NASIONAL

Cleansing Guru Honorer, Begini Alasan Disdik Jakarta

Guru honorer yang diberhentikan lantaran diangkat tidak sesuai aturan.

AUTHOR / Heru Haetami

EDITOR / R. Fadli

cleansing
Guru mengajar siswa SMK Negeri 7 di ruang kelas darurat di emper sekolah di Cipocok, Serang, Banten, Selasa (31/7/2018). (FOTO: ANTARA/Asep Fathulrahman)

KBR, Jakarta - Dinas Pendidikan Provinsi Jakarta buka suara terkait kebijakan cleansing guru honorer di Jakarta. Cleansing adalah adalah penataan atau pembersihan tenaga honorer pada satuan pendidikan negeri.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DK Jakarta Budi Awaluddin beralasan, guru honorer yang diberhentikan lantaran diangkat tidak sesuai aturan.

"Kondisinya adalah guru honorer ini mereka diangkat oleh kepala sekolah, dibayar dengan dana BOS tanpa seleksi yang jelas. Dengan subjektifitas mereka, dan tidak sesuai dengan ketentuan, tidak sesuai dengan kebutuhan," ungkap Budi di Balai Kota Jakarta, Rabu (17/7/2024).

Budi juga mengatakan, saat ini ada sekitar 4.000-an guru honorer di Jakarta yang dipekerjakan tidak sesuai dengan aturan.

Sebelumnya, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menerima laporan para guru honorer di DK Jakarta yang secara mendadak berhenti bekerja.

Kepala Bidang Advokasi Guru Iman Zanatul Haeri menungkap, Jakarta menggunakan sistem cleansing untuk memberhentikan para guru honorer.

Iman bilang, kondisi ini berdampak pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Mereka shock, ada yang sudah mengajar 6 tahun atau lebih. Mereka sebenarnya sedang menunggu seleksi PPPK 2024, namun jika diberhentikan seperti ini kesempatan mereka untuk ikut PPPK juga hilang.” ujar Iman dalam keterangan tertulis kepada KBR, Senin, (15/7/2024).

Menurut Iman fenomena pemberhentian para guru honorer ini terjadi di berbagai daerah. Namun, metode cleansing baru ditemui di DK Jakarta. Hingga 15 Juli 2024, tercatat sudah ada 77 laporan guru honorer yang terdampak kebijakan Cleansing di DK Jakarta.

Jika melihat rekapan cleansing, untuk daerah Jakarta Utara saja, tercatat 173 guru honorer yang akan dan sudah mengalami Cleansing. Artinya, jumlah terdampak Cleansing bisa sampai ratusan.

Iman menegaskan, praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005.

Menurutnya, pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

"Kebijakan cleansing ini merupakan dampak dari upaya menata kebijakan ASN sebagaimana amanat UU Aparatur Sipil Negara nomor 20 tahun 2023, maka bertentangan dengan asas dalam Undang-Undang tersebut. Bahwa penyelenggaraan kebijakan ASN, berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, pendelegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan," katanya.

Baca juga:

Cleansing Guru Honorer Dinilai Langgar Undang-Undang

Cleansing Guru Honorer, Pemerintah Diminta Tanggung Jawab

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!