ragam
Survival Kit biar Mental Terjaga di Tengah Gelombang Unjuk Rasa

Di tengah gelombang unjuk rasa, menjaga kesehatan mental sangat penting, agar bisa tetap produktif meski situasi sedang sulit.

Penulis: Wydia Angga

Editor: Ninik Yuniati

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Survival Kit biar Mental Terjaga di Tengah Gelombang Unjuk Rasa
Aksi Demo Bubarkan DPR di Jakarta, 25 Agustus 2025. Sumber: LBH Jakarta

KBR, Jakarta - Dua pekan terakhir, publik dibanjiri informasi soal demonstrasi. Di media sosial, berseliweran komentar marah, sedih, kecewa, yang berpotensi membuat warganet lelah mental. Beberapa orang mengaku butuh rehat sekejap, mengambil jarak sejenak demi memulihkan diri.

Penyanyi Daniel Baskara Putra atau yang akrab dikenal Hindia, salah satunya. Melalui akun Instagram-nya @wordfangs, Hindia bilang ingin jeda sebentar dari medsos karena mentalnya mulai terganggu. Banyak kawannya juga mengalami hal serupa, katanya.  

red
Tangkapan layar akun Instagram Hindia
KBR

Sejumlah warganet juga mengaku mentalnya didera rasa penat. 

"Gue stress sendiri liat berita demo semakin anarkis gue gamau main tiktok lagi, gabaik untuk kesehatan mental dan jiwa gue," tulis akun @nbXXX

"Kondisi internal, personal dan kondisi saat ini benar2 nguras fisik dan mental. Butuh istirahat sementara sambil fokus ngelarin ini dan itu demi bertahan hidup," tulis akun @aloeXXX

"Jujur udah jenuh banget sama membludaknya informasi dan provokasi tentang situasi saat ini. Sampai di titik dimana bawaanya emosi mulu. Udah kena mental dan emosional. Tapi mau ga mau wajib banget tetap update dan sharing himbauan karena gw percaya partisipasi itu penting," tulis akun @chaXXX

"Saya sebenernya lagi menarik diri dari semua platform sosial media karena kondisi mental yg saya rasa lagi gak baik2 aja, tp kalau saya ga speak up soal pendapat saya mengenai kondisi negara kita saat ini kayaknya saya akan merasa sangat sangat bersalah," tulis akun @oioiXXX

"Mental health ku keganggu imbas kondisi Indonesia saat ini," tulis akun @_DiaryXXX

Psikolog Klinis Mutiara Maharini mengingatkan masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan mental, agar bisa tetap produktif di tengah situasi yang sulit.

Anjuran ini berlaku bagi mereka yang turun ke jalan, menyampaikan aspirasi, maupun warganet yang berinteraksi dan terpapar informasi di medsos.

Mutiara Maharini yang juga merupakan host Podcast Disko “Diskusi Psikologi” membagi survival kit agar masyarakat tetap waras di tengah kondisi yang memanas:

1. Identifikasi dan validasi emosi apapun yang sedang dirasakan

Terima lebih dulu perasaan yang dialami: rasa marah, kecewa. Kemudian, pahami emosi yang sedang dirasakan tersebut, mengapa merasakannya, dan apa yang sebenarnya dibutuhkan.

2. Self soothing techniques


Aktifkan setiap indera dengan melakukan hal-hal sederhana. Misalnya dengan meremas-remas stress ball, berolahraga, kembali ke alam, atau mandi air dingin. Hal ini bertujuan untuk membantu mengalihkan emosi yang intens, dan menurunkan intensitasnya.

3. Ekspresikan apa yang kamu rasakan!


Curhatlah kepada orang yang tepercaya, menulis, menggambar, serta carilah orang-orang yang memahami perasaanmu, supaya kamu tidak merasa sendirian.

4. Cek fakta sebelum sharing konten apapun!


Pastikan informasi apapun yang dibagikan merupakan fakta bukan fitnah atau hoaks yang malah memperburuk suasana.

5. Take positive action


Edukasi orang-orang di sekitar, bisa bantu UMKM, ojek online, berdoa, dan juga menyemangati orang-orang yang sedang berjuang.

6. It's okay to take a break


Detox
media sosial media sementara waktu, beri jeda sejenak untuk istirahat sebagai bagian dari merawat diri atau self-care. Pasalnya, self-care sangat penting supaya tetap memiliki energi menyuarakan aspirasi.

"Supaya energi kita sustain terus, agar kita bisa lanjut mengadvokasikan hak-hak kita ke depannya,"

Ketika semua langkah di atas dirasa tidak cukup, Mutiara Maharini juga menyarankan masyarakat untuk mencari pertolongan profesional.

“Boleh juga untuk seek professional help, atau datang ke profesional seperti ke psikolog ataupun ke psikiater, kalau dirasa sudah mengganggu. Semangat semuanya! Yuk kita berjuang bersama untuk kesehatan mental kita!” pungkasnya.

Soal ini, Kementerian Kesehatan Ri juga membuka layanan kesehatan mental gratis. Masyarakat bisa menghubungi nomer ke 119 ext 8, atau mengakses website: healing119.id. 

Khusus warga Jakarta, bisa menghubungi telekonseling Jakcare 080001500119. Jakcare merupakan layanan dukungan psikologis yang disediakan 24 jam oleh Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga:

- Lagi Berselancar di Dating Apps? Hati-Hati Love Scamming!

Alissa Wahid Spill Kiat Rawat Perkawinan, No Baper

Bagaimana Menjelaskan ke Anak?

Adapun bagi anak, situasi yang berkembang belakangan ini, mungkin sulit dipahami. 

Psikolog Anak, Feka Angge Pramita memberi saran agar orang tua memahamkan ke anak soal demonstrasi secara sederhana. 

Orang tua bisa menjelaskan bahwa demo adalah cara menyampaikan aspirasi supaya didengarkan, tetapi tidak boleh dilakukan dengan kekerasan, menjarah, atau tindakan anarkis lainnya. Orang tua, kata Feka, juga bisa menggunakan contoh dalam keseharian untuk memberi pemahaman.

“Seperti ketika anak ingin sesuatu. Menyampaikan keinginan itu bentuk aspirasi. Namun, jika dengan menangis, tantrum, atau memaksa, itu contoh cara yang tidak baik,” ujar Feka.

“Kadang anak-anak remaja menganggap menjarah atau merusak sebagai bahan bercanda. Orang tua perlu meluruskan bahwa hal tersebut tidak wajar dan tidak boleh,” tambahnya.

Orang tua diminta tidak emosional ketika memberikan pemahaman ke anak dan pilihlah waktu yang tepat. 

Jika anda menyukai pembahasan mengenai kesehatan mental, anda juga dapat menikmati Podcast Disko "Diskusi Psikologi" produksi KBR melalui kbr.id, Spotify maupun Youtube.

demonstrasi
demo
#bubarkan DPR
Podcast Disko
Diskusi Psikologi
Psikolog
Layanan Kesehatan Mental gratis
Mental Health

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...