ragam
RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas 2025 dan 2026, Kapan Bisa Disahkan?

Pakar menilai bahwa RUU ini penting untuk segera disahkan bukan hanya untuk kasus korupsi, tetapi juga berbagai kejahatan ekonomi.

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
kejagung
Kejagung menyita Rp1,37 triliun lebih merupakan penyerahan dua perusahaan sawit terkait kasus ekspor CPO, Rabu (2/7/2025). ANTARA FOTO

KBR, Jakarta- Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset terkait Dugaan Tindak Pidana akhirnya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025 dan 2026.

Pengesahan itu diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (23/9/2025).

“Apakah laporan Badan Legislasi terhadap hasil pembahasan atas perubahan Prolegnas tahun 2025-2029, perubahan kedua Prolegnas RUU Prioritas 2025 dan Prolegnas Prioritas tahun 2026, dapat disetujui?” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani.

Sebelumnya, RUU Perampasan Aset ini mandek selama lebih dari satu dekade setelah naskah RUU tersebut pertama kali disusun pada 2008 atau era Pemerintahan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

RUU ini sempat mendapat angin, ketika Surat Presiden atau Surpres RUU Perampasan Aset baru dikirimkan ke pimpinan DPR sejak 4 Mei 2023 lalu. Tapi, Surpres itu tak kunjung dibahas DPR.

Pertaruhan Political Will di DPR

Orin Gusta Andini, Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menilai hambatan utama pengesahan RUU ini bukan semata soal substansi, tetapi juga soal kemauan politik atau political will.

“Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset ini sudah diinisiasi sejak zaman pemerintahan SBY. Namun beberapa tahun sempat keluar masuk di Prolegnas. Itu menunjukkan memang agak sulit menafsirkan political will dari pemerintah maupun DPR,” ungkap Orin dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (23/9/2025).

Menurutnya, justru perdebatan substansi harus segera diselesaikan di meja pembahasan DPR.

“Hal-hal yang debatable itu memang harus ada. Justru dengan dibahas segera, kita bisa menemukan jalan keluarnya. Karena banyak penelitian yang juga menyoroti aspek HAM, misalnya terkait hak pihak ketiga,” tambahnya.

red
Massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (4/9/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
advertisement


Mendesak Segera Disahkan

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai RUU Perampasan Aset sangat mendesak dibahas DPR karena dinilai mampu meningkatkan pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah menyebut sepanjang 2019–2023, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp234,8 triliun, namun hanya Rp32,8 triliun atau 13,9 persen yang berhasil dirampas kembali.

“RUU Perampasan Aset penting karena menjadi instrumen hukum baru yang bisa menutup celah pengembalian aset korupsi yang selama ini sulit dijangkau,” kata Wana dalam diskusi publik Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) dengan tajuk "Tarik Ulur Nasib RUU Perampasan Aset" di Jakarta, Jumat (19/9/2025) dikutip dari ANTARA.

Ia menambahkan, norma yang diatur dalam rancangan RUU seperti asset forfeiture dan unexplained wealth penting agar negara memiliki dasar hukum lebih kuat untuk mengejar harta yang tidak wajar dari pejabat publik.

Mengapa RUU Perampasan Aset Sejak Awal Bukan Prioritas?

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, memastikan pembahasan RUU Perampasan Aset sudah masuk sejak awal periode. Namun, kala itu DPR harus memprioritaskan regulasi lain yang dinilai lebih mendesak, seperti RUU KUHAP.

“Sebenarnya sejak awal antara pemerintah dan DPR, itu telah membicarakan terkait dengan RUU perampasan aset ini. Bahkan di awal periode kami sudah berdiskusi secara intensif. Namun saat itu ada beberapa rancangan undang-undang lain yang menjadi prioritas, seperti RUU KUHAP yang urgensinya sangat mendesak,” jelas Irawan dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (23/9/2025).

Menurut Irawan, KUHAP perlu diprioritaskan karena menyangkut peletakan kewenangan lembaga penegak hukum.

“Di RUU KUHAP itu nantinya juga ada peletakan kewenangan masing-masing lembaga negara, khususnya kepolisian, kejaksaan, peradilan. Meskipun RUU Perampasan Aset prinsip utamanya non-conviction based asset forfeiture, tapi itu tetap terkait dengan kewenangan lembaga negara,” katanya.

Irawan juga menyoroti perdebatan soal istilah yang digunakan. Kata dia, Perampasan Aset yang digunakan seyogyanya diganti dengan pemulihan aset.

