengan standar 1,9 USD Paritas Daya Beli/Purchasing Power Parity (PPP).

AUTHOR / Heru Haetami

EDITOR / Sindu

Pemerintah Tak Mengubah Acuan Batas Garis Kemiskinan, Alasannya?
Ilustrasi: Warga beraktivitas di daerah padat penduduk yang masuk wilayah kemiskinan ekstrem di Maluku Utara. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengeklaim, saat ini tingkat kemiskinan ekstrem di tanah air berada di angka 0,83%.

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan, angka ini diukur dengan standar 1,9 USD Paritas Daya Beli/Purchasing Power Parity (PPP). Sementara, jika diukur menggunakan standar 2,15 USD PPP, maka angka tersebut menjadi 1,47%.

“Bank Dunia sebenarnya menyarankan Indonesia untuk menggunakan, dan ini sudah diprotes oleh Bu Menteri Keuangan, untuk menggunakan angka 6,8 USD. Kenapa? Karena Indonesia sudah masuk di negara upper middle income,” ujar Suharso dalam Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Jakarta, Rabu, (18/9/2024).

"Dan kalau kami hitung, angka itu menjadi, batas garis kemiskinan nasional itu dari Rp580 ribuan menjadi Rp1,3 juta. Jadi naik dua kali lipat. Dengan demikian pasti tingkat kemiskinannya akan berubah." imbuhnya.

Suharso Monoarfa menyebut, penghapusan kemiskinan juga ada dalam misi Presiden Terpilih 2025-2029. Kata dia, berbagai program pemerintahan saat ini akan dilanjutkan dan ditambah program Kartu Kesejahteraan Sosial dan Kartu Usaha. Keduanya diklaim untuk menghilangkan kemiskinan absolut dan meningkatkan akses pelayanan dasar.

Dalam rakor tersebut, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan, kemiskinan ekstrem menjadi pekerjaan rumah pemerintahan selanjutnya. Kata dia, upaya itu perlu didukung dengan memastikan keberlanjutan regulasi pelaksanaan strategi pengurangan kemiskinan, dan penghapusan kemiskinan ekstrem periode 2025-2029.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!