Komnas HAM menilai revisi UU HAM cukup berbahaya karena Kementerian HAM sebagai bagian dari pemerintah berpotensi menjadi “pemain sekaligus wasit” dalam penegakan HAM.
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengkritik rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Rancangan ini dinilai berpotensi melemahkan kewenangan Komnas HAM di tengah semakin besarnya kewenangan Kementerian HAM.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah mengungkapkan lembaganya telah menerima draf revisi UU HAM dari pemerintah pada 27 Oktober lalu. Setelah mempelajari isi rancangan tersebut, Komnas menemukan puluhan pasal krusial yang dinilai bermasalah.
“Kami membaca secara jeli pasal per pasal terkait dengan revisi undang-undang tersebut. Kami memang menemukan setidaknya 21 pasal krusial dalam rancangan RUU tersebut yang kami nilai bermasalah baik dari sisi norma maupun dari sisi kelembagaan tata lembaga penegakan hak asasi manusia di Indonesia,” ujar Anis dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, revisi ini memang memiliki beberapa kemajuan normatif, seperti pengakuan terhadap pembela HAM. Namun di sisi lain, banyak pasal yang justru menggerus kewenangan Komnas HAM.
“Kalau di undang-undang lama Komnas HAM memiliki kewenangan untuk melakukan pendidikan HAM, pengkajian, pemantauan, dan mediasi, di undang-undang baru kewenangan itu tinggal satu pun tidak utuh. Komnas HAM tidak lagi menerima pengaduan, tidak lagi melakukan pemantauan kasus kecuali oleh Kementerian HAM,” tegasnya.

Kementerian HAM Ikut Terlibat Sebagai “Pemain dan Wasit”
Anis menilai substansi dari revisi UU HAM cukup berbahaya karena Kementerian HAM sebagai bagian dari pemerintah berpotensi menjadi “pemain sekaligus wasit” dalam penegakan HAM.
“Pemerintah itu sebagai pemangku kewajiban, sering kali justru menjadi pihak terlapor dalam pelanggaran HAM. Jadi ketika dia sekaligus menjadi pihak yang menangani pelanggaran HAM, ini akan berbahaya dan tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat korban,” katanya.
Lebih lanjut, Anis menyoroti aspek independensi Komnas HAM yang menurutnya terancam karena dalam revisi UU HAM, mengatur terkait panitia seleksi anggota Komnas HAM yang ditetapkan oleh Presiden.
“Selama ini pansel ditetapkan oleh Komnas HAM sendiri. Kalau nanti Presiden yang menetapkan, maka independensi sejak proses seleksi sudah terancam. Artinya, Paris Principles yang mengatur independensi lembaga HAM dilanggar. Dampaknya, masyarakat akan kehilangan mekanisme untuk menegakkan HAM,” ujarnya.
Kewenangan Komnas HAM Dipenggal
Komnas HAM mencatat ada sekitar 21 pasal yang dianggap bakal memenggal kewenangan baik dari sisi norma maupun kelembagaan, antara lain Pasal 1, Pasal 10, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 83– 85, Pasal 87, Pasal 100, Pasal 102–104, Pasal 109, dan Pasal 127.
Komnas HAM mencontohkan dalam UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki 4 (empat) tugas dan kewenangan utama sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (7), Pasal 75, dan Pasal 89 ayat (1–4): yakni pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi.
Namun dalam rancangan terbaru, sebagaimana diatur pada Pasal 109, Komnas HAM tidak lagi berwenang menerima dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM, melakukan mediasi, melakukan pendidikan dan penyuluhan HAM, serta pengkajian HAM, kecuali dalam hal regulasi dan instrumen internasional.

