Pakar menilai putusan Mahkamah Konstitusi itu berlaku erga omnes, jadi artinya dia berlaku untuk semua
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi, terutama di 17 kementerian/lembaga memicu polemik.
Aturan tersebut dianggap bertentangan konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 114/2025, lantaran secara hierarki suatu Perpol berada di level paling bawah.
“Level Peraturan Polri ini di bawah sekali, sehingga dia tidak boleh melanggar semua aturan main diatasnya, apalagi undang-undang dasar,” ujar Pakar Hukum Tata Negara dari STHI Jentera Bivitri Susanti dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (15/12/2025).
Ia menekankan bahwa putusan MK pada 14 November 2025 lalu menegaskan anggota Polri yang menduduki jabatan di luar kepolisian atau sipil, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari kedinasan kepolisian.bersifat mengikat umum.
“Putusan Mahkamah Konstitusi itu berlaku erga omnes ya, jadi artinya dia berlaku untuk semua,” lanjutnya.
Menurut Bivitri, frasa sangkut paut yang digunakan MK harus ditafsirkan ketat berdasarkan undang-undang, bukan ditentukan sepihak oleh Polri.
“Kalau mau ada penugasan, harus yang istilahnya mereka itu tugas-tugas yang ada sangkut pautnya. Jadi tidak di dalam level peraturan Polri,” ujar salah satu Bintang Dirty Vote 2 tersebut.

Langkah Mundur Reformasi Polri
Bivitri bahkan menyebut Perpol ini sebagai langkah mundur reformasi. Ia bahkan khawatir potensi konflik kepentingan dan loyalitas ganda anggota Polri yang menduduki jabatan sipil.
“Ini kan sifatnya komando masih kalau di kepolisian jangan-jangan nanti jadinya penyidik yang levelnya di bawah tidak akan mampu untuk menyidik seorang jenderal misalnya begitu itu contoh aja ya,” tuturnya.
Bivitri menilai beban perlawanan terhadap kebijakan bermasalah ini kembali jatuh ke warga negara.
“ini menandakan ada semacam ketidakpatuhan dan pembangkangan konstitusional yang terus-menerus harus ditolerir oleh warga negara Indonesia,” terangnya.
Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Tegaskan Perpol Bertentangan dengan Putuan MK
Anggota Komisi Percepatan Refromasi Polri, Mahfud MD mengatakan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Peraturan Kepolisian Negara (Perpol) RI Nomor 10 Tahun 2025 mengatur tentang pelaksanaan tugas anggota Polri di luar struktur organisasi Polri, terutama di 17 kementerian/lembaga.
“Perpol Nomor 10 Tahun 2025 itu bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 (tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, red.) yang menurut putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, anggota Polri jika akan masuk ke institusi sipil, maka harus minta pensiun atau berhenti dari Polri. Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri,” ujar Mahfud saat dihubungi dari Jakarta dikutip dari ANTARA.

Selain itu, Mahfud yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara mengatakan Perpol tersebut bertentangan dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengatur jabatan ASN dapat diisi oleh anggota TNI maupun Polri sesuai dengan UU TNI ataupun UU Polri.
“UU TNI memang menyebut 14 jabatan sipil yang bisa ditempati anggota TNI, sedangkan UU Polri sama sekali tak menyebut adanya jabatan sipil yang bisa ditempati oleh anggota Polri, kecuali mengundurkan diri atau minta pensiun dari dinas Polri,” kata Eks Ketua MK tersebut.
Kemudian Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tersebut menyatakan hal itu menjadi salah bila Polri memandang sudah menjadi sipil, sehingga dapat masuk ke institusi sipil mana pun.
Polri Mengangkangi Putusan MK
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (Koalisi RFP), Aulia Rizal menilai Perpol 10/2025 justru secara terang-terangan mengangkangi putusan MK.
“Mahkamah Konstitusi sudah memberikan tafsir, sudah menegaskan baik di dalam amar maupun dalam pertimbangannya, bahwa jabatan Polri yang di luar kepolisian itu itu sudah ekspresif verbis ya, sudah tegas, sudah lugas,” ujar Aulia dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (15/12/2025).
Sementara bagi masyarakat sipil, polemik Perpol 10/2025 memperlihatkan ketidakpatuhan konstitusional aparat penegak hukum.
“Bagaimana institusi penegak hukum justru lagi mengajari rakyat untuk membangkang terhadap hukum bahkan konstitusional yang paling substansial,” terangnya.
Aulia mengingatkan bahwa Polri berbasis rantai komando, sehingga penempatan di luar institusi berpotensi merusak independensi lembaga lain.

Berlawanan dengan Semangat Pembatasan Polri
Aulia menambahkan, penerbitan Perpol ini membuka tafsir luas yang bertentangan dengan semangat pembatasan fungsi Polri.
Ia juga menyoroti ketimpangan serius ketika Polri dapat masuk ke jabatan birokrasi sipil, sementara ASN atau kementerian tidak memiliki akses timbal balik ke institusi kepolisian.
“Dalam konteks ini cuma kepolisian saja yang bisa memasuki ruang-ruang kementerian dan lembaga, sehingga kita melihat disini ada kepolisian justru menciptakan situasi disparitas dan ketidakpastian hukum baru,” ungkapnya.
Apa Kata Kapolri?
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan tidak mempersoalkan pendapat sejumlah ahli yang menyebut Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan putusan MK.
"Biar saja (mereka, red.) yang bicara begitu, tetapi yang jelas, langkah yang dilakukan oleh kepolisian sudah dikonsultasikan baik dengan kementerian terkait baik dengan stakeholder terkait, baik dengan lembaga terkait sehingga baru di sinilah perpol tersebut (diterbitkan, red.)," kata Listyo Sigit di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025) dikutip dari ANTARA.
Kapolri turut merespons pertanyaan mengenai penugasan sejumlah perwira Polri yang saat ini telah bertugas di lingkungan di luar struktur Polri selepas ada putusan MK.
Menurutnya, putusan MK itu tidak berlaku surut sehingga para perwira yang saat ini bertugas di luar struktur kepolisian tetap dapat melanjutkan penugasannya.
"Terhadap yang sudah berproses, tentunya ini kan tidak berlaku surut. Menteri Hukum kan sudah menyampaikan demikian," ujar Listyo.

Perpol 10/2025 Bakal Masuk Materi Draf Revisi UU Polri
Pada kesempatan sama, Kapolri menjelaskan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 diterbitkan setelah ada konsultasi terhadap sejumlah kementerian/lembaga. Peraturan itu juga diterbitkan dalam rangka menghormati dan menindaklanjuti putusan MK.
Ia mengungkap rencananya menjadikan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 sebagai salah satu materi penyusunan draf revisi Undang-Undang Polri.
"Yang jelas, Perpol ini tentunya nanti akan ditingkatkan menjadi PP (peraturan pemerintah, red.) dan kemudian kemungkinan akan dimasukkan di revisi UU (Polri, red.)," kata Jenderal Bintang Empat tersebut.
Kompolnas Dukung Perpol 10/2025, Alasannya?
Dari sisi pengawasan, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan Perpol tersebut merupakan kebijakan internal Polri yang secara formal berada dalam kewenangan Kapolri.
Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim mengatakan Perpol 10/2025 diterbitkan sebagai aturan pengganti Perkap sebelumnya yang dinilai tidak lagi relevan pasca putusan MK 114/2025.
“Dalam pantauan kompolnas Perkap nomor 10 tahun 2025 ini merupakan Perkap pengganti Perkap nomor 4 tahun 2017 dan Perkap nomor 12 tahun 2018 