NASIONAL

Ancaman Deforestasi: WALHI Desak Pemerintah Batalkan Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan

WALHI menolak rencana pemerintah memperluas 20 juta hektar hutan untuk pangan dan energi. Rencana itu dinilai banyak dampak buruknya, dari memperparah deforestasi hingga konflik agraria.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Agus Luqman

WALHI tolak perluasan 20 juta hektar hutan, Deforestasi terbesar dalam sejarah Indonesia
Kebun sawit tradisional di Kampar Riau. (Foto: Wagino 20100516/Wikimedia/Creative Commons S-A 3.0)

KBR, Jakarta - LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) meminta DPR dan pemerintah membatalkan rencana perluasan 20 juta hektar lahan hutan untuk pangan dan energi.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian mengatakan rencana perluasan lahan itu tidak masuk akal dan hanya akan menambah dampak negatif yang lebih luas bagi keberlangsungan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, ia juga mengingatkan potensi kerusakan lingkungan yang akan semakin parah akibat rencana perluasan lahan ini.

"Itu akan memicu konflik yang lebih tinggi dan akan semakin banyak masyarakat di kampung-kampung yang akan diperhadapkan dengan tindakan represif dari aparat penegak hukum. Kami meminta rencana 20 juta hektar lahan hutan untuk pangan dan energi ini dihentikan terlebih dahulu, sebelum benar-benar ada analisis yang kuat. Lalu membuka akses dan partisipasi, menyediakan ruang informasi, mempercepat dan memperluas pengakuan hak masyarakat adat dan komunitas lokal," ujar Uli saat rapat dengar pendapat bersama DPR, di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Uli Arta Siagian juga menilai pembukaan lahan ini tidak berpihak kepada masyarakat dan hanya menguntungkan segelintir orang.

Menurut Uli, ini terlihat dari Menteri Kehutanan Raja Juli Antony yang lebih banyak melakukan kerja sama dengan kepolisian dan TNI dibandingkan dengan masyarakat adat atau lokal.

"Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan," katanya.

Baca juga:

Beban hutan untuk investasi

WALHI mencatat pada 2023, Indonesia telah kehilangan sebanyak 290 ribu hutan primer, 55 pulau kecil tercemar akibat kegiatan tambang dan batu bara, dan 3.197 desa pesisir tercemar limbah tambang.

Berdasarkan data WALHI, saat ini hutan di Indonesia sudah banyak dibebani investasi di kawasan hutan. Mulai dari perizinan berusaha hutan tanaman, pelepasan kawasan hutan serta sawit ilegal dalam kawasan hutan.

"Izin di sektor kehutanan saja sudah ada sekitar 33 juta hektare hutan kita yang dikapling untuk izin-izin di sektor kehutanan," kata Uli Arta.

Ia menambahkan ada 8.514.921 hektare hutan yang dilepas untuk sebagian besar 70 persen untuk perkebunan sawit yang didominasi korporasi.

Selain itu ada 3.337.000 hektare hutan dipakai untuk aktivitas perkebunan sawit ilegal, yang saat ini sedang dilakukan proses pemutihan.

"Proses pemutihan ini terindikasi kasus korupsi penataan sawit dalam kawasan hutan," tambah Uli.

Total lahan hutan yang sudah terpakai untuk investasi mencapai 45.300.422,37 hektare.

Di antaranya Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA), Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT), Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Restorasi (IUPHHK-RE), Izin Usaha Pengelolaan Jasa Lingkungan, Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK), Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), IUP Silvo Pastura dan Perhutani Jawa Madura. Total luas lahan yang terpakai dari izin-izin itu mencapai 33.448.501,7 hektare.

Baca juga:

Deforestasi terbesar dalam sejarah

Uli Arta menyebut, berdasarkan data yang diperoleh dari presentasi pemerintah, proyek 20 juta hektar hutan untuk pangan yang dilakukan pemerintah akan dialokasikan dari kawasan hutan yang belum dibebani izin serta yang sudah dibebani izin. 

Rinciannya:

  • 15,53 juta hektare akan diambil dari kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani izin. Terdiri dari 2,29 juta hektar hutan lindung dan 13,24 juta hektare hutan produksi.
  • 3,17 juta hektare dari kawasan hutan yang telah dibebani Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang tidak aktif dan berpotensi dicabut, serta 1,9 juta hektare hutan akan diambil dari lahan-lahan Perhutanan Sosial.

Berdasarkan data Forest Watch Indonesia pada 2025, hutan alam yang tersisa di kawasan hutan tinggal 80,1 juta hektare. Terdiri dari: 

  • 16,2 juta hektare hutan konservasi yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan keanekaragaman hayati, 
  • 22,3 juta hektare hutan lindung yang memiliki peran ekologis dalam menjaga keseimbangan lingkungan, serta 
  • 41,5 juta hektare hutan produksi yang selama ini telah mengalami bentuk ekspolitasi.

Menurut WALHI, rencana pembukaan 20 juta hektare hutan untuk pangan dan energi akan menjadi proyek legalisasi deforestasi terbesar dalam sejarah Indonesia.

"Teman-teman kami dari LSM Trend Asia membuat analisis, ketika hutan alam seluas 4,5 juta hektare dibuka, maka akan menghasilkan 2,59 miliar ton emisi karbon. Bisa dibayangkan kalau pembukaan lahan hutan lebih besar dari itu, bisa diakumulasi berapa milyar ton emisi yang dilepaskan dari pembukaan hutan, sekaligus kita kehilangan hutan yang berfungsi menyerap karbon. Jadi kita kehilangan dua sekaligus," kata Uli Arta.

Selain itu, konflik agraria di 2023 juga terjadi sebanyak 346 dengan luas sekitar 638 ribu hektar yang melibatkan 135 ribu keluarga.

Sebelumnya, Pemerintah berencana membuka 20 juta hektare hutan untuk pembangunan pangan dalam konteks lumbung pangan (food estate), energi, dan air.

Presiden Prabowo Subianto mengatakan Indonesia perlu menambah penanaman kelapa sawit tanpa takut dinilai membahayakan dan menyebabkan deforestasi.

Hal itu dia sampaikan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2025-2029 di Gedung Bapennas, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).

“Kita bersyukur, bersyukur. Negara lain penuh kesulitan, ketegangan, saya sampai kalau keliling luar negeri banyak negara terlalu berharap ke Indonesia. Saya sampai ngeri sendiri, terutama mereka sangat membutuhkan kelapa sawit kita rupanya. Kelapa sawit jadi bahan strategis, bayangkan. Jagalah kebun-kebun, itu aset negara. Dan saya kira ke depan kita harus tambah tanam kelapa sawit,” kata Prabowo.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!