indeks
Awal 2025, Kasus DBD Tembus 10 Ribu Kasus dengan 48 Kematian

Direktur Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini mengatakan hingga per 16 Februari 2025 telah terjadi 10.752 kasus dengan 48 kematian.

Penulis: Aura Antari

Editor: Resky Novianto

Google News
ilustrasi
Ilustrasi DBD. Freepik.jpg

KBR, Jakarta– Kementerian Kesehatan mencatat infeksi kasus Demam berdarah dengue (DBD) terus meroket di awal tahun 2025.

Direktur Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini mengatakan hingga per 16 Februari 2025 telah terjadi 10.752 kasus dengan 48 kematian. 

Dia menyebut mayoritas penyebab kematian karena ketidakwaspadaan terhadap gejala. Hal ini dapat terjadi ketika pasien merasa hanya demam biasa atau petugas kesehatan tidak memantau rinci kondisi pasien.

“Karena demamnya turun dianggap sudah baik padahal itulah saat kritis,” ujar Ina dalam Diskusi "Sosialisasi SE Kewaspadaan Peningkatan Kasus dan KLB Demam Berdarah Dengue & Chikungunya tahun 2025" disiarkan Youtube Kementerian Kesehatan RI, Kamis (20/2/2025).

Ina mengatakan upaya utama yang dilakukan Kemenkes yakni dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M plus sepanjang tahun di desa/kelurahan endemis DBD dan chikungunya.

"Pencegahan DBD melalui PSN 3M dilakukan dengan menguras dan menyikat TPA bak mandi seminggu sekali, menutup rapat TPA, memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air hujan," tuturnya.

Selain itu, lanjut Ina, kegiatan plus dilakukan dengan mengganti air vas bunga seminggu sekali, hingga memperbaiki talang air yang rusak.

"Lalu bisa memelihara ikan pemakan jentik, serta tidak menggantung pakaian di kamar," imbuhnya.

Sebelumnya, pada tahun 2024 , Indonesia mencatat 247 ribu kasus DBD dengan lebih dari 1.000 kematian. 

Baca juga:

Demam Berdarah di Trenggalek Tembus Lebih dari 1000 Kasus

DBD
kemenkes
Infeksi
kematian

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...