indeks
CISDI: Jika Harga Rokok Naik 10 Persen, Risiko Inisiasi Perokok Muda Indonesia Berkurang 22 Persen

Riset itu menyebut, harga rokok yang lebih tinggi, khususnya kretek filter (rokok filter dengan campuran cengkeh), secara signifikan menurunkan risiko inisiasi merokok.

Penulis: Wydia Angga

Editor: Wydia Angga

Google News
CISDI: Jika Harga Rokok Naik 10 Persen, Risiko Inisiasi Perokok Muda Indonesia Berkurang 22 Persen
Foto: Cukai Rokok. Sumber: Antaranews

KBR, Jakarta - Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) mendesak pemerintah untuk menaikkan harga rokok melalui instrumen reformasi kebijakan cukai hasil tembakau. Rekomendasi ini dikeluarkan sesuai dengan hasil riset terbaru CISDI berjudul: Dampak Harga Rokok dan Faktor Sosial pada Inisiasi Merokok Remaja di Indonesia

Riset itu menyebut, harga rokok yang lebih tinggi, khususnya kretek filter (rokok filter dengan campuran cengkeh), secara signifikan menurunkan risiko inisiasi merokok, dengan kenaikan harga sebesar 1% berasosiasi dengan penurunan risiko inisiasi merokok sebesar 2,2%.

"Sekitar 10 persen dari kenaikan harga rokok mengurangi kemungkinan inisiasi merokok remaja sekitar 22 persen," kata Beladenta Amalia Project Lead for Tobacco Control dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

red

Foto: Hubungan harga rokok dengan inisiasi merokok pada remaja. Sumber: CISDI


Dilansir dari situs numbeo.com, berdasar data 12 bulan terakhir, harga rokok di beberapa negara bisa mencapai lebih dari US$31 atau sekitar lima ratus ribuan rupiah per bungkus seperti di Australia. Tak jauh berbeda dengan Australia, di Selandia Baru rokok dijual dengan harga hampir empat ratus ribu rupiah per bungkus isi 20 batang dengan merek yang sama. 

Sementara untuk Inggris dan Irlandia, harga sebungkusnya dijual dengan harga di atas tiga ratus ribu rupiah. Sedangkan untuk kawasan Asia, negara yang mematok harga tertinggi adalah Singapura yaitu sekitar dua ratus ribuan rupiah.

red

Foto: Perbandingan harga rokok di beberapa negara. Sumber: Numbeo.com 


Dibandingkan dengan Indonesia, jika mengacu pada merek yang sama, harga jual sebungkusnya terpantau di kisaran lima puluh ribuan rupiah. Pembeli bahkan bisa mengeluarkan uang lebih lebih rendah lagi jika masih ada warung yang menjual eceran per batang.

Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) dalam risetnya tersebut menunjukkan bahwa rokok eceran mendorong pelajar mencoba rokok untuk pertama kali.

"Temuan kualitatif kami mengungkap 7 dari 10 siswa membeli rokok eceran saat mencoba merokok untuk pertama kalinya," ungkap Beladenta.

red

Foto: Hubungan rokok eceran dan pengaruh merokok remaja. Sumber CISDI


Temuan CISDI tersebut juga menyebutkan, siswa menghabiskan setidaknya separuh uang saku mingguan mereka untuk produk tembakau, berkisar dari Rp30.000 hingga Rp200.000. Jumlah tersebut setara dengan separuh dari pengeluaran per kapita mingguan rata-rata penduduk Indonesia.

Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Benget Saragih merespons penjualan rokok eceran yang masih terjadi.

"Padahal di PP No 28 tahun 2024 tentang kesehatan ada larangan rokok dijual secara ketengan atau eceran" kata Benget, Rabu (11/6/2025)

Karenanya, menurut Benget, salah satu strategi pengendalian konsumsi tembakau adalah dengan kenaikan harga rokok melalui cukai dan pajak rokok.

red

Foto: Paparan Kemenkes soal Strategi Pengendalian Konsumsi Tembakau. Sumber: Kemenkes

Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 menunjukkan sebanyak 71,3% pelajar di Indonesia membeli rokok secara batangan. Hasil analisis lanjutan oleh CISDI menemukan bahwa sebagian besar pelajar SMP pertama kali mencoba merokok dengan membeli rokok batangan (10%), sebagian kecil membeli rokok bungkusan (2,6%), slop (0,68%), atau melinting rokok sendiri (0,34%). 

Hal itu, menurut laporan CISDI, diperparah dengan adanya aksesibilitas rokok batangan yang mudah dijangkau oleh anak-anak usia sekolah. Pada tahun 2021, Indonesia menduduki peringkat pertama di antara negara-negara ASEAN dengan usia mulai merokok termuda yaitu rata-rata 16,8 tahun.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun 2025. Pemerintah juga memutuskan untuk tidak menaikkan cukai rokok pada tahun 2014 dan 2019, yang bertepatan dengan pemilihan presiden.

Padahal, Kemenkes mengungkap pada 2017, cukai yang diterima negara masih lebih kecil dibandingkan biaya perawatan untuk penyakit akibat merokok.

red

Foto: Paparan Kemenkes soal biaya perawatan untuk penyakit akibat merokok daripada cukai yang diterima negara. Sumber: Kemenkes

Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan kenaikan tahunan sebesar 25%, pemerintah Indonesia menaikkan cukai tembakau pada tingkat yang cukup rendah yaitu rata-rata 10% dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga:

- Rokok Masih Dijual Eceran, Pemerintah Didesak Segera Naikkan Cukai Rokok

- Cukai Hasil Tembakau Batal Naik, Target Penurunan Jumlah Perokok Muda Kian Sulit

cukai rokok
perokok muda
harga rokok

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...