NASIONAL

Demokrasi Mundur, Pakar Tata Negara Sebut Ada Dugaan Rekayasa Pemilu

"Demokrasi ini penuh kecurangan, dan orang-orang yang sedang memainkan perannya, menekan dengan algoritma, melaporkan kepada pihak berwajib, lalu merekayasa Pemilu, merekayasa aparat, "

AUTHOR / Astri Yuanasari

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari dalam Acara FOMO Sapiens dengan tema "FOMO-in Coblosan". Foto: Youtube Berita KBR

KBR, Jakarta- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menilai proses demokrasi di Indonesia telah direkayasa, dan demokrasi sedang berjalan mundur luar biasa. Hal ini disampaikan Feri dalam acara FOMO-in Coblosan di YouTube Berita KBR, Rabu (14/2/2024).

Feri menekankan, rekayasa dan kecurangan ini harus dibuktikan dan dilawan.

"Menurut saya yang perlu kita akan buktikan ramai-ramai bahwa demokrasi ini penuh kecurangan, dan orang-orang yang sedang memainkan perannya, menekan dengan algoritma, melaporkan kepada pihak berwajib, lalu merekayasa Pemilu, merekayasa aparat, aparat terlibat dan segala macam, itu lah yang harus dilawan," kata Feri, Rabu (14/2/2024).

"Menurut saya kenikmatannya ya di sana, kita bisa membuktikan bahwa kecurangan itu betul-betul berjalan dan bersama-sama berjuang untuk membuktikan kecurangan Pemilu ini," imbuhnya.

Feri Amsari adalah salah satu dari tiga pakar hukum yang menjadi pemeran film dokumenter yang menungkap kecurangan Pemilu "Dirty Vote". Film ini ramai dibicarakan publik sejak pertama kali ditayangkan di Youtube pada 11 Februari lalu.

Film yang berdurasi 117 menit ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara yang mengungkap berbagai kecurangan dalam proses pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Baca juga:

- Menang versi Quick Count, Prabowo: Jangan Sombong

- Tak Terpengaruh Prabowo Unggul versi Quick Count, Timnas AMIN: Tunggu Real Count KPU

Sebelumnya Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) melaporkan 4 orang yang terlibat dalam pembuatan film Dirty Vote ke Mabes Polri.

Empat orang itu terdiri Dandhy Dwi Laksono selaku sutradara serta tiga pakar hukum tata negara yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.

Alasan pelaporan itu antara lain karena film tersebut dinilai menyudutkan salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden.

Editor: Resky Novianto

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!