NASIONAL

Fetish, Tak Sekadar Fantasi?

Fetish di Luar Nalar Seksual Konvensional

AUTHOR / Theresia Avilla Resti Ayu

Diskusi Psikologi (Disko)

KBR, Jakarta- Beberapa waktu lalu, keresahan menyebar di kalangan ibu-ibu muda sekaligus konten kreator pumping. Diduga seorang pria dewasa sengaja menyusup ke komunitas ibu menyusui untuk meminta, menipu, hingga melecehkan ibu-ibu muda untuk mendapatkan air susu ibu (ASI). Bukannya untuk bayi, ASI itu diminta untuk memenuhi kebutuhan sang pria.

Kasus ini viral dan trending di media sosial TikTok dan Twitter. Pelaku diduga memiliki fetish terhadap ASI.


Apa itu Fetish?

Menurut Aully Grashinta selaku Psikolog dan Dosen Psikologi dari Universitas Pancasila, fetish merupakan salah satu bentuk parafilia. Parafilia adalah suatu perilaku seksual di luar nalar seksual yang konvensional.

"Obsesi seksual yang bukan kepada manusia atau objek non genital gitu ya. Objek-objek yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas seksual begitu, tetapi kemudian dia mengasosiasikan obsesinya tersebut kepada hal-hal yang sifat seksual, pada objek non seksual begitu," ungkap Aully.

Baca juga:

Memerangi Relasi 'Red Flag'

Gak Sekedar Pede, Narsis Bisa Jadi Gangguan Mental Loh!

Cek Fakta: Foto Karya Seni Kayu Dinarasikan sebagai Jantung Dewa Krishna

Bisa dikatakan, apapun bisa jadi sumber fetish. Aully mengemukakan adanya kemungkinan ASI menjadi fetish seseorang. Karena pada dasarnya, seseorang itu mengasosiasikan suatu benda menjadi fantasi seksual-nya.

"Nah apakah orang normal punya fetish? Ya mungkin saja bisa berlaku pada semua orang. Tetapi apakah itu kemudian muncul sebagai gangguan fetish atau bukan? Itu adalah hal yang berbeda begitu. Jadikan sebenarnya fantasi imajinasi yang dimiliki oleh seseorang itu bisa siapapun. bisa memiliki hal tersebut begitu ya. Tidak ada yang bisa membatasi imajinasi atau daya pikir seseorang" kata Aully dalam Podcast Disko "Diskusi Psikologi"

Lanjutnya, "Tetapi kemudian ketika ini menjadi intens, kemudian ini berulang, kemudian ini mengganggu kehidupannya, kemudian ini mengganggu kehidupan orang lain, ya itu bisa dikatakan sebagai gangguan fetish. Jadi mesti dibedakan antara fetishnya sendiri dengan gangguannya."

Psikolog Aully Grashinta memaparkan, banyak orang yang menyadari dirinya memiliki fetish. Tapi gak sedikit juga yang gak paham, apakah fetish itu merugikan orang lain atau tidak?

Lebih lanjut soal viralnya kasus fetish ASI? Dan bagaimana fetish mempengaruhi sikap seseorang? Yuk simak podcast Diskusi Psikologi (Disko) di link berikut ini:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!