NASIONAL

Bapanas Klaim Satu Data Stok Beras Sudah Sinkron

Jika pemerintah memiliki data beras yang akurat, Indonesia bakal terhindar dari impor yang berlebihan.

AUTHOR / Astri Septiani, Hoirunnisa

Bapanas Klaim Satu Data Stok Beras Sudah Sinkron
Petugas mencatat jumlah stok beras di gudang Perum Bulog Lebak-Pandeglang, Banten, Senin (14/8/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

KBR, Jakarta - Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengeklaim satu data stok beras nasional sudah sinkron. Data yang digunakan berasal dari Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) melalui pengamatan di berbagai daerah.

Kepala Bapanas Arief Adi Prasetyo mengatakan, lembaganya dapat mengetahui ketersediaan beras nasional melalui data KSA. Data itu menjadi acuan untuk menentukan importasi beras.

"Ia kalau beras itu ada Kerangka Sampel Area (KSA) setiap bulan. Ada amatan Agustus, nanti ke depan amatan September. Biasanya keluarnya itu tanggal 20. Itu amatan itu artinya, dicek, kemudian menjadi catatan kita semua untuk melakukan perencanaan menggunakan data KSA Kerangka Sampel Area dari BPS," ujar Arief kepada KBR, Kamis (5/10/2023).

Arief mengatakan, setiap bulan selalu ada pertemuan guna menyatukan kesamaan data. Pertemuan itu melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, BPS, hingga Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).

Arief menyebut, data produksi beras didapat dari BPS dan Kementerian Pertanian. Sedangkan ketersediaan luar negeri didapatkan dari Inatrade, sistem informasi di Kementerian Perdagangan.

Data Harus Akurat

Pengamat pertanian sekaligus Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyebut, data produksi dan impor beras memang sudah ada. Namun dia mengatakan, pemerintah mestinya memiliki data stok beras nasional yang akurat.

"Data stok itu kita harus memiliki data stok paling tidak tiga bulan sekali. Lalu data stok siapa yang mengumpulkan? Lebih baik BPS. Sehingga BPS diberi kewenangan, anggaran untuk melakukan survei stok tiap bulan itu karena itu mahal lho, survei itu mahal. Mendapatkan data itu mahal, bukan hal yang murah kan," kata Andreas kepada KBR, Kamis (5/10/2023).

Baca juga:

Menurut Andreas, jika pemerintah memiliki data beras yang akurat, Indonesia bakal terhindar dari impor yang berlebihan.

Dia menilai, pemerintah saat ini tak memiliki perhitungan yang baik dalam hal impor beras. Menurutnya, impor beras seharusnya diputuskan di Agustus, setelah mengetahui perkiraan produksi beras.

"Sehingga kalau kita memiliki data produksi tahun yang bersangkutan, perkiraan produksi tahun yang bersangkutan dan stok pada bulan tersebut, maka kita bisa memperkirakan 'Oh kita perlu impor atau tidak, oh produksi lebih jadi tinggal kita tidak perlu impor, oke produksi kurang', maka kita perlu impor dan berapa jumlahnya ditentukan dari sana," tambahnya.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, kebijakan impor serta produksi beras dalam negeri mesti terikat. Kata dia, impor dan produksi tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Sebab kata dia, hal tersebut kerap menimbulkan area abu-abu yang akhirnya dimanfaatkan para mafia beras.

Editor: Wahyu S.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!