NASIONAL

19 Tahun Pembunuhan Munir, Komnas HAM: Crimes Against Humanity

"Kesimpulan kami ini adalah crimes against humanity. Jadi kejahatan terhadap kemanusiaan"

AUTHOR / Astri Septiani

19 Tahun Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib
Aksi memperingati 19 tahun kasus pembunuhan Munir Said Thalib di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (07/09/23). (Antara/Asprilla Dwi)

KBR, Jakarta- 19 tahun sejak tewasnya aktivis HAM Munir Said Thalib, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan kasus tersebut tak lagi sekadar dalam tahap kajian, melainkan penyelidikan di Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan menyebut Tim Adhoc kasus ini telah terbentuk.

Hari menyebut penyelidikan kasus Munir harus menggunakan Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 yang mengatur Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Komnas HAM juga menyatakan berupaya agar kasus ini segera diselesaikan secepat mungkin. 

Ia mendorong agar kasus ini tidak lagi berlarut-larut untuk memastikan keadilan korban dan juga untuk kepastian bagi para pembela HAM.

"Kesimpulan kami ini adalah crimes against humanity. Jadi kejahatan terhadap kemanusiaan dan unsurnya adalah salah satunya serangan terhadap penduduk sipil. Terus kemudian terkait apakah ada evaluasi dari penyelidikan penyelidikan sebelumnya? Iya kami sudah melakukan evaluasi makanya kami kemudian berkesimpulan penyelidikan ini harus menggunakan Undang-Undang 26 tahun 2000," kata Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan di kantor Komnas HAM, Kamis (7/9/23)

Hari melanjutkan, " Kedua, bagaimana kemudian upaya penyelidikan yang harus dilakukan itu bisa memenuhi kerangka  penyelidikan yang ada di kejaksaan agung. Makanya kami berkomunikasi secara aktif dengan Jaksa Agung untuk memastikan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM berat termasuk di dalamnya adalah kasus pembunuhan Cak Munir ini menjadi konsen dan prioritas dari Kejaksaan Agung untuk dapat menerima hasil penyelidikan kami. Kalau kemarin alasannya adalah penyelidik Komnas HAM tidak disumpah, misalnya. Ini sudah dua minggu yang lalu kami sudah ketemu dan ada solusi seperti itu. Jadi tidak ada alasan lagi bagi Kejaksaan Agung untuk menolak seluruh hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM."

Kata Hari yang akrab disapa Cak Wawa ini, Komnas HAM sudah melakukan pengumpulan alat-alat bukti hingga mendata saksi dan ahli yang akan diperiksa.

Kata dia Komnas HAM juga akan bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengupayakan perlindungan terhadap para saksi.

Baca juga:


Sementara itu pada kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM yang lainnya, Anis Hidayah tegas menyatakan Komnas HAM menyatakan bahwa lembaganya tak takut untuk mengungkap kasus ini secara sungguh-sungguh.

Ia juga memastikan Komnas HAM tak ada pihak lain yang bisa menekan atau menghalang-halangi upaya penyelidikan Komnas HAM.

"Mulai tahun ini kita melakukan proses penyelidikan untuk pengungkapan kasus Munir, apakah masuk kategori kasus pelanggaran HAM berat atau tidak. Kehadiran teman-teman sangat penting bagi kami untuk mengingatkan jangan berlarut-larut dalam proses penyelidikan untuk mengingatkan kami serius menjalankan mandat sebagai bagian dari komisioner Komnas HAM. Dan tentu saja sekali lagi kami akan berupaya sesungguh-sungguhnya, sepenuhnya agar ini bisa diselesaikan dengan proses yang akuntabel dan tentu tidak ada satu pihak manapun yang bisa menekan kami, yang bisa menghalang-halangi kami untuk mengungkap satu kebenaran. Sehingga jangan khawatir bahwa ada sedikitpun ketakutan pada diri kami untuk mengungkap atau menjalankan proses penyelidikan dengan sesungguh-sungguhnya," tegas  Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah.

Racun

Munir Said Thalib dibunuh dengan diracun pada 7 September 2004 saat tengah dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura. Hasil autopsi menunjukkan ada senyawa arsentik dalam tubuh Munir.

Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto. Ia adalah pilot Garuda Indonesia, yang namanya tercatat sebagai kru dalam penerbangan, tetapi tidak ikut terbang dari Singapura ke Amsterdam.  Namun vonis Pollycarpus sempat dikurangi menjadi 2 tahun, bahkan kemudian dia menghirup udara bebas.

Setelah Pollycarpus bebas, Kejagung mengajukan peninjauan kembali (PK) ke pengadilan. MA mengabulkan PK jaksa dan menghukumnya 20 tahun penjara.

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Sejumlah persidangan juga menyebut adanya keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN). Namun, tak ada yang dinyatakan bersalah. 

Bekas Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!