NASIONAL

Data Beras Tak Akurat, Perpadi: Manfaatkan Penggilingan Padi

"Diperkirakan panennya sekian, tapi ternyata setelah panen berikutnya kok berubah. Nah inikan harusnya dikroscek lagi terjadi apa kok ada perubahan?"

AUTHOR / Hoirunnisa

Beras SPHP
Ilustrasi: Penjualan beras SPHP di salah satu pusat perbelanjaan, Jakarta, Jumat (06/10/23). (Antara/Galih Pradipta)

KBR, Jakarta-  Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) mengungkapkan masih banyak celah perbaikan pada Kerangka Sampel Area (KSA) milik Badan Pusat Statistik (BPS). Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso menyebut salah satunya ialah implementasi lapangan yang kurang akurat. Kata dia, perlunya melakukan pengecekan berkala dengan kondisi lapangan.

"Kalau saya lihat data KSA sendiri ada celah-celah yang perlu kita perbaiki. Artinya salah satunya yang jelas bahwa terutama implementasi di lapangannya. Karena saya pernah melihat data-datanya. Diperkirakan panennya sekian, tapi ternyata setelah panen berikutnya kok berubah. Nah inikan harusnya dikroscek lagi terjadi apa kok ada perubahan?" Ujar Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso kepada KBR, Senin (9/10/2023).

Menurut Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso metodologi pengumpulan data juga perlu dievaluasi serta perlu sangat independen tanpa intervensi dari pihak manapun guna keakuratan data.

Sutarto mengatakan pengecekan lapangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan penggilingan padi di seluruh Indonesia. Sebab kata Sutarto hal itu diperlukan untuk dapat mengetahui perkiraan produksi beras.

Selain perbaikan satu data yang akurat, Perpadi mendorong adanya revitalisasi penggilingan utama pada penggilingan kecil, hal tersebut meningkatkan rendemen padi.

Adapun demikian Perpadi menyatakan dukungannya pada satu data beras nasional yang akurat.

"Harga yang fluktuasi sekarang sangat tidak menguntungkan bagi semua pihak, termasuk penggilingan padi sendiri. Karena apa? Beras inikan diatur oleh pemerintah harganya, tapi kalau harga gabahnya tidak,  karena data yang kurang bagus, kemudian di lapangan ternyata beda. Kemudian kenyataanya lagi terjadi perebutan gabah seperti sekarang kan harga makin naik juga. Ketika harga naik kita nggak bisa memenuhi harga HET lagi, pertama korbannya pasti penggilingan padi," ujar Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso kepada KBR, Senin (9/10/2023).

Baca juga:

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, seharusnya Indonesia bisa swasembada tanpa perlu impor beras. Namun kata dia, tidak akuratnya data antarkementerian dan lembaga menyebabkan distribusi beras tidak tepat sasaran.

Tito mencontohkan, data Kementerian Pertanian mencatat produksi beras mencapai 31,54 juta ton. Jumlah itu seharusnya bisa menutupi kebutuhan nasional sekitar 30 juta ton beras.

"Yang klasik adalah masalah data yaitu di titik mana saja per provinsi kabupaten kota angka 54,75 juta ton itu bisa kita dapatkan. Bahwa angkanya real-nya angka segitu dan betul produksi beras setelah digiling oleh para middleman ini jumlahnya segitu. Kalau itu kita bisa yakinkan semua titiknya per provinsi kabupaten kota, maka kita sebenarnya enggak perlu khawatir dengan kebutuhan 30 juta ton," kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2023, Senin (9/10/2023).

Tito memaparkan, produksi dari 14 juta petani yang tedata oleh Kementan menghasilkan 54,75 juta ton gabah kering di tingkat penggilingan. Angka itu kemudian menghasilkan 31,54 juta ton beras.

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional hingga Senin (9/10/2023) siang, harga beras kualitas bawah mencapai Rp13.400 per kg. Sedangkan untuk kualitas medium menembus Rp14.550 per kg.

Akibat masih tingginya harga di pasaran, pemerintah membatasi pembelian beras dari Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan jumlah maksimal sebanyak 10 kilogram per orang di retail modern.  Pembatasan pembelian juga dilakukan saat digelar operasi pasar.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!