NASIONAL
Desakan untuk Pengesahan RUU PPRT Menguat agar Direalisasikan Sesuai Janji Presiden Prabowo
"Padahal ini kalau melihat waktu, prosesnya sudah tidak lama lagi, kalau memang sesuai dengan janji yang ditentukan," ujar Anita

KBR, Jakarta- Dua dekade terlampaui, negara tak kunjung memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak dasar pekerja rumah tangga.
Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tertahan di parlemen meski telah berstatus RUU inisiatif DPR RI.
Tak hanya memastikan hak atas upah layak dan jaminan sosial, keberadaan UU PPRT menjadi penting untuk memberikan perlindungan bagi PRT dari kekerasan dan eksploitasi.
Data Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) menunjukkan kurun 2021 hingga 2024, terdapat lebih dari 3 ribu kasus kekerasan yang dialami PRT. Mereka mengalami multi kekerasan psikis, fisik, ekonomi bahkan jadi korban perdagangan manusia.
Meski begitu, publik masih mengingat janji yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto. Kepala negara berjanji akan mendorong penuntasan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT pada 1 Agustus 2025 atau dalam waktu tiga bulan sejak janji diucapkan Presiden Prabowo Subianto ketika memperingati Hari Buruh atau May Day pada 1 Mei lalu.
Perwakilan JALA PRT Anita Jelita, mengungkapkan hingga saat ini, pembentukan panitia kerja (panja) untuk pembahasan RUU PPRT belum juga dilakukan. Jala PRT merupakan salah satu Koalisi Sipil untuk UU PPRT.
"Karena sampai sekarang itu belum terjadi. Padahal ini kalau melihat waktu, prosesnya sudah tidak lama lagi, kalau memang sesuai dengan janji yang ditentukan," ujar Anita dalam siaran Ruang Publik di Youtube KBR Media, Selasa (17/6/2025).

Anita mendesak agar panja segera dibentuk dan menyatakan kesiapan untuk memberikan dukungan substansi berupa naskah akademik dan draf RUU, yang merupakan bentuk partisipasi aktif dalam proses legislasi.
Ia juga mengingatkan agar proses legislasi tidak diulang dari awal, mengingat RUU ini telah diajukan berulang kali selama lebih dari dua dekade dan seharusnya sistem arsip tersebut dapat dilakukan sebagai rujukan.
Terkait komitmen pemerintah dan DPR, Anita menilai sejaauh ini sudah cukup kuat. Namun, yang ditunggu adalah realisasi dari janji-janji tersebut.
"Karena ini memang sangat dibutuhkan oleh kami kawan-kawan PRT dari segi hukumnya untuk perlindungan terhadap kawan-kawan PRT," ujarnya.
Aturan Sertifikasi PRT dalam UU PPRT Penting?
Selain itu, isu sertifikasi bagi PRT, Anita menegaskan bahwa banyak PRT telah memiiki keterampilan yang sesuai dengan pekerjaannya meski tidak memiliki sertifikat normal. Karena itu, dalam RUU PPRT diatur perlunya perjanjian kerja yang memuat secara rinci hak dan kewajiban antara pekerja dan pemberi kerja.
RUU ini, kata dia, juga mengatur Pendidikan dan pelatihan bagi PRT melalui Balai Latian Kerja (BLK) yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, daerah, hingga swasta.
"Supaya BLK ini bisa diakses dengan oleh kawan-kawan PRT dengan mudah dan kami berharap ini juga gratis, jadi tidak memberatkan kawan-kawan PRT karena mengingat memang kawan-kawan PRT ini dari segi upah pun mereka saat ini masih sangat rendah," tuturnya.
Pakar: Isi Kekosongan Hukum bagi PRT
Dosen Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Nabiyla Risfa Izzati, mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk mengisi kekosongan hukum yang selama ini membayangi profesi pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia.
Nabiyla mengungkapkan selama ini Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada belum mampu memberikan perlindungan terhadap jenis pekerjaan domestik, sepeti PRT, terutama karena hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja bersifat perorangan.
"Sehingga kami sepakat bahwa satu-satunya kebijakan yang memang bisa digunakan dan diperlukan bagi perlindungan Ketenaga Kerjaan bagi teman-teman pekerja rumah tangga adalah pengesahan Undang-Undang PPRT," ujarnya dalam siaran Ruang Publik di Youtube KBR Media, Selasa (17/6/2025).

Lamanya Proses Legislasi
Nabiyla juga menyayangkan lamanya proses legislasi RUU PPRT yang telah berlangsung lebih dari dua dekade. Ia menilai dinamika pengesahan yang tidak konsisten dan terkadang sudah mendekati pengesahan, namun kembali tertunda dan memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil dan kelompok advokasi.
"Ada masa dimana kami meyakini bahwa ‘oh ini sudah akan gol nih sedikit lagi, karena semua pihak sepertinya sudah satu suara baik dari legislatif maupun dari eksekutif, sudah satu suara untuk mendukung adanya pengesahan RUU ini secara cepat’, tapi ternyata di titik-titik terakhir tetap nggak gol juga," ungkapnya.
Sertifikasi Perlu tapi Perlindungan PRT Mesti Diprioritaskan
Selain itu, Nabiyla menjelaskan isu sertifikasi PRT merupakan bagian dari isu pendidikan dan pelatihan yang telah mulai diatur dalam draf RUU PPRT, meski belum secara eksplisit mencantumkan kewajiban sertifikasi.
Menurutnya, sertifikasi bisa menajdi langkah positif jika diatur, terutama karena akan menimbulkan kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan dan pelatihan. Namun demikian, ia menilai isu sertifikasi bukan merupakan prioritas utama dibanding kebutuhan mendesak akan perlindungan hukum.
"Saya melihatnya tetap yang paling layer utamanya adalah bagi perlindungan pekerja rumah tangga tersendiri sementara sertifikasi tersebut adalah layer kedua dari kebutuhan yang perlu diatur dalam RUU PPRT," tutupnya.
Anggota DPR Berkomitmen Mendorong Pengesahan RUU PPRT
Menanggapi desakan pengesahan RUU PPRT, Anggota Komisi IX yang membidangi Ketenagakerjaan di DPR RI, Kurniasih Mufidayati menyampaikan komitmennya dalam mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Kurniasih menekankan pentingnya pengakuan terhadap status PRT sebagai pekerja yang memiliki hak dan perlindungan yang setara denagn pekerja di sektor formal lainnya. Ia menyebut perjuangan agar RUU ini disahkan telah berlangsung cukup lama dan kini mendapatkan dukungan dari Presiden Prabowo.
"Semangat kita sama mendorong supaya teman-teman PRT ini diakui statusnya sebagai pekerja dan juga mendapatkan pelindungan yang sama dengan pekerja-pekerja yang lain," ujarnya dalam siaran Ruang Publik di Youtube KBR Media, Selasa (17/6/2025).

Kawal Proses Pembahasan di Baleg
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menjelaskan proses pembahasan RUU PRT saat ini berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Meski bukan anggota baleg, ia memastikan Komisi IX yang membidangi ketenagakejaan akan terus mendorong dan mengawal proses ini agar segera masuk dalam agenda masa sidang mendatang.
"Jadi kita dorong dan mudah-mudahan insya Allah nanti kita coba-coba reminder lagi juga apalagi di momen peringatan hari PRT Internasional ini menjadi satu poin ya misalnya sebagai momen untuk bisa start gitu ya pembahasan RUU ini sesuai dengan arahan dan perintah dari Pak Presiden," ujar Kurniasih.
Selain pengesahan RUU, Kurniasih juga menyoroti pentingnya pelindungan jaminan osial bagi PRT, termasuk akses terhadap program-program dari BPJS Ketenagakerjaan dan bantuan pemerintah seperti Bantuan Subsidi Upah (BSU). Ia berharap RUU PPRT nantinya mengatur hal ini secara tegas.
Tak kalah penting, ia juga menanggapi wacana sertifikasi untuk PRT. Menurutnya, program tersebut tidak boleh menjadi beban baru bagi pekerja rumah tangga, baik secara biaya maupun moral.
"Tapi lebih kepada semangat untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan dan ini bisa bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja yang punya program skilling, upskilling
dan juga re-skilling," ucapnya.
Kurniasih juga menyatakan Komisi IX siap berkolaborasi dengan berbagai stakeholder untuk memastikan PRT mendapat akses pelatihan secara gratis dan inklusif. Ia berharap, seluruh proses legislasi ini bisa berjalan cepat dan RUUPRT segera disahkan enjadi undang-undang demi perlindungan yang menyeluruh bagi PRT di Indonesia.
"Kalau pun mau ada sertifikasi semangatnya, semangat untuk meningkatkan keterampilan yang bisa melalui pelatihan-pelatihan ringan yang ada di Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di seluruh Indonesia baik BLK Komunitas maupun BLK punya Kemenaker," tegasnya.

Puluhan Kasus Kekerasan terhadap PRT
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada sebanyak 56 laporan kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga selama 2024.
"Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan 2024, data pelaporan menunjukkan terdapat 56 kasus kekerasan terhadap PRT di tempat kerja. Ini mereka yang melapor ke Komnas Perempuan," kata Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor saat menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Ketua Komnas HAM dan Ketua Komnas Perempuan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, dikutip dari ANTARA.
Pihaknya meyakini angka kekerasan terhadap pekerja rumah tangga yang sebenarnya terjadi jauh lebih besar dari kasus yang dilaporkan.
Upah Rendah PRT dan Mangkraknya Pembahasan RUU PPRT di Parlemen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata nominal upah PRT di Indonesia pada 2022, sebesar Rp437.416 per bulan. Kisaran harga tersebut bisa berubah tergantung daerah.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) di parlemen sudah dua dekade mangkrak di DPR. RUU PPRT sudah diajukan ke DPR sejak 2004.
Selama 20 tahun, rancangan tersebut keluar masuk dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas DPR.
Selama itu pula, para PRT terus menunggu payung hukum yang melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan, penyiksaan, dan perbudakan modern.
Baca juga:
- Nasib Pembahasan RUU PPRT: Menunda 1 Hari Artinya Membiarkan 10 Orang Jadi Korban
- Sudah Ada Titah Prabowo, RUU PPRT Bisa Disahkan Tahun Ini?
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!