"Banyak yang datang ke kantor Wali Kota ini menitipkan anaknya sekolah di SMP favorit. Puluhan titipan, bahasanya ‘mohon titip’,”
Penulis: Yudha Satriawan
Editor: Resky Novianto

KBR, Solo- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menjamin proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) berjalan tanpa Kecurangan. Langkah tegas diambil salah satunya dengan penempelan pengumuman di kantor Balaikota Solo.
Dalam pengumuman itu berisi pesan terkait sikap Pemkot yang tegas melarang praktik “titipan” penerimaan murid baru di SPMB tingkat SD dan SMP.
"Banyak yang datang ke kantor Wali Kota ini menitipkan anaknya sekolah di SMP favorit. Puluhan titipan, bahasanya ‘mohon titip’,” ujar Wali kota Solo, Respati Ardi di kantornya, Minggu (30/6/2025).
Respati menekankan sistem SPMB sudah dibuka terbuka oleh Dinas Pendidikan. Dia menegaskan bahwa ada aturan jelas yang terpampang di kanal tersebut.
“Jelas aturan-aturannya, kami sesuai komitmen. Mereka titip ke Wali Kota, saya diminta intervensi dalam proses seleksinya, ada yang minta surat atau orek-orekan agar bisa lolos ke sekolah favorit tujuan,” tuturnya.
Respati menambahkan, komitmen Pemkot sesuai dengan komitmen Gubernur Jawa Tengah yang melabelkan “no titip” dan “no jastip” dalam proses seleksi SPMB tingkat SMA di Jawa Tengah.
Respati menjelaskan saat ini sudah tidak ada lagi sekolah favorit.
“Dinas Pendidikan di Solo menyatakan kualitas pendidikan, guru-guru dan kepala sekolah merata ke seluruh SD dan SMP,” jelasnya.
SPMB Rawan KKN
Kepala Inspektorat Pemkot Solo, Arif Dharmawan mengatakan SPMB rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Menurutnya, Pemkot bekerja sama dengan lembaga terkait mengawasi mengantisipasi kecurangan.
"Masalah sekolah, jadi di setiap terjadi SPMB saat ini kota menerjunkan tim saber pungli terdiri dari Pemkot, Polri hingga kejaksaan turun bersama melakukan pengawasan. Selama ini tidak terjadi yang namanya KKN atau pelenggaran, kecurangan dalam SPMB,” jelas Arif.
“Memang ada laporan secara online maupun offline tapi saat kita tindak lanjuti, tidak terbukti. Namun, kami meyakini masih ada kecurangan, tapi ya saat kita cek lapangan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Secara regulasi masih bisa diterima,” tambahnya.
Arif menjelaskan nantinya bakal ada percontohan sekolah anti korupsi. Dari situ, kata dia, orang yang berani melakukan “titip” calon murid baru akan berpikir ulang.
“Lha ini sekolah antikorupsi. Tidak akan terjadi kecurangan atau KKN di situ. Dengan demikian predikat Solo kota anti korupsi akan terjaga. Katakter siswa, sekolah, dan pendidikan di Solo anti korupsi tidak ternoda,” ujar Arif.
Arif menegaskan Pemkot juga menempatkan tim khusus di tingkat kelurahan melakukan pengawasan terkait jalur zonasi dalam menerbitkan surat keterangan domisli ataupun Kartu Keluarga (KK).
Tak hanya itu, modus kecurangan juga terjadi pada kekosongan kursi kuota sekolah tertentu yang belum terpenuhi. Biasanya, praktik jual beli kursi ini juga rawan terjadi di SPMB,” imbuh Arif.
Balai kota Pusat Pengaduan dan Informasi SPMB SD dan SMP
Balai kota Solo juga sudah membuka penerimaan pengaduan dan informasi terkait SPMB SD dan SMP mulai 1 Juli 2025.
Pendaftaran SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) untuk jenjang TK, SD, dan SMP di Kota Solo untuk tahun ajaran 2025/2026 sudah dimulai pekan lalu. Pendaftaran dilakukan secara online melalui situs resmi spmb.surakarta.go.id
Saat ini, pendaftaran jalur domisili dibuka pada 30 Juni hingga 3 Juli 2025. Data tahun 2025, Solo memiliki 152 Sekolah Dasar (SD) negeri dan 27 Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri.

Ombudsman Terima Laporan Pengaduan
Ombudsman RI mengonfirmasi telah menerima berbagai aduan sejak SPMB dimulai pada 16 Juni lalu.
Anggota Ombudsman RI periode 2021–2026, Indraza Marzuki Rais menyebut temuan awal menunjukkan adanya “pungutan di luar aturan” di beberapa wilayah.
“Saya tidak mengatakan pungli ya, karena nanti indikasinya jadi masalah hukum lagi kan. Saya bilang adalah pungutan di luar aturan. Memang ada kami temukan, dan ini banyak faktor. Bisa karena niat kecurangan, bisa juga karena ketidakpahaman petugas atau kurangnya sosialisasi dari atasannya,” ujar Indraza dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (26/6/2025).
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa pelaksanaan SPMB belum serentak di seluruh Indonesia, dan temuan di lapangan lebih banyak terjadi di proses seleksi sekolah di bawah Kementerian Agama (PPDBM) Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah yang sudah berlangsung sejak Februari.
Indraza mengungkapkan bahwa Ombudsman sudah mengingatkan sejak awal SPMB dan PPDM Tahun 2025 digelar, agar tidak boleh ada pungutan di luar ketentuan. Namun, disayangkan hal itu masih saja terjadi.
Kegiatan pengawasan Ombudsman terhadap penyelenggaraan SPMB dan PPDBM dimulai sejak pelaksanaan kick off meeting oleh Kantor Ombudsman Perwakilan Aceh pada 23 April 2025 lalu.
Adapun Ketua Ombudsman telah mengeluarkan Surat Edaran Ketua Ombudsman RI Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Sistem Penerimaan Murid Baru dan Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah Tahun Ajaran 2025/2026.
Selanjutnya berkenaan dengan asas kepastian hukum, Ombudsman akan melanjutkan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Aparat Penegak Hukum (APH) secara lebih intens.

Sistem Tak Siap, Etika Terabaikan
Indraza mengatakan salah satu akar masalah kecurangan penerimaan murid baru terletak pada krisis etika, lemahnya pengawasan, dan tidak adanya peta jalan pendidikan nasional yang jelas.
“Etika dan moral itu seharusnya di atas aturan dan hukum. Tapi sekarang orang malah cari celah dalam peraturan. Pendidikan bukan hanya soal mencetak orang pintar, tapi membangun peradaban,” ujar Indraza.
Indra menambahkan bahwa tanpa pemetaan jumlah sekolah, calon peserta didik, dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat, setiap tahun seleksi PPDB/SPMB hanya jadi “ritual tahunan” yang berulang.
“Enggak ada monitoring dan evaluasi. Tahun ini ribut, Agustus orang lupa. Tahun depan diulang lagi,” keluhnya.
Jejen menambahkan bahwa sistem rekrutmen kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan juga bermasalah karena tidak menggunakan merit system, melainkan patronase.
“Orang-orang di lingkaran bupati, wali kota, gubernur yang dapat posisi. Kepala sekolah jadi tak berdaya kalau ada titipan dari pejabat. Ini sistem feodal,” katanya.
Butuh Efek Jera dan Peta Jalan Nasional
Indraza juga menekankan perlunya efek jera dan keterlibatan aparat penegak hukum dalam menangani kecurangan Pendidikan.
“Penegakan disiplin masih lemah. Bahkan pelanggaran yang berpotensi pidana pun tidak ditindak. Ini butuh efek jera yang nyata”, ujar Indra.
Ia juga mempertanyakan ketidakhadiran peta jalan Pendidikan nasipnal yang bisa menjadi acuan jangka Panjang.
“Mohon maaf, saya dapat komentar, ‘Pak Indra, Pendidikan sekarang kok kayak investasi bodong?’ Sudah mahal, tapi anak selesai sekolah malah nggak jelas mau kerja apa”, ungkapnya.

DPR Tekankan Transparansi saat SPMB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayanti menekankan pentingnya prinsip transparansi dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) guna mencegah kecurigaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil seleksi itu.
"Semua harus transparan. Siapa pun yang punya akun bisa membuka posisi dalam pendaftarannya bagaimana. Urgensi transparan penting karena banyak yang bertanya-tanya kenapa tidak diterima," kata dia dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin (23/6/2025) dikutip dari ANTARA.
Menurut dia, sistem seleksi murid baru yang ada saat ini masih kurang berjalan maksimal karena pendaftar hanya bisa melihat posisi atau statusnya sendiri.
Pendaftaran SPMB jenjang SMA/SMK Jawa Timur. ANTARA/HO-Dinas Pendidikan Jatim.
Ia menilai kurangnya transparansi dalam sistem dapat menimbulkan pertanyaan dari orang tua maupun calon murid yang tidak lolos seleksi di sekolah pilihan mereka
Untuk itu, ia mendorong agar seluruh informasi calon peserta didik bisa diakses oleh setiap pendaftar agar masyarakat dapat memahami hasil seleksi secara objektif.
“Mestinya bisa lihat keseluruhan sehingga tahu secara detil. Oh, aku tidak diterima karena jalur domisili lebih jauh dari yang diterima atau yang lain'. Jadi, ada penjelasan yang jelas kalau anak tidak diterima di sekolah tersebut karena alasan apa,” kata dia.
Kemendikdasmen juga Membuka Posko Aduan
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) membuka layanan posko aduan guna memastikan pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 berjalan dengan objektif, transparan, akuntabel, berkeadilan, dan tidak diskriminatif.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikdasmen Gogot Suharwoto mengatakan masyarakat dapat menyampaikan aduan kecurangan kepada Kemendikdasmen melalui laman ult.kemdikbud.go.id dan posko-pengaduan.itjen.kemendikdasmen.go.id atau melapor kepada Dinas Pendidikan/Inspektorat Daerah setempat.
“Kalau ada kecurangan atau praktek-praktek kecurangan atau beberapa ibu orang tua, siapa saja, masyarakat di seluruh Indonesia, tolong disampaikan kalau ada kecurangan di posko kami,” kata Gogot di Jakarta, Rabu (25/6/2025) dikutip dari ANTARA.
Sejauh ini, kata dia, laporan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kemendikdasmen di 38 Provinsi menyimpulkan SPMB secara umum berjalan lancar.

Kecurangan: Problem Tahunan yang Tak Pernah Tuntas
Pengamat Pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah menilai berulangnya masalah teknis hingga praktik curang adalah bukti bahwa sistem pendidikan masih jauh dari standar berbasis mutu.
“Kerja-kerja kita termasuk kementerian itu jauh dari standar mutu. Selalu diulang problemnya. Misalnya ribuan masyarakat mendaftar di waktu bersamaan dan kita tidak mampu mengantisipasi,” tegas Jejen.
Jejen juga menyoroti adanya diskriminasi akses dalam sistem seleksi berbasis prestasi, di mana mayoritas anak berprestasi berasal dari kalangan menengah ke atas karena memiliki akses ke bimbingan belajar dan fasilitas tambahan di luar sekolah.
“Anak-anak miskin tidak masuk dalam kategori skema prestasi. Karena anak-anak menengah atas itu selain belajar di sekolah, juga ikut kursus, bimbel. Ini menimbulkan ketimpangan,” tambahnya.
Manipulasi Data dan "Rombel" Membengkak
Manipulasi dokumen, seperti pemalsuan surat domisili dan surat keterangan miskin, juga ditemukan sebagai modus untuk mengakali jalur afirmasi. Selain itu, banyak sekolah yang diam-diam menambah rombongan belajar (rombel) melebihi kapasitas.
“Anak-anak dijejalkan dalam satu kelas sampai 40 siswa lebih. Sementara di sekolah-sekolah elit hanya 20-22 orang. Ini disparitas luar biasa,” ujar Jejen.
Jejen berpendapat pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah masih bersifat parsial.
Ia menyarankan agar pemerintah dapat megimplementasikan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pendidikan gratis bagi sekolah negeri dan swasta, dengan pengaturan pembagian beban biaya yang realistis antara pusat, daerah dan juga masyarakat.
“Kalau tidak ada kolaborasi, pendidikan gratis itu omong kosong. Harus ada subsidi silang yang jelas,” tegas Jejen.
Baca juga:
- Dugaan Kecurangan Penerimaan Murid Baru Berulang di SPMB 2025, Kapan Bebas Praktik Culas?