Proses Penyusunan Draf Revisi UU HAM Tidak Transparan
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai proses penyusunan revisi UU HAM ini tidak transparan dan minim partisipasi publik.
“Revisi undang-undang HAM ini terjadi sejak menjelang masa akhir pemerintahan Pak Jokowi. Dialognya nggak terjadi secara maksimal, nggak transparan, nggak jujur. Prosesnya mirip revisi undang-undang KPK, pemerintah berdalih menguatkan, tapi hasilnya justru melemahkan,” kata Isnur dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (3/11/2025).
Menurut Isnur, revisi ini menunjukkan adanya upaya sistematis pemerintah mengambil alih peran Komnas HAM dan menggeser prinsip independensi lembaga tersebut.
“Kementerian HAM ini seperti ingin menjadi Komnas HAM baru, ingin mengambil alih peran penerimaan pengaduan dan pemantauan. Ini nggak sesuai dengan standar internasional. Kalau pemerintah yang jadi pengaduan, itu seperti jeruk makan jeruk,” ujarnya.
Isnur mengingatkan agar publik tetap waspada terhadap proses legislasi yang tidak transparan ini.
“Kita harus hati-hati dalam situasi seperti ini. Banyak revisi undang-undang sebelumnya justru melemahkan lembaga-lembaga HAM. Pemerintah sekarang cenderung otoritarian, DPR pun kompromistik. Jangan sampai kita kabur dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya,” ujar Isnur.

Komnas HAM Mesti Bebas Intervensi Politik
Isnur juga mengingatkan bahwa lembaga HAM harus independen agar bisa mengevaluasi pemerintah tanpa intervensi politik.
“Bagaimana bisa Kementerian HAM mengevaluasi Kementerian Pertahanan, Kapolri, atau bahkan Presiden? Nggak bisa. Karena dia di bawah struktur pemerintahan. Kalau begitu, independensi hilang,” katanya.
YLBHI menilai revisi ini tidak hanya melemahkan Komnas HAM, tetapi juga mengancam sistem demokrasi dan pengawasan HAM di Indonesia.
Ia menegaskan, pengawasan publik dan partisipasi masyarakat sipil menjadi kunci untuk memastikan RUU HAM tidak berubah menjadi alat pelemahan lembaga independen.
“Undang-undang HAM itu payung bagi seluruh undang-undang. Jangan sampai justru mengerdilkan peran HAM dalam kenegaraan kita dengan menempatkannya hanya sebagai urusan satu kementerian,” tegasnya.
Menteri Pigai Berkukuh Revisi UU HAM Menguatkan Komnas HAM
Merespons kritikan yang masuk, Menteri HAM Natalius Pigai meminta ketua Komnas HAM untuk membaca draf revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 secara utuh, teliti, dan benar sebelum mengeluarkan komentar.
“Saya mantan komisioner Komnas HAM, maka saya tahu sehingga saya kasih kewenangan yang tidak pernah ada di komisi-komisinya komisi HAM di dunia,” tulis Pigai dalam Akun Resmi “X” miliknya @NataliusPigai2
Pigai mengeklaim kewenangan yang diberikan kepada Komnas HAM diperluas selain kewenangan yang sifatnya mengikat (binding).
“Pelayanan, pemantauan, penyelidikan, penyidikan, pemanggilan paksa, penuntutan, dan pertimbangan di pengadilan. Apa itu kurang? Yang penting integritas moral dan mentalnya yang harus baik dan siap,” tambahnya.
Pigai mengatakan kementeriannya tengah menyorongkan draf revisi UU HAM 39/1999 ke DPR untuk masuk dalam prolegnas, dan dibahas pada tahun sidang 2026 mendatang.

