NASIONAL

Begini Janji Pemerintah untuk Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat

Pemerintah bakal mulai memberikan hak pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM berat pada Senin, 11 Desember 2023.

AUTHOR / Astri Yuanasari

Begini Janji Pemerintah untuk Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat
Aksi Kamisan menuntut keadilan korban pelanggaran HAM berat. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Pemerintah bakal mulai memberikan hak pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM berat pada Senin, 11 Desember 2023. 

Ini disampaikan Deputi Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Politik Hukum Keamanan dan HAM Jaleswari Pramodhawardani dalam keterangan tertulis terkait peringatan Hari HAM se-Dunia tahun ini.

Jaleswari menjelaskan, korban pelanggaran HAM berat peristiwa Penghilangan Paksa 1997/1998, Trisakti, Mei 1998, Semanggi 1 dan 2 akan menerima hak pemulihan pada tanggal 11 Desember 2023. 

Hak pemulihan akan diserahkan langsung oleh Menko Polhukam sebagai Ketua Tim Pengarah Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM).

Sedangkan korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965/1966 di Provinsi Sulawesi Tengah akan menerima hak pemulihan pada tanggal 14 Desember 2023. 

Untuk korban peristiwa 1965/1966, Talangsari Lampung, Wamena dan Wasior, Dukun Santet dan Pembunuhan Misterius, pemulihannya akan dilaksanakan pada tahun depan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat di Tanah Air, pada 27 Juni lalu. 

Program ini dituangkan melalui Inpres nomor 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

Jokowi menyebut upaya ini dilakukan untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban sehingga harus segera dipulihkan.

"Dan hari ini kita bersyukur Alhamdulillah bisa mulai direalisasikan pemulihan hak-hak yang berat di 12 peristiwa yang sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali di masa-masa yang  akan datang," kata Jokowi di Pidie Aceh (27/6/2023).

Baca juga:

Jalur hukum

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memastikan agenda pemenuhan hak-hak korban pada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat akan dilakukan serentak oleh kementerian dan lembaga. 

Meski begitu Mahfud memastikan penyelesaian jalur hukum atau yudisial bakal tetap diupayakan.

"Demikian pula agenda pencegahan akan segera pula dilakukan usaha menyelesaikannya melalui jalur yudisial juga akan terus diupayakan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini saya atau kita semua mohon arahan kepada bapak presiden kepada kita untuk memulai langkah-langkah berikutnya," kata Mahfud di Aceh (27/6/2023).

Sementara itu, Anggota Tim Pelaksana Pemantau Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM), Beka Ulung Hapsara menyatakan bakal memastikan Kementerian dan Lembaga yang diberi tugas melaksanakan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial bisa melaksanakan tugasnya dengan baik dalam upaya pemenuhan hak korban.

Ia juga bakal berupaya semaksimal mungkin memperluas cakupan data dan pelayanan pemenuhan hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat.

"Oh ya tentu saja ini kan tadi yang disebutkan oleh Pak Mahfud disebutkan oleh Presiden Ini kan baru data awal yang ada untuk digunakan pada saat ini. Tentu saja akan bertambah banyak gitu ya apalagi kemudian di Komnas HAM juga menyebutkan ada 6000 data korban terus kemudian belum lagi nanti mekanisme-mekanisme yang dibangun dalam tim itu sendiri yang tentu saja kami akan kerja maksimal mungkin untuk bisa memperluas cakupan pelayanan soal verifikasi korban itu," kata Beka kepada KBR.

Meski pemulihan sudah akan berjalan, namun upaya ini masih mendapat penolakan dari keluarga korban. Penolakan antara lain disuarakan Maria Catarina Sumarsih. Ia adalah ibu dari Bernardus Realino Norma Irawan alias Wawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta, yang tewas dalam tragedi penembakan di Semanggi I pada 1998.

Sumarsih tegas menolak penyelesaian kasus secara non-yudisial. Sumarsih menyebut, pemulihan hak yang ditawarkan pemerintah baik itu bantuan jaminan kesehatan, bantuan sosial, beasiswa dan sebagainya, hanya upaya menutup mulut keluarga korban.

"Saya tidak akan mengawal pelaksanaan tim PPHAM. Saya akan terus menyuarakan tentang penegakan hukum dan HAM melalui aksi kamisan. Bagi saya, memang sejak awal setelah saya mendapatkan salinan Keppres 17 tahun 2020 itu, saya sekeluarga menolak terhadap pembentukan tim penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu," kata Sumarsih kepada KBR, Rabu (11/1/2023).

Ia pun menuntut agar kasus-kasus pelanggaran HAM Berat dipertanggungjawabkan dan diselesaikan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Dan kami sekeluarga berniat untuk mewujudkan agenda reformasi yang ketiga tentang tegakan supremasi hukum dengan barometer kasus Semanggi 1 dan Semanggi 2 dipertanggungjawabkan atau diselesaikan sesuai dengan undang-undang yang berlaku yaitu tuntutan kami sulit tetapi saya percaya ketika kami tidak mendapatkan keadilan duniawi tuhan akan memberikan keadilan surga terima kasih," kata dia.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!