Perilaku fangirling atau fanboying punya manfaat jika paham batasan-batasannya
Penulis: Astri Septiani, Wydia Angga
Editor: Ninik Yuniati

KBR, Jakarta - Fenomena fangirling dan fanboying bukan lagi hal aneh, meski sebagian masih mempertanyakan dampaknya pada kesehatan mental.
Ada bermacam aktivitas fangirl atau fanboy, bagaimana penggemar mengekspresikan cinta pada idola. Misalnya, fans merasa seperti punya hubungan spesial dengan idol K-pop, aktor, atau karakter anime. Relasi ini di psikologi, biasa disebut parasocial relationship.
Tak jarang para fans dicap aneh dan halu. Walau sebenarnya, hubungan satu arah ini punya sisi positif, ketika bisa menjadi sumber semangat dan inspirasi.
Farah Mahira, kreator konten K-pop, membagikan perjalanan fangirling-nya di podcast Diskusi Psikologi (Disko). Fahira dikenal lewat video "POV interaksi imajiner dengan idol Seventeen".
“Wow banget sih grup ini. Apalagi mereka bertigabelas, kayak si stage-nya tuh wow banget. Akhirnya jadi fans dari 2015 sampai sekarang. Jadi aku udah 10 tahun melihat perkembangan mereka. Bisa dibilang growing up together,” kata Farah dalam podcast Disko yang tayang di Youtube KBR Media.
Kecintaannya pada Seventeen diekspresikan Farah lewat cara-cara kreatif. Farah membuat video POV di TikTok, seolah-olah ia berinteraksi dengan idolanya.
Awalnya Fahira khawatir dianggap cringe, tetapi ternyata respons dari teman dan warganet justru positif. Kini Farah punya puluhan ribu followers di akun Tiktok-nya @farahmahiraa.
“Di TikTok banyak konten POV-POV yang komedi skit. Aku memang suka aja, suka bercerita, suka membuat skit-skit. Kadang idenya muncul dari skit-nya dulu nih. Baru member mana yang cocok aku masukin ke POV ini. Aku enjoy bikin story-nya, create kontennya, terus mengeksekusinya,” kata Farah.

Cegah "halu"
Seiring bertambah usia, cara Farah menggemari idol pun berubah. Fahira remaja, 13 tahun, sempat berkhayal bisa dekat dengan Seventeen. Kini, ia lebih realistis, menjalani fangirling dengan santai.
“Kalau dulu ada halu-halu-nya, sekarang lebih ke hiburan aja. Misalnya lihat update, ya cuma, oh dia lagi ke China, udah gitu aja,” katanya.
Farah juga belajar menghindari FOMO (fear of missing out).
“Itu yang bisa bikin orang terlalu engage. Padahal kita bisa kok hidup tanpa tahu semua update,”
Di sisi lain, fangirling membawa manfaat bagi Farah. Ia bisa mengeksplorasi passion-nya di dunia bisnis dengan menjual album dan photocard Seventeen.
Host podcast Disko sekaligus psikolog klinis Mutiara Maharini menekankan parasocial relationship tak sepenuhnya negatif. Banyak hal positif dari mengagumi idola asal paham batasannya. Mahari menegaskan pentingnya memiliki kesadaran untuk bisa membedakan realita dan fantasi.
Lantas bagaimana menjalani parasocial relationship yang sehat? Dan bagaimana cara supaya enggak terjebak fantasi dengan idola? Saksikan selengkapnya di Podcast Disko (Diskusi Psikologi) episode "Nyaman Parasocial Relationship Sama Idol, Mental Aman?" bersama content creator Farah Mahira.
Baca Juga:
- Belajar Body Positivity, Melawan Body Shaming
- Job Hugging in This Economy, Mental Aman?