NASIONAL

Ditunggu, Juknis PP tentang Pelaksanaan UU Kesehatan

Juknis ini untuk memastikan implementasi pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik berjalan secara maksimal.

AUTHOR / Astri Septiani

EDITOR / R. Fadli

UU Kesehatan
Ilustrasi rokok eceran. (Foto: ANTARA/Bea Cukai)

KBR, Jakarta - Pemerintah diminta mengeluarkan Petunjuk Teknis (Juknis) dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan.

Juknis ini untuk memastikan implementasi pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik berjalan secara maksimal.

Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Manik Marganamahendra mengatakan, adanya upaya pembatasan penjualan rokok ini merupakan bentuk keberpihakan, sebab banyak kerugian yang diterima negara akibat konsumsi rokok.

Berikut wawancara jurnalis KBR Media, Astri Septiani dengan Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra pada Rabu (31/7/2024):

Presiden Joko Widodo baru saja meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan UU Kesehatan pada Jumat (26/7/2024). PP ini antara lain mengatur pembatasan penjualan, pengemasan, serta iklan rokok dan rokok elektronik. Apa saja tantangan dalam menerapkan aturan itu, dan apa yang perlu dilakukan pemerintah?

Dari dulu, beberapa tahun sebelumnya, yang penting untuk dilakukan dengan implementasi yaitu peraturan petunjuk teknis yang semestinya bisa dibuat juga oleh pemerintah.

Sehingga juknis ini bisa menjadi rujukan bagi pemerintah daerah, juga pemerintahan lainnya, termasuk kementerian terkait lainnya agar mereka bisa benar-benar menyelesaikan permasalahan ini, dan mengimplementasikannya dengan lebih baik.

Untuk penjualan, pengemasan, sampai dengan iklan rokok, menurut kami tantangannya ada pada bagaimana kita bisa melakukan law enforcement, penegakan hukum. Apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah daerah untuk menegakkan hukum, untuk menegakkan peraturan, sehingga ini bisa dipatuhi oleh industri rokok maupun masyarakat itu sendiri.

Dalam penerapannya, upaya pengendalian rokok ini kerap berhadapan dengan pihak pedagang, maupun industri karena dinilai bakal menurunkan pendapatan mereka. Apa usulan anda kepada pemerintah untuk menyikapi pro dan kontra ini?

Dengan adanya upaya pelarangan penjualan rokok eceran ini, menurut kami, ini adalah sebuah keberpihakan. Karena selama ini, ini pula yang selalu kita berikan kompromi seolah-olah ekonomi kita bergantung pada satu bungkus rokok.

Padahal kalau kita mau kalkulasikan jumlah kerugian yang diterima negara, itu jauh lebih besar daripada pendapatan yang diterima oleh negara dalam hal ini pendapatan dari cukai rokok itu sendiri.

Artinya ada banyak sekali pilihan bagi ritel, warung-warung yang ada saat ini untuk menjual produk-produk lainnya. Dan apabila kita bisa berhasil mengendalikan penjualan rokok eceran ini lebih baik dan terstruktur, kami yakin, bahwa sebenarnya ini justru malah akan membantu perekonomian masyarakat.

Sekaligus juga, ini akan memberikan edukasi kesehatan yang lebih baik. Sehingga masyarakatnya lebih produktif, hal-hal yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah suatu hal yang juga bisa bermanfaat bagi mereka. Bukan rokok.

* * *

Baca juga:

Kalangan Muda Lantang Suarakan Bahaya Rokok

Prevalensi Perokok Muda dan Ketidakseriusan Pemerintah

Sebelumnya, Pemerintah melarang penjualan rokok secara eceran. Larangan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah yang diteken Presiden Joko Widodo pada Jumat, 26 Juli 2024.

Larangan penjualan rokok eceran itu tidak berlaku untuk cerutu atau rokok elektronik.

Aturan baru itu juga melarang penjualan produk tembakau dan rokok elektronik melalui mesin layan diri, warga berusia di bawah 21 tahun dan perempuan hamil.

Selain itu, PP tersebut juga melarang menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui, dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.

PP itu juga mengatur pemuatan peringatan kesehatan bergambar pada rokok. Pemerintah mewajibkan peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW) di kemasan rokok ditingkatkan menjadi 50 persen.

Saat ini, luas gambar baru mencapai 40 persen dari bungkus rokok. Aturan itu juga berlaku untuk rokok elektrik. Namun tidak berlaku bagi rokok klobot, rokok klembak menyan, dan cerutu kemasan batangan.

"Dicantumkan pada bagian atas kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang masing-masing seluas 50 persen diawali dengan kata 'Peringatan' dengan menggunakan huruf berwarna kuning dengan dasar hitam, harus dicetak dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya," begitu bunyi pasal tersebut.


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!