NASIONAL

Besok, Puluhan Ribu Demonstran Kepung Istana dan MK Tolak UU Cipta Kerja

Aksi akan melibatkan sekitar 10 ribu orang yang berasal dari berbagai daerah termasuk dari Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

UU Cipta Kerja
Buruh membawa poster menolak UU Cipta Kerja dalam aksi di Jakarta, Rabu (15/1/2020). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat Gebrak bakal melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menolak Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis, (10/8/2023). Aksi akan digelar di Mahkamah Konsitusi dan Istana Negara.

Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno mengatakan, Undang-undang Cipta Kerja berdampak buruk terhadap kaum buruh, tani, masyarakat adat, hingga masyarakat rentan lainnya.

"Selama tiga tahun ini telah terjadi skandal, terkait dengan legislasi yang secara barbar karena mengabdi pada kepentingan investor atau kepada pemilik modal. Pemerintah dan DPR telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi kita, makanya Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), kawan-kawan mahasiswa, dan aliansi aksi serikat buruh besok akan melakukan aksi turun ke jalan akan mendatangi Mahkamah Konstitusi dan Istana Negara," kata Sunarno dalam konferensi pers, Rabu (9/8/2023).

Baca juga:

Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia KASBI Sunarno menyebut aksi akan melibatkan sekitar 10 ribu orang yang berasal dari berbagai daerah termasuk dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Cacat Formil dan Materil

Aliansi Gebrak menilai UU Cipta Kerja cacat formil dan materil. Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana menegaskan, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. 

Dampak putusan itu, kata Arif, pemerintah dan DPR diminta memperbaiki UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dan tidak menerbitkan peraturan turunan.

"Kemudian terbit Perpu peraturan presiden pengganti undang-undang yang itu memang kewenangan presiden, tetapi ada tahapnya dan syaratnya tidak mudah, harus ada kegentingan memaksa dan harus mendapatkan persetujuan DPR yang mestinya merepresentasikan kepentingan dan tuntutan rakyat. Tapi sialnya Perpu tetap terbit dan disahkan DPR," ucap Arif dalam siara pers Rabu, (9/8/2023).

Baca juga

Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana mengatakan, revisi UU Cipta Kerja itu tidak memenuhi kegentingan memaksa. 

Secara materil, beleid itu dinilai sangat merugikan buruh dan menyengsarakan rakyat. Karena itu, Aliansi Gebrak meminta pemerintah membatalkan pengesahan UU Cipta Kerja.

Sebelumnya, kelompok masyarakat sipil pernah mengajukan uji materi Undang-undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, MK menyatakan Undang-undang itu inkonstitusional. MK meminta DPR dan pemerintah memperbaiki Undang-undang Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dan tidak menerbitkan peraturan turunan. 

Belakangan Presiden mengeluarkan Perpu Cipta Kerja, dan Perpu disetujui DPR menjadi undang-undang.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!