Unlock your potential jadi tak bermakna jika tak dibarengi dengan perbaikan pendidikan dan kondisi masyarakat
Penulis: Dita Alya Aulia, Valda Kustarini
Editor: Valda Kustarini

KBR, Jakarta – Pernah dengar istilah unlock your potential alias gali potensimu? Tema soal mengeluarkan potensi supaya bisa lebih baik memang gencar dipromosikan baik oleh pemerintah maupun korporasi.
Sayangnya, menurut Praktisi Marketing dan Content Creator Andriy Hadinata topik itu hanya teori tanpa praktik, sebab Indonesia tidak pernah serius menggali potensi yang dimiliki.
Ia menyoroti beberapa hal yang jadi penghambat Indonesia maju dilihat dari kebiasaan masyarakatnya. Pertama, bekerja tapi tidak produktif dan cepat berpuas diri. Ia menjelaskan banyak orang hanya melakukan tugas tanpa menelurkan hasil. Artinya melakukan pekerjaan bukan untuk mencapai target tetapi hanya untuk menggugurkan kewajiban. Sehingga apa yang dikerjakan menjadi kurang berdampak.
Padahal di kondisi seperti sekarang, orang yang bisa memberikan pengaruh positif bakal memiliki nilai lebih.
"Kalau udah foto-foto merasa sudah sukses dan berhasil, padahal belum ngapa-ngapain. Apakah yang kita bangun sustainable nggak dalam waktu 5 atau 10 tahun lagi? Jadi hasil dan impact-nya jarang keliatan," ujar Andriy.
Kedua, etos kerja dan pola pikir, Andriy mengatakan etos kerja dan mindset orang Indonesia masih sulit bersaing di global. Sebab, mayoritas kurang resilien menghadapi masalah serta tidak efektif dan efisien saat bekerja.
Menurutnya, jika bercita-cita bekerja di luar negeri, pekerja harus mampu mendorong dirinya bersaing dengan orang-orang dari negara lain.
“Lu kerja di negara yang kayak Singapura emang bisa? Lu bisa gak mengubah behavior lu sesuai dengan culture mereka? Karena lu yang harus masuk ke mereka loh. Bukan mereka yang ngikutin lu,” turut Andriy.
Di tengah persaingan tenaga kerja, potensi bonus demografi yang digadang-gadang akan mengantarkan Indonesia Emas justru terancam gagal, sebab berkaca pada kompetisi di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih jauh dari Vietnam.
“Permasalahan itu kita kalah, sehingga kita tuh tidak punya rekam jejak, kita juga nggak punya hasil dari apa yang bisa kita produksi sendiri,” katanya.

Baca Juga:
Kemampuan yang Relevan Meningkatkan Potensi Keberhasilan
Melihat potensi angkatan kerja Indonesia yang akan meningkat seiring bonus demografi yang disebutkan Badan Pusat Statistik (BPS), kemampuan yang mesti dimiliki oleh orang-orang adalah komunikasi. Meski terlihat sederhana tapi tak semua bisa ngutarakan maksudnya dengan baik. Melalui komunikasi individu bisa menjelaskan potensi yang dimiliki.
Selain itu, jika ingin bekerja di dunia internasional, menguasai bahasa asing merupakan sebuah kewajiban.
“Di luar negeri kan of course ngomongnya gak pakai bahasa Indonesia. Ngomongnya pakai Bahasa Inggris. Lu bisa gak ngomong pakai bahasa Inggris? Lu bisa gak nulis dengan bahasa Inggris? Kalau itu aja masih belepotan, berarti lu harus upgrade diri dulu. Minimal kemampuan berbahasa,” tutur Andriy.
Manfaat lain dari memiliki keahlian berbahasa asing adalah bisa membuat prompt atau instruksi untuk menggunakan artificial intelligence (AI). Apalagi, saat ini AI banyak dimanfaatkan untuk membantu pekerjaan. Dengan memahami cara membuat perintah yang sesuai, pemakainya bakal mendapatkan hasil yang diinginkan.
“Kalau ingin mengejar minimal lu harus bisa menguasai atau memahami basic tentang AI generatif. Kan chat GPT atau Gemini itu kan AI generatif kan. Itu dulu deh,” kata Andriy.

Dasarnya dari Pendidikan..
Hal-hal yang tadi Andriy sebutkan untuk mengeluarkan potensi tidak akan tercapai jika belum ada perubahan dalam sistem pendidikan di dalam negeri. Sebagai pekerja kreatif, Andriy menilai edukasi di Indonesia masih banyak menggunakan cara-cara jadul, misalnya masih mengandalkan hafalan, padahal seharusnya anak sekolah diasah untuk memiliki kreativitas.
“Kalau lu bikin soal essai, jawabannya tuh harus sesuai plek ketiplek dengan buku cetak yang ada jadi referensinya. Kan aneh minimal kan lu masih bisa menuangkan pikiran lu kan walaupun beda-beda dikit. Akhirnya kita hanya bisa mendapatkan generasi yang menghafal doang,” jelasnya.
Berkembangnya teknologi tanpa didampingi cara berpikir kritis justru membuat orang-orang bertambah malas, alih-alih penggunaan ChatGPT dan Gemini sebagai alat bantu, banyak orang menggantungkan jawaban dari AI.
“Lu bayangkan orang-orang yang males untuk googling ini, ketika pakai chatGPT, ya sama kan kayak gitu juga. Chat GPT-nya akhirnya cuma jadi pajangan doang,” tutur Andriy.
Terakhir, Andriy menyarankan pemerintah untuk mulai membuat sistem pendidikan yang bisa menyiapkan anak-anak yang memiliki skill sesuai dengan kebutuhan industri. Sebab, saat ini bonus demografi yang tinggi tidak akan terserap jika kemampuannya tidak sesuai dengan industri, job mismatch masih jadi tantangan di dalam negeri. Jangan sampai potensi pekerja produktif malah berujung tingginya angka pengangguran.
“Ya kalau tadi kita bahas banyak yang gak bisa dapat kerja setelah lulus, ya karena gak relevan. Gak relevan, kebutuhannya tuh gak nyambung,” katanya.
Dengarkan selengkapnya di Uang Bicara episode Resep "Unlock Your Potential" bagi Warga +62
Baca Juga:
- Cari Kerja Sulit, Job Fair Bisa jadi Solusi?
- RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas 2025 dan 2026, Kapan Bisa Disahkan?