Publik mencurigai banyak laporan kekayaan pejabat negara yang dimanipulasi, atau tidak sesuai kenyataan. KPK pun didesak aktif memeriksa LHKPN yang dilaporkan.
Penulis: Heru Haetami
Editor: Agus Luqman

KBR, Jakarta - Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara atau LHKPN milik Dedy Mandarsyah menuai sorotan luas dari warga.
Kekayaan yang dilaporkan Dedy ke Komisi Pemberantasan Korupsi KPK itu diduga ada anomali.
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional atau BPJN Kalimantan Barat diduga tidak melaporkan harta kekayaan yang sebenarnya.
KPK pun langsung turun tangan. Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango menyatakan, lembaganya telah menganalisa LHKPN Dedy Mandarsyah dan ditargetkan rampung pekan ini.
"Klarifikasi terhadap LHKPN yang bersangkutan. Biasanya cepat aja prosesnya, biasanya kalau klarifikasi dipanggil, tapi tergantung hasilnya (analisis),” kata Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Nawawi Pomolango menyebut banyak pejabat yang tidak jujur melapor LHKPN. Ada ketidakwajaran antara harga harta yang dimiliki dengan nominal yang dilaporkan.
Beberapa waktu lalu, KPK menelusuri asal-usul kekayaan tidak wajar milik beberapa pejabat di Kementerian Keuangan. Mereka antara lain bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo hingga bekas Kepala Bea Cukai Makassar Andi Pramono.
Mereka terbukti melakukan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
KPK mengakui bertanggung jawab memeriksa LHKPN pejabat yang memiliki anomali. Namun, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan KPK butuh peran aktif masyarakat.
“Jadi misalnya ada si X mungkin dari pemerintah pemeriksaan kami lolos tidak ada apa-apa, karena mungkin yang dilaporkan bersih tapi kalau kemudian masyarakat mengetahui dan kemudian membandingkan apa yang dilaporkan dan kemudian yang tidak dilaporkan ada, maka itu kan kemudian menjadi bagian dari peran serta masyarakat untuk menjadi poin kepada KPK untuk memeriksanya. Jadi KPK bukan latah ikut yang viral, tetapi sekali lagi itu bagian dari partisipasi publik laporan yang disampaikan KPK mungkin masyarakat kemudian mengetahui ada aset-aset yang tidak dilaporkan yang kemudian diviralkan ujar Ghufron dalam konferensi pers, Selasa (17/12/2024).
Baca juga:
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun siap membantu KPK mengusut harta pejabat atau penyelenggara negara yang mencurigakan.
Juru bicara PPATK, Natsir Kongah, memastikan PPATK terus bersinergi dengan aparat penegak hukum.
"PPATK juga selalu bekerja sama dengan penegak hukum, KPK, polisi, jaksa, dan semua penegak hukum,, agar pekerjaan yang dilakukan bisa segera dapat diselesaikan secara optimal. Jadi PPATK selain memberikan hasil analisis, hasil pemeriksaannya kepada penegak hukum, PPATK juga dapat menerima permintaan informasi dari penegak hukum untuk kita tindaklanjuti," kata Natsir kepada KBR Media, Selasa (17/12/2024).
Di lain pihak, Anggota Komisi III bidang Hukum DPR RI, Nasir Djamil menegaskan LHKPN penting untuk transparansi penghasilan pejabat negara.
Sayangnya, kata Nasir, LHKPN tidak dibarengi dengan aturan sanksi tegas bagi pejabat yang tidak patuh.
"Tapi memang undang-undangnya mengatakan bahwa tidak ada sanksi, ya tidak ada sanksi yang bisa diberikan kepada penyelenggaraan negara yang misalnya belum mengirim LHKPN-nya atau tidak mengirim LHKPN-nya atau tidak mencantumkan semua harta milik dia ke dalam LHKPN, begitu. Jadi ketika misalnya ada penyelenggaraan negara selama tidak 3 tahun atau 4 tahun atau 5 tahun tidak melaporkan LHKPN-nya maka ya tidak ada sanksi, begitu." ujar Nasir kepada KBR, Kamis, (12/12/2024).
Kewajiban lapor LHKPN tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). PP itu mengatur hukuman disiplin sedang, yang akan dikenakan pada pejabat administrator dan pejabat fungsional yang tidak melaporkan harta kekayaannya. Sanksinya dari ringan semisal pemangkasan gaji, hingga terberat pemecatan sebagai ASN.
Di lain pihak, aktivis antikorupsi Yudi Purnomo mendesak pimpinan KPK berani memeriksa dan menindak pejabat pemerintahan yang terindikasi memanipulasi LHKPN.
"Terkait dengan harta yang sudah dilaporkan tersebut, apakah nilai-nilainya sudah sesuai dengan harga pasaran atau sekurang-kurangnya harga pembelian yang wajar. Karena kita di publik tentu tahu ketika misalnya mobil, harganya sekian rata-rata pasar. Kemudian harga dari tanah ataupun rumah, sekian. Karena tentu itu merupakan hal yang umum seperti itu," ujar Yudi kepada KBR, Selasa, (17/12/2024).
Yudi yang juga bekas penyidik KPK itu mengatakan pada kasus Dedy Mandarsyah, KPK harus segera memanggil dan meminta klarifikasi atas LHKPN yang diduga janggal.
"Setidaknya hal-hal yang diklarifikasi. Pertama, apakah seluruh harta yang dimiliki dia baik atas nama dirinya sendiri, atas nama istrinya, atau atas nama anak yang masih tanggungan dirinya, termasuk juga harta ataupun aset-aset lain yang atas nama orang lain. Namun, secara real, kepemilikannya di tangan dia itu apakah semua sudah dilaporkan atau belum." ucapnya.