“Kenapa harus menggunakan istilah perampasan aset? Padahal kalau kita buka UNCAC, terminologi yang digunakan adalah stolen asset recovery, atau pemulihan aset. Perampasan aset itu hanyalah salah satu bagian kecil dari proses pemulihan aset,” tegasnya.

red
Kejagung menunjukkan barang bukti uang sitaan Rp565 miliar kasus importansi gula Kemendag, di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (25/02/25). (Antara/Nadia P)
advertisement

Pemerintah Berjanji Pembahasan Tak Lama

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah bersama DPR berkomitmen membahas RUU Perampasan Aset dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Menurut Yusril, RUU Perampasan Aset berisi hukum acara pidana khusus sehingga pembahasannya harus tepat dan sesuai dengan peraturan hukum pidana yang berlaku.

"RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025-2026," kata Yusril dikutip dari ANTARA.

Sementara, Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyebut Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bukan produk legislasi yang mudah dibahas.

“Dari peristilahan, tidak ada satu pun di dunia ini yang menggunakan istilah perampasan aset,” ucap Eddy dalam Rapat Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

Dia menjelaskan, sistem hukum internasional hanya mengenal istilah asset recovery. Menurut Eddy, istilah itu tidak diterjemahkan sebagai perampasan aset, melainkan sebagai pemulihan aset.

“Perampasan aset itu adalah bagian kecil dari pemulihan aset,” jelas Eddy.

Alasan Prabowo Dorong RUU Perampasan Aset

Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Hal itu disampaikan saat Prabowo saat berpidato dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).

“Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-undang Perampasan Aset. Enak saja sudah nyolong, nggak mau kembalikan aset. Saya tarik saja itu. Setuju?,” ujar Prabowo di hadapan massa.

red
Petugas KPK memeriksa sepeda motor sitaan hasil rampasan kasus korupsi yang akan dilelang di Cawang, Jakarta, Kamis (5/12/2024). (Foto: ANTARA/Reno Esnir)
advertisement

Kejagung Pernah Sita Uang Triliunan Rupiah

Lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) kerap menyita uang hasil kejahatan korupsi. 

Mengutip dari ANTARA, pada Juli 2025, tak tanggung-tanggung, Kejagung bahkan pernah menyita uang senilai Rp1,3 triliun dari enam terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya tahun 2022.

Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Sutikno dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, menerangkan bahwa enam terdakwa korporasi itu berasal dari dua grup perusahaan, yaitu Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.

Dia mengatakan bahwa dalam Musim Mas Group, terdapat tujuh perusahaan yang menjadi terdakwa korporasi, yaitu PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas

Seluruhnya dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti atas kerugian perekonomian negara dengan total sebesar Rp4.890.938.943.794,01.

Urgensi RUU Perampasan Aset untuk Segera Disahkan

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Pujiyono Suwadi, menegaskan bahwa RUU ini penting bukan hanya untuk kasus korupsi, tetapi juga berbagai kejahatan ekonomi.

Illicit enrichment itu bukan hanya soal korupsi. Tapi bisa juga kejahatan-kejahatan ekonomi lainnya. Sehingga ketika kita bicara unexplained wealth, itu bisa terdeteksi dari sisi pajak. Jadi RUU ini penting bukan sekadar menghukum orang, tapi untuk mengembalikan kerugian negara,” ujar Pujiyono dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (23/9/2025).

Pujiyono, yang juga merupakan Ketua Komisi Kejaksaan RI mendukung segera disahkannya RUU Perampasan Aset. Meski begitu, ia mengingatkan agar pembahasan tidak tergesa-gesa.

“Perampasan aset itu perlu segera dibahas, tetapi jangan sampai meninggalkan legasi yang bermasalah. Jangan sampai jadi regulasi yang kontraproduktif, seperti kasus cek kosong dulu yang akhirnya tidak pernah dijalankan,” tambahnya.

Ia mengingatkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset perlu dibahas dengan hati-hati karena berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang jika tidak disertai pembatasan jelas.

Dia menjelaskan, rancangan versi April 2023 mengatur mekanisme non-conviction based asset forfeiture yang memungkinkan aset dirampas tanpa putusan pidana. Model ini dianggap efektif, tetapi juga membuka peluang kriminalisasi jika tanpa kontrol ketat.

Negara, lanjutnya, juga punya kepentingan mengejar aset hasil korupsi yang selama ini sulit dijangkau.

“Kalau tidak ada batasan, aset orang bisa langsung disita hanya berdasarkan dugaan. Padahal tujuan kita mengembalikan kerugian negara, bukan menakut-nakuti masyarakat,” terangnya.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media

Baca juga:

Sengkarut MBG: Ribuan Anak Keracunan, Desakan Moratorium, hingga Janji Evaluasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Menpora Erick Inisiasi Diskusi Bersama Mantan Menpora

RUU Perampasan Aset
Prabowo Subianto

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...