NASIONAL

Galodo di Sumbar, DPR: Pemerintah Belum Alokasikan Anggaran Mitigasi Bencana

"Dengan mitigasi yang bagus korbannya akan sangat minim,"

AUTHOR / Astri Septiani

warga
Warga berjalan di atas tumpukan material akibat banjir bandang di Jorong Galuang, Nagari Sungai Pua, Agam, Sumbar, Senin (13/5/2024). (Antara/Iggoy el Fitra)

KBR, Jakarta- Sebagian kalangan parlemen menilai sistem mitigasi bencana serta tata ruang di Indonesia, termasuk Sumatera Barat masih buruk. Anggota Bidang Kebencanaan DPR Iskan Qolba Lubis mengatakan, kebijakan pemerintah mestinya fokus pada pembangunan dengan perspektif mitigasi karena Indonesia berada di wilayah rawan bencana.

"Mitigasi sebetulnya. Yang dibutuhkan sekarang itu adalah anggaran mitigasi. Sekarang kan mitigasi enggak ada anggarannya. Jadi selalu sifatnya tanggap darurat. Negara seperti pemadam kebakaran saja. Bukan sebagai badan yang mengelola desain kalau terjadi bencana, desainnya seperti apa. Harus diperkuat mitigasinya diperkuat. Dengan mitigasi yang bagus korbannya akan sangat minim. Karena sangat besar kan. Belum lagi yang dirawat bisa ratusan," kata Iskan kepada KBR, Senin, (13/05/24).

Anggota Bidang Kebencanaan DPR Iskan Qolba Lubis menilai kesadaran masyarakat akan mitigasi bencana juga belum cukup baik, sehingga korban dan kerugian akibat bencana masih tinggi. Dia mendorong dibentuknya roadmap atau peta jalan antisipasi bencana di pusat maupun daerah. Kata dia, pemerintah juga mestinya lebih tegas untuk melarang pembangunan di daerah yang terlarang atau sudah diketahui sangat rawan terkena bencana, guna memitigasi bencana.

Baca juga:

Sebelumnya, tidak kurang dari 37 orang meninggal akibat banjir lahar dingin Gunung Marapi di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat Sabtu akhir pekan lalu. Banjir bandang atau galodo merupakan sebutan masyarakat lokal untuk bencana air bah bercampur tanah, batu, kayu dan material lainnya.

Galodo itu memutus sejumlah akses jalan yang menghubungkan sejumlah daerah, salah satu yang terdampak adalah jalan penghubung Padang-Bukittinggi, di kawasan Lembah Anai.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan, bencana hidrometeorologi basah seperti banjir dan longsor itu disebabkan intensitas hujan yang sedang hingga lebat selama berhari-hari di wilayah itu. Banjir itu turut membawa material dari sisa erupsi Gunung Marapi beberapa waktu lalu yang masih mengendap di lereng bagian puncaknya.

“Dan Karena hujan ini terjadi selama beberapa hari dan akhirnya air yang tertahan ini terakumulasi dan mengakibatkan desakan atau dorongan tanah yang menimbulkan bendung atau timbunan endapan batuan-batuan tanah di daerah hulu,” ucap Dwikorita pada konferensi pers, kemarin.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menambahkan, Sumbar tidak memiliki zona musim, sebab wilayah itu menghadap ke Samudera Hindia serta membelakangi Bukit Barisan yang tinggi. Itu sebab hujan hampir terjadi sepanjang bulan. Akibatnya kata dia, hingga kini musim hujannya belum berhenti, seiring dengan itu, erupsi Marapi juga masih terus terjadi, sehingga potensi banjir lahar dingin masih tetap ada.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!