NASIONAL

165 WNI Terancam Hukuman Mati, Mayoritas di Malaysia

Kasus hukum yang menimpa ke-165 WNI itu membutuhkan pendampingan.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / R. Fadli

Hukuman Mati
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Ditjen Protokol dan Konsuler Kemenlu, Judha Nugraha. (Foto: ANTARA/Yashinta Difa)

KBR, Yogyakarta - Kementerian Luar Negeri mencatat ada 165 Warga Negara Indonesia (WNI) terancam hukuman mati di luar negeri. Mayoritas dari mereka atau 155 WNI berada di Malaysia, tiga di Arab Saudi, tiga di Uni Emirat Arab, tiga di Laos, dan satu di Vietnam. Kasus yang menjerat mereka, utamanya adalah peredaran narkotika.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) Ditjen Protokol dan Konsuler Kemenlu, Judha Nugraha mengatakan, kasus hukum yang menimpa ke-165 WNI itu membutuhkan pendampingan dan langkah terkoordinasi dari seluruh perwakilan RI dan Kementerian/Lembaga di tingkat pusat.

"Ini yang menjadi tantangan kita bersama bahwa 165 kasus itu perlu kita dampingi dengan langkah-langkah terkoordinasi dari seluruh perwakilan kita termasuk juga dengan kementerian lembaga kita di pusat untuk memastikan para WNI kita mendapatkan hak-haknya secara adil dalam sistem peradilan setempat," katanya di Yogyakarta, Kamis (20/6/2024).

Judha mengeklaim, Kemenlu terus memperkuat upaya perlindungan WNI di luar negeri dengan menyosialisasikan pedoman penanganan WNI terancam hukuman mati. Sebab, ini menjadi pedoman penting dalam menangani kasus-kasus krusial yang berpotensi merenggut nyawa WNI di luar negeri.

"Pedoman ini menekankan dua poin penting. Kami melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah WNI terjerumus dalam situasi yang berpotensi berujung hukuman mati," ungkapnya.

Dijabarkan Judha, upaya pencegahan yang dilakukan antara lain membekali WNI yang ingin bekerja di luar negeri dengan pengetahuan tentang hukum dan budaya negara tujuan. Selain itu, kampanye edukasi publik tentang bahaya bekerja secara ilegal di luar negeri dan risiko hukuman mati juga terus dilakukan.

"Kemenlu RI bekerjasama dengan negara-negara tujuan penempatan TKI untuk memperkuat perlindungan WNI," ujarnya.

Lebih lanjut, Judha mengatakan, perlindungan komprehensif untuk melindungi hak-hak WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, termasuk memberikan pendampingan hukum dan konsuler kepada WNI yang terancam hukuman mati sekaligus berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait untuk menangani kasus-kasus WNI terancam hukuman mati.

"Meskipun Kemenlu telah berhasil menyelamatkan 19 WNI dari hukuman mati di tahun 2023, namun terdapat 29 kasus baru di tahun yang sama. Ini menunjukkan perlunya langkah komprehensif yang tidak hanya fokus pada penanganan kasus, tetapi juga pada pencegahan," imbuhnya.

Judha menyebut, sosialisasi pedoman ini menjadi langkah penting untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi semua pihak dalam upaya perlindungan WNI di luar negeri. Karenanya, Kemenlu mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, untuk berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang hukum dan budaya negara tujuan kepada WNI yang ingin bekerja di luar negeri.

"Ini untuk mencegah terjadinya kasus-kasus yang dapat berujung hukuman mati melalui edukasi dan kerjasama serta mendukung upaya perlindungan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri," paparnya.

Pencegahan dan Edukasi

Sementara Tenaga Ahli Madya Kedeputian 3 Kantor Staf Presiden (KSP), Devi Triasari dalam kesempatan yang sama menegaskan pentingnya upaya pencegahan dan edukasi dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri.

Devi menjelaskan, Indonesia telah memiliki berbagai upaya pencegahan, seperti Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) bagi PMI. Selain itu, KSP juga melakukan benchmarking ke Filipina untuk mempelajari best practice dalam perlindungan PMI. Salah satu best practice yang ditemukan adalah pemberian informasi kepada masyarakat dan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) sebelum keberangkatan.

"Pemberian informasi ini penting agar masyarakat dan CPMI memahami gambaran yang jelas tentang negara penempatan, termasuk benefit dan risikonya," ujar Devi.

Devi mengungkapkan, pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam pemahaman PMI terhadap hukum dan budaya negara tujuan. Hal ini dikarenakan PMI dengan tingkat pendidikan rendah mungkin akan kesulitan dalam memahami informasi yang diberikan.

"Edukasi dan peningkatan kualitas pendidikan perlu menjadi fokus utama dalam upaya perlindungan PMI," paparnya.

Ia menyebut, mayoritas kasus yang dialami PMI di luar negeri terkait dengan masalah hukum dan kriminalitas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya pemahaman PMI terhadap hukum dan budaya negara tujuan.

"Untuk menangani kasus-kasus yang terjadi di luar negeri, Kemenlu telah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk KSP, untuk memberikan pendampingan hukum dan konsuler kepada PMI," ujarnya.

Devi juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam meningkatkan upaya pencegahan dan edukasi bagi PMI. Tujuannya agar PMI dapat terhindar dari berbagai risiko di luar negeri dan dapat bekerja dengan aman dan terlindungi.

Informasi Risiko

Direktur LSM Keluarga Besar Buruh Migran (Kabar Bumi), Karsiweni mengungkapkan, pentingnya sosialisasi informasi dan edukasi migrasi aman hingga tingkat desa. Hal ini sebagai upaya pencegahan bagi PMI agar tidak terjerat hukuman mati di luar negeri.

"Masih banyak kepala desa yang belum mengetahui informasi risiko PMI terjerat hukuman mati di luar negeri. Ini menjadi tantangan besar dalam upaya pencegahan. Perlu sinergi dari semua pihak," katanya.

Karsiweni menjelaskan, pihaknya juga melakukan sosialisasi dan edukasi migrasi aman kepada kepala desa di berbagai wilayah. Selain itu, pihaknya juga membuat buku panduan yang diberikan kepada kepala desa dan menyebarkan bantuan dari pemerintah.

"Upaya-upaya preventif ini sangat penting untuk mencegah PMI terjerat hukuman mati di luar negeri, " imbuhnya.

Baca juga:

BP2MI: Jangan Pandang Remeh Pekerja Migran Indonesia

Wapres: Tata Kelola Pekerja Migran masih Bermasalah

Selain upaya preventif, lanjut Karsiweni, pentingnya peningkatan kapasitas tentang aturan hukum negara penempatan yang terus berkembang juga perlu dilakukan.

"Peningkatan kapasitas ini penting agar para petugas dapat memberikan pendampingan hukum yang optimal kepada PMI yang bermasalah di luar negeri, " tandasnya.

Dalam kesempatan itu, Karsiweni juga menyoroti pentingnya peran negara dalam membebaskan PMI dari hukuman mati dengan cara apapun.

"Negara harus terus membela dan memperjuangkan hak-hak PMI di luar negeri termasuk PMI yang terancam hukuman mati," pungkasnya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!