NASIONAL

Besok Ribuan Buruh Unjuk Rasa Tolak Tapera

serikat buruh juga juga akan menempuh upaya hukum

AUTHOR / Hoirunnisa, Ardhi Ridwansyah, Muthia Kusuma

EDITOR / Muthia Kusuma

Tapera
Ilustrasi demonstrasi buruh. Sejumlah buruh menggelar aksi damai di Alun-alun Simpang Tujuh, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (1/5/2024). (FOTO: ANTARA/Yusuf Nugraha)

KBR, Jakarta- Pemerintah berkukuh melanjutkan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) meski program itu menuai protes dari banyak pihak. Kalangan pekerja terus mendesak agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan yang mewajibkan ASN dan TNI/Polri, hingga pekerja swasta membayar iuran 3 persen gaji atau upah setiap bulan kian. Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar Cahyono mengatakan ribuan buruh akan turun ke jalan untuk unjuk rasa di depan Istana pada Kamis, besok.

“Kawan-kawan yang terlibat aksi itu melibatkan ribuan orang dari Jabodetabek, yang berasal dari berbagai Serikat Pekerja seperti KSPI, KSBSI, KPBI dan juga kawan-kawan dari Partai Buruh. Tapera menjadi salah satu hal yang menjadi isu krusial bagi kaum buruh karena kebijakan ini dianggap merugikan kaum buruh, melalui iuran yang memaksa. 2,5% potongan yang dikenakan pada buruh terkait dengan tapera itu sangat membebani. Buruh sudah dibebani dengan beberapa potongan," ujar Kahar kepada KBR, Rabu (5/6/2024).

Wakil Presiden KSPI, Kahar S Cahyono menambahkan, serikat buruh juga juga akan menempuh upaya hukum berupa uji materi peraturan tentang penyelenggaraan Tapera ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kahar beralasan kewajiban negara dalam menyediakan rumah bagi rakyat adalah melalui mekanisme alokasi fiskal di APBN dan APBD, bukan melalui iuran masyarakat.

Pengemudi ojol terbebani

Penolakan kewajiban iuran Tapera juga disuarakan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) yang menaungi pekerja angkutan daring atau ojek online.

Ketua SPAI, Lily Pujiati mengatakan, kewajiban membayar iuran Tapera akan semakin menambah beban pengeluaran pengemudi ojol di tengah minimnya perlindungan terhadap mereka.

“Sangat terancam dengan pungutan Tapera ini karena ojol itu sudah terbebani oleh BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, masih juga ditambah dengan Tapera, apa yang mau dibawa pulang oleh driver-driver ini? Mereka kerja seharian, banting tulang, kalau tidak ada yang diharapkan untuk membantu ekonomi keluarga terus mau apa? Saya pikir ini perlu dipikirkan oleh pemerintah terkait Tapera,” kata Lily kepada KBR, Rabu (5/6/2024).

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati menambahkan, pengemudi ojol tidak termasuk dalam hubungan kerja, sehingga statusnya sebagai mitra. Jika peraturan itu diterapkan, maka pengemudi ojol akan terkena potongan lebih besar lantaran pekerja mandiri akan dikenakan iuran penuh sebesar tiga persen dari upah.

Baca juga:

Tinjau ulang

Kritik keras juga disuarakan oleh sebagian anggota DPR RI saat rapat paripurna, kemarin. Anggota DPR Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka mendorong pemerintah membatalkan Peraturan Pemerintah tentang Tapera.

“Hasil audit BPK RI 2021, tahun 2021 saja, BP Tapera mengelola dana PNS aktif sebanyak 4.016.292 orang. Lokus pemeriksaan hanya di tujuh provinsi meliputi DKI Jakarta, Sumatra Utara, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Temuan pertama, terdapat 124.960 orang pensiunan peserta tapera karena meninggal dan pensiun, sampai triwulan ke-3 2021 belum menerima pengembalian dana tapera sebesar Rp567,5 miliar,” ucapnya.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit bank kustodian terkait dana tapera. Ia juga mendesak pemerintah segera membenahi Badan Pengelola (BP) Tapera agar kisruh pengembalian dana Tapera tidak terulang.

Pada kesempatan lain, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menilai iuran wajib tapera merupakan bentuk penindasan baru yang dilakukan pemerintah kepada rakyat. Hasto mengatakan, seharusnya pemerintah lebih fokus mengatasi masalah-masalah mendasar masyarakat, termasuk kestabilan ekonomi.

"Nah terkait dengan persoalan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) itu kan Undang-undang mengatakan tidak wajib. Ketika ini menjadi wajib maka menjadi suatu bentuk penindasan yang baru dengan menggunakan otokrasi legalism. Ini yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Bahkan tadi juga menjadi bagian dari kritik kebudayaan," ujar Hasto kepada wartawan seusai kuliah umum di FISIP UI, Depok, Senin (3/6/2024).

Tetap lanjut

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyatakan pemerintah tidak akan menunda pelaksanaan kebijakan pemotongan iuran Tapera meski ada gelombang protes dari berbagai pihak.

Menurutnya, iuran Tapera merupakan solusi atas persoalan tingginya kebutuhan rumah. Dia menyebut berdasarkan data BPS, ada 9,9 juta warga yang belum memiliki rumah.

“Tapera ini bukan potong gaji atau bukan iuran. Tapera ini adalah tabungan di dalam Undang-undang memang mewajibkan, tetapi bentuknya nanti bagi mereka yang sudah punya rumah bagaimana? apakah harus membangun rumah? nanti baru ujungnya kalau pada usia pensiun selesai, itu bisa ditarik dalam bentuk uang yang fresh,” ucap Moeldoko dalam jumpa pers, Jumat, (31/5/2024).

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko meyakini program ini tak akan bernasib sama seperti Asabri maupun Jiwasraya karena sistemnya tabungan. Beberapa tahun lalu pengelolaan dana publik Asabri dan Jiwasraya terseret kasus mega korupsi.

Editor: Muthia Kusuma Wardani

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!