NASIONAL

Aksi Setiap Hari di DPR untuk Mendesak Pengesahan RUU PPRT

Ada sekitar 600-an kasus kekerasan terhadap PRT. Bentuknya beragam, seperti tidak diberi makan, disiksa, dan tidak digaji.

AUTHOR / Heru Haetami

Aksi Setiap Hari di DPR untuk Mendesak Pengesahan RUU PPRT
Poster pre-launching film Mengejar Mbak Puan. Foto: Jala PRT

KBR, Jakarta- Para pekerja rumah tangga (PRT) masih akan terus melakukan aksi demo di depan gedung DPR RI, Jakarta. Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini mengatakan, acara itu akan digelar setiap hari di sana.

Tujuannya, mendesak Ketua DPR Puan Maharani segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Menurut Lita, pertemuan dengan Puan akan menjadi momentum penting untuk menagih janji membahas RUU PPRT dalam rapat paripurna DPR RI.

“Karena surat semua ada di pimpinan DPR, ketua DPR. Kalau ketua DPR tidak mendisposisikan, tidak mendelegasikan kepada bamus (badan musyarawah, red) dan pimpinan DPR untuk merapatkan, artinya, ya, itu tidak akan terjadi. Kita sedang mencoba juga untuk terus mendekati beberapa kolektif suara interupsi terus-menerus di setiap rapat paripurna untuk bisa menyuarakan di dalam rapur. Agar ketua DPR segera mengambil keputusan,” kata Lita dalam acara Pre-launching Film "Mengejar Mbak Puan", Selasa, (10/10/2023).

Lita menambahkan, pemerintah juga telah menyerahkan draf RUU PPRT ke DPR. Kata dia, pemerintah memberikan usulan terkait perubahan substansi, redaksional dan urutan. Perubahan itu khususnya pada mekanisme perekrutan dan penempatan PRT dan pengaturan antarpihak PRT, pemberi kerja, dan Perusahaan Penempatan PRT (P3RT), dan peningkatan keahlian dan keterampilan untuk PRT.

“Dengan penyerahan DIM ini artinya bola saat ini sudah diserahkan ke DPR RI agar RUU PPRT segera diparipurnakan dan disahkan,” ujar Lita.

Itu sebab, Lita mendesak pimpinan DPR segera mengagendakan kelanjutan pembahasan RUU PPRT dalam rapat paripurna DPR RI. DPR dan pemerintah juga didesak segera merampungkan dan mengesahkan RUU PPRT dalam masa sidang 2023.

Sebelumnya, ia pernah menyebut ada sekitar 600-an kasus kekerasan terhadap PRT. Bentuknya beragam, seperti tidak diberi makan, disiksa, dan tidak digaji. Itu sebab, dibutuhkan payung hukum yang bisa melindungi para PRT. Dalam catatan Jala PRT, pekerja rumah tangga didominasi kaum perempuan.

Kekerasan terhadap PRT

Dari laporan tahunan, Komnas Perempuan mencatat ada 58 kekerasan yang dilakukan majikan terhadap perempuan di tempat kerja selama 2022. Jumlah itu menempati posisi empat teratas dalam aduan masyarakat terkait kekerasan di ranah publik.

Menurut Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, data tersebut harus menjadi acuan DPR dan pemerintah untuk mendorong percepatan pengesahan RUU PPRT.

"Hal ini juga menjelaskan mengapa kehadiran Undang-Undang PKDRT saja, tidak cukup untuk melindungi pekerja rumah tangga. Dan karena itu kita membutuhkan payung hukum yang terpisah untuk menegaskan pengakuan dan jaminan pelindungan bagi pekerja rumah tangga," kata Andy dalam rilis Catatan Tahunan Komnas Perempuan, Selasa, (7/3/2023).

Pada Selasa, 21 Maret 2023, RUU PPRT telah disetujui menjadi usul inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna ke-19 Masa Sidang IV Tahun 2022-2023.

Apa Itu RUU Inisiatif DPR

Mengutip law.uii.ac.id, RUU usul inisiatif DPR adalah usulan rancangan undang-undang yang berasal dari sekurangnya 13 anggota dewan, komisi, gabungan komisi, atau badan legislasi.

Usulan harus disertai naskah akademik dan/atau penjelasan, yang kemudian disampaikan kepada pimpinan DPR, untuk selanjutnya dibagikan ke anggota lainnya dalam rapat paripurna berikutnya.

Rapat tersebut akan memutuskan apakah usulan inisiatif itu diterima atau ditolak. Jika diterima, namun dengan catatan perubahan, maka rapat paripurna akan menugaskan komisi, badan legislasi atau panitia khusus untuk menyempurnakan.

RUU yang diterima tanpa perubahan, selanjutnya akan diinfomasikan ke presiden untuk menunjuk kementerian yang akan mewakili pemerintah dalam pembahasan. Paling lama, 60 hari sejak surat dari pimpinan DPR diterima.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!