Kementerian HAM Terima Kritik Komnas HAM
Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) memastikan untuk mengakomodasi setiap masukan terkait revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, termasuk kritikan dari Komisi Nasional (Komnas) HAM.
“Statement (pernyataan) yang disampaikan oleh Ketua Komnas HAM itu menjadi bagian dari masukan yang kita harapkan lebih komprehensif lagi, yang nanti dibahas bersama oleh tim penyusun yang memang para pakar di bidang HAM,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian HAM Novita Ilmaris di Jakarta, Jumat (30/10/2025) dikutip dari ANTARA.
Ia mengatakan rancangan Undang-Undang HAM versi pemerintah masih dalam pembahasan. Substansi pasal dalam draf tersebut masih dimungkinkan untuk berubah seiring dengan diskusi yang terus dilakukan dengan berbagai pemangku kepentingan.
Senin (27/10), Kementerian HAM telah menggelar rapat koordinasi dengan mengundang kementerian/lembaga, termasuk lembaga nasional HAM.
“Apakah draf yang sudah kita bahas di dalam PAK pertama itu akan tidak ada perubahan? Kita jamin itu masih bergerak untuk memenuhi semua pendapat yang mengarah kepada penguatan,” ucapnya.
Menurut Novita, masukan dari lembaga nasional HAM nantinya dibawa kembali ke dalam rapat pembahasan untuk digodok bersama agar terwujud formula revisi Undang-Undang HAM yang komprehensif.
“Pembahasannya pun sudah menerapkan prinsip meaningful participation (partisipasi yang bermakna) dan ini belum selesai,” kata dia.
Desakan Komnas HAM
Komnas HAM mendesak Pemerintah agar substansi Rancangan Revisi UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya terkait kelembagaan dan fungsi Komnas HAM untuk tidak memperlemah, tetapi untuk memperkuat sebagai upaya mengoptimalkan sistem perlindungan HAM di Indonesia.
Anis menegaskan bahwa bahaya terbesar RUU ini terletak pada adanya konflik kepentingan karena pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewajiban menghormati dan melindungi HAM juga akan menjadi pihak yang menyelesaikan pelanggaran HAM.
“Bahaya pertama adalah pemerintah menjadi pelaksana sekaligus penilai pelanggaran HAM. Bahaya kedua, masyarakat akan kehilangan mekanisme untuk mencari keadilan. Dan yang ketiga, akan ada kemunduran besar dalam sistem penegakan HAM di Indonesia,” kata Anis.

Ia menekankan bahwa revisi undang-undang seharusnya diarahkan untuk memperkuat norma-norma HAM, bukan sebaliknya.
“Sudah 26 tahun undang-undang ini berdiri, memang sudah waktunya direvisi. Tapi revisinya harus menjawab kebutuhan, memperkuat kewenangan lembaga independen seperti Komnas HAM dan memperluas norma HAM sesuai perkembangan global,” ujar Anis.
Komnas HAM disebut telah melakukan pengkajian dan menyusun naskah akademik serta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang menekankan pentingnya penguatan norma HAM, pemenuhan HAM oleh Pemerintah, pengaturan tentang pembela HAM, perlindungan kelompok rentan (perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan lansia), serta penguatan peran Komnas HAM dalam sistem perlindungan HAM di Indonesia agar semakin efektif.
Buka Ruang Dialog dalam Revisi UU HAM
Komnas HAM menyerukan agar pemerintah membuka ruang dialog luas dengan masyarakat sipil, akademisi, dan kelompok korban sebelum melanjutkan pembahasan revisi UU HAM.
“Kami mengajak semua masyarakat terlibat dalam proses pembahasan ini. Karena ini bukan soal Komnas HAM atau Kementerian HAM saja, tapi soal komitmen negara memastikan tanggung jawabnya terhadap penegakan HAM,” jelas Anis.
Menurut Anis, demokrasi suatu bangsa itu makin menguat atau tidak salah satunya ditentukan oleh bagaimana penegakan HAM berjalan.
“Kalau mekanismenya diambil pemerintah, demokrasi kita mundur,” pungkasnya.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
- Darurat Penyiksaan, Negara Gagal Memberikan Penghormatan terhadap HAM
- Purbaya Hendak Berantas Impor Pakaian Bekas Ilegal Demi Industri Lokal, Thrifting Bakal Lenyap?




