indeks
Dua Dekade Tsunami Aceh, Warga Masih Terkendala Krisis Air Bersih

“Coba kalau ada suplai air bersih tentu sudah hemat sedikit biayanya. Apalagi, sekarang kami nelayan di pesisir ini sedang cuaca buruk, kesulitan ekonomi,"

Penulis: Erwin Jalaludin

Editor: Muthia Kusuma Wardani

Google News
Aceh
Sejumlah umat Islam mengikuti doa bersama pada peringatan 20 tahun bencana tsunami di Banda Aceh, Aceh, Kamis (26/12/2024). (FOTO: ANTARA/Ampelsa)

KBR, Aceh- Ribuan warga di permukiman bekas lokasi terdampak tsunami di beberapa kecamatan Kabupaten Aceh Utara masih kesulitan mendapatkan air bersih. Jaringan pipa air bersih yang dibangun oleh NGO atau LSM melalui Badan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (BRR) Aceh-Nias rusak sejak tahun 2004 atau 20 tahun yang lalu.

Direktur Utama Perumda Tirta Pase Pemkab Aceh Utara, Imran, membenarkan distribusi air bersih di wilayah tersebut telah terhenti. Menurutnya, penyebab utama masalah ini adalah banyaknya pipa yang bocor dan rusak.

“Nah, bantuan-bantuan jaringan yang sudah lama tersebut kalau kita mau dan kita gunakan lagi itu sangat berpotensi kehilangan air. Karena, apa dulu itu masyarakat pada saat tidak ada air langsung bongkar. Jadi siapa jamin pada saat air kita konek ke situ itu akan tersuplai langsung dengan normal tentu enggak kan ada lagi? Karena, otomatis airnya masuk ke dalam lubang tanah, parit, dan sebagainya,” jelas Imran.

Imran menegaskan solusi untuk memastikan distribusi air bersih di kawasan bekas tsunami adalah membangun jaringan pipa baru. Namun, pemerintah daerah menghadapi keterbatasan anggaran untuk merealisasikan hal tersebut.

Selain jaringan pipa, sarana dan fasilitas instalasi pengolahan air bersih juga memerlukan pembiayaan yang besar.

Aceh
Direktur Utama Perumda Tirta Pase Pemkab Aceh Utara, Imran. (FOTO: KBR/Erwin Jalaluddin)

Sementara itu, Perumda Tirta Pase mengklaim telah melayani 42 ribu pelanggan atau sambungan rumah (SR) di Aceh Utara, dengan produksi air bersih mencapai 520 liter per detik setiap harinya. Namun, warga yang tinggal di kawasan bekas tsunami, seperti di Desa Lhok Puuk, Kecamatan Samudera, masih kesulitan mendapatkan air bersih.

Mereka terpaksa membeli air dari penjual keliling atau mesin Reverse Osmosis (RO) dengan harga Rp5 ribu per jeriken atau galon.

“Coba kalau ada suplai air bersih tentu sudah hemat sedikit biayanya. Apalagi, sekarang kami nelayan di pesisir ini sedang cuaca buruk, kesulitan ekonomi, enggak bisa menjaring ikan di laut,” keluh beberapa warga, yaitu Abdullah, Muhammad, dan Nurdin kepada KBR, Jumat (26/12).

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 lalu meluluhlantakkan Aceh, termasuk wilayah Aceh Utara. Sejumlah kecamatan yang terdampak meliputi Samudera, Seunuddon, Syamtalira Bayu, Tanah Pasir, Lapang, dan Muara Batu.

Hingga kini, pembangunan infrastruktur pasca-tsunami di beberapa wilayah tersebut masih menjadi tantangan besar.


Baca juga:

Aceh
tsunami
air bersih
krisis
nelayan

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...