NASIONAL

AI Bisa Memberikan Informasi Salah dan Bias kepada Jurnalis

Efek negatif dari AI juga perlu diantisipasi.

AUTHOR / M Rifandi Fahrezi

AI Bisa Memberikan Informasi Salah dan Bias kepada Jurnalis
Ilustrasi. (Foto: rawpixel.com/Freepik/Creative Commons)

KBR, Jakarta- Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bisa memberikan informasi salah dan bias kepada jurnalis.

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria dalam acara Indonesia Digital Conference 2023 tentang Artificial Intelligence for Business Transformation di Bandung, Jawa Barat, Selasa, 22 Agustus 2023.

Karena itu, Nezar meminta para jurnalis dan masyarakat berhati-hati dalam penggunaan teknologi artificial intelligence (AI). Menurutnya, selain kewaspadaan, efek negatif dari AI juga perlu diantisipasi.

“AI ini juga berpotensi untuk memberikan halusinasi terutama yang memakai natural language processing untuk media. Jadi, dia dilatih terus menerus untuk mengurangi biasnya. Halusinasi ini bisa muncul macam-macam, dan bias yang muncul ini mengarah ke disinformasi. Bahkan, informasi yang toxic,” kata Nezar dalam acara Indonesia Digital Conference 2023 melalui daring, Selasa, 22 Agustus 2023.

Tantangan Jurnalis ke Depan

Nezar mengungkapkan, jika jurnalisme digantikan AI dan pengolahan data tidak disiapkan dengan baik, maka disinformasi sangat memungkinkan terjadi. Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan jurnalisme ke depan.

Selain itu, Nezar juga mendorong keterbukaan media pers untuk menggunakan AI dengan catatan media tersebut dapat mengantisipasi bias dari kecerdasan buatan.

“Dia berguna dalam pembuatan konten tapi kita harus hati-hati sekali. Ini terkait juga dengan labour force, berapa banyak tenaga kerja yang diserap oleh media kalau AI ini diterapkan,” kata Nezar.

Nezar menambahkan, AI mempunyai sisi negatif dan positif. Karena itu, pemerintah terus memantau perkembangan AI dan bersikap positif dengan perkembangan teknologi AI, serta mencermati sisi negatif yang akan muncul.

Apa Itu Artificial Intelligence (AI)?

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan merupakan teknologi pada mesin atau sistem komputer dengan simulasi kecerdasan manusia agar dapat melakukan tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia.

Keberadaan AI memiliki potensi besar untuk melakukan revolusi di berbagai bidang seperti kesehatan, keuangan, e-commerce, multimedia, transportasi, hingga manufaktur.

AI juga dapat mencakup berbagai teknologi seperti machine learning, computer vision, natural language processing, dan robotika.

Perkembangan AI dari Masa ke Masa

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dicetuskan pertama kali oleh John McCarthy pada 1956 dalam program AI Dartmouth Summer Research Project on Artificial Intelligence (DSRPAI) atau Konferensi Dartmouth.

Perkembangan AI pada zaman ini dapat dikatakan sangat lambat dikarenakan kurangnya komitmen para peneliti dan keterbatasan teknologi serta sumber daya komputasi.

Pada 1960, perkembangan AI semakin meningkat dikarenakan komputer mampu menampung lebih banyak informasi, harganya semakin murah, dan meningkatnya kecepatan pemrosesan data.

Selain itu, hadirnya ELIZA yang merupakan chatbot pertama sebelum hadirnya Siri, Alexa, ataupun beberapa robot NLP yang ada sekarang.

Penemuan AI membawa dampak perubahan yang cukup signifikan dari waktu ke waktu. Hingga pada 1972, Jepang menciptakan WABOT-1 yang merupakan robot pintar pertama yang mampu bergerak, melihat, serta berbicara.

Namun, pada 1973 hingga 1990 atau biasa disebut dengan AI Winter para peneliti menemukan kesulitan dalam membuat mesin pintar dikarenakan kinerja komputer yang digunakan masih lambat, dan belum cukup canggih memproses data dalam jumlah masif.

Pada 2000 hingga saat ini perkembangan serta penggunaan AI sudah semakin meningkat.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!