NASIONAL

Apsyfi: Kelesuan Industri Tekstil Melebihi Saat Pandemi Covid-19

Pasar tekstil lokal kini dibanjiri produk tekstil impor yang harganya lebih murah ketimbang harga produk dalam negeri, terlebih lagi mereka menjual dengan cara online.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

Industri Tekstil
Pekerja selesaikan pembuatan pakaian di sebuah industri tekstil rumahan di Malang, Jawa Timur. (Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto)

KBR, Jakarta – Kondisi industri tekstil saat ini mengalami kelesuan yang lebih parah dibandingkan saat Pandemi Covid-19. Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta.

Redma mengatakan, pasar tekstil lokal kini dibanjiri produk tekstil impor yang harganya lebih murah ketimbang harga produk dalam negeri. Terlebih lagi, mereka menjual dengan cara online sehingga ekosistem pertekstilan sangat terganggu, baik dari sisi produksi hingga penjualan ke konsumen.

Dilanjutkannya, saat pandemi, rata-rata industri tekstil juga mengalami penurunan produksi. Tetapi saat itu, proses ekspor dan situasi di pasaran masih cukup berjalan dengan baik.

“Jadi kalau pas pandemi Covid-19 itu marketnya tetap ada, ekspor juga masih tetap jalan. Nah kalau sekarang ekspornya juga lagi susah, (pasar) lokalnya juga lagi diserbu produk-produk impor. Jadi turun (produksi) jauh. Kalau waktu Covid-19 itu kita bisa sampai 55 persen, 60 persen utilisasi ya, kalau sekarang sudah di bawah 50 persen utilisasinya rata-rata,” kata Redma kepada KBR, Senin (25/9/2023).

Lesunya industri tekstil lokal, kata Redma, sudah terjadi sejak kuartal ketiga 2022. Itu dampak dari membanjirnya produk impor dengan harga murah yang dinilai tidak masuk akal.

Baca juga:

- Larangan Jual Pakaian Bekas Impor, Kemenkop UKM Tawarkan Solusi

- Mendag Musnahkan 730 Bal Pakaian Bekas Impor

“Ini sudah terjadi sejak kuartal tiga. Nah yang kita sayangkan sampai saat ini pemerintah enggak ngapa-ngapain untuk memperbaiki kondisi industrinya maka makin lama ya tiap bulan ada pemutusan hubungan kerja (PHK), kurangi produksi, setiap bulan ada saja pabrik yang tutup. Ini lebih parah ketimbang Covid-19 kemarin,” ujar Redma.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!