NASIONAL

Desakan Sanksi Tegas Kasus Kekerasan Seksual Kapolres Ngada

Komisioner Kompolnas Choirul Anam mendesak penegakan yang lebih keras kepada pejabat publik yang melakukan tindak pidana, dengan pemberatan hukuman. Terutama jika kejahatan yang dilakukan melibatkan kekerasan seksual terhadap anak.

AUTHOR / Astri Yuanasari

EDITOR / Resky Novianto

Google News
kekerasan
Foto: Shutterstock

KBR, Jakarta- Polisi akhirnya menetapkan Kapolres Ngada nonaktif, Fajar Widyadharma Lukman sebagai tersangka, lantaran sudah mengantongi bukti permulaan yang cukup.

Fajar juga otomatis dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres.

Saat ini, kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah masuk tahap penyidikan.

Tidak hanya diduga melakukan kekerasan seksual, Fajar juga ditengarai menjual video kejahatannya ke sebuah situs di Australia.

Direktur Reskrimum Polda NTT, Patar Silalahi.

"Kemarin sudah pada tanggal 20 sudah dibawa ke Jakarta," kata Patar dalam konferensi pers di Mapolda NTT, Selasa (11/3/2025).

Saat ini, Fajar telah ditahan di Bareskim Polri.

Baca juga:

Polisi Lakukan Kekerasan Seksual, Kompolnas: Sanksi Tegas!

Juru bicara Polri, Sandi Nugroho menegaskan, komitmen Polri untuk selalu menindak tegas anggotanya yang melanggar hukum, termasuk Kapolres Ngada nonaktif Fajar Widyadharma

"Jadi kalau untuk kasus apapun itu nanti akan kita update dengan Propam. Tapi yang jelas bahwa komitmen bapak Kapolri akan selalu menindak tegas bagi anggota yang melanggar ketentuan, bahkan sudah banyak yang kita PTDH," kata Sandi kepada wartawan, Senin (10/3/2025).

Di lain pihak, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mendesak penegakan yang lebih keras kepada pejabat publik yang melakukan tindak pidana, dengan pemberatan hukuman. Terutama jika kejahatan yang dilakukan melibatkan kekerasan seksual terhadap anak.

"Harus ada pemberatan karena statusnya sebagai pejabat publik. Di hukum kita di pemidanaan juga ada, soal pemberatan kepada siapapun yang dia pejabat publik termasuk juga Kapolres. Yang perlu diinsafi begini sebenarnya, dalam konteks pemberatan ini sebagai pejabat publik, ini harus menjadi komitmen kita bersama, tidak hanya kepolisian tapi juga kejaksaan termasuk juga hakim," tegas Anam pada Ruang Publik KBR, Kamis (13/03/2025).

Komisioner Kompolnas, Choirul Anam menekankan penegakan hukum tidak boleh hanya berfokus pada menghukum pelaku, tetapi juga harus memastikan bahwa hak-hak korban terpenuhi.

Baca juga:

Hukum Berat Kapolres Ngada Pelaku Kekerasan Seksual Anak!

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Kapolres Ngada nonaktif sangat mengkhawatirkan.

Menurut Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, aparat hukum seharusnya melindungi bukan malah menjadi pelaku.

"Aduh ini kekerasan seksual ini luar biasa ya, bisa membuat anak hari ini dan seterusnya itu berdampak sangat panjang. Belum lagi fisik, psikis, psikologis, mental ya, terutama kelihatannya ini memang anak yang paling kecil yang sangat rentan ya, dari sisi fisik terutama," kata Ai dalam Ruang Publik KBR, Kamis (13/03/2025).

Ai Maryati membeberkan, dalam catatan KPAI, tren kekerasan seksual pada anak kini menunjukan pergeseran usia korban. Dari yang sebelumnya di rentang usia 14-18 tahun, kini menjadi 6-8 tahun.

Dia menyebut perlunya keterlibatan berbagai pihak untuk rehabilitasi dan perlindungan korban, termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), untuk memastikan keselamatan dan pemulihan korban.

"Karena kerentanan kalau ada orang yang sangat kuat gitu ya, diduga sebagai pelaku, maka intimidasi, ancaman, dan segala sesuatu itu bisa saja terjadi dan bahkan ketika anak yang menjadi korban itu ada keluarga, keluarga besarnya yang juga rentan gitu ya menghadapi situasi itu," katanya.

Ketua KPAI Ai Maryati menegaskan pentingnya penegakan hukum yang cepat dan transparan, serta pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual yang melibatkan aparat.

Dia juga mengingatkan bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab seluruh pihak terkait. KPAI disebut terus berkomitmen untuk mengawasi dan mendukung langkah-langkah ini agar perlindungan anak di Indonesia dapat berjalan lebih baik dan berkelanjutan.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!