NASIONAL

Anggota DPR PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan

"Tidakkah kita pikir money politics dilegalkan aja di PKPU dengan batasan tertentu. Karena money politics ini keniscayaan. Kita tidak money politics, tidak ada yang pilih di masyarakat," kata Hugua.

AUTHOR / Shafira Aurel

politik uang
Ilustrasi Pilkada. ANTARA

KBR, Jakarta- Anggota Komisi II Fraksi PDI-P Hugua meminta agar politik uang atau money politics dilegalkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Menurutnya, politik uang menjadi sesuatu yang wajar di masyarakat. Hugua juga menilai dengan diberikan legalitas dari money politik, maka akan mempermudah kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Tidakkah kita pikir money politics dilegalkan aja di PKPU dengan batasan tertentu. Karena money politics ini keniscayaan. Kita tidak money politics, tidak ada yang pilih di masyarakat, atmosfernya beda,” kata Hugua saat rapat kerja antara Komisi II dengan KPU, Bawaslu, dan DKPP pada Rabu (15/5/2024).

“Jadi kalau PKPU ini istilah money politics dengan cost politics ini coba dipertegas, dan bahasanya dilegalkan saja batas berapa. sehingga Bawaslu juga tahu bahwa kelemahan money politics batas ini ya harus disemprit. Sebab kalau barang ini tidak dilegalkan kita kucing-kucingan terus," imbuhnya.

Hugua lantas mencontohkan agar batasan maksimum politik uang berjumlah Rp5 juta.

Adapun, larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Salah satu bunyinya, Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.

Baca juga:

- Pilkada Solo 2024 Tanpa Calon Independen

- Kemenko Polhukam: Konflik Sosial Rawan Terjadi di Pilkada Serentak 2024

Editor: Resky Novianto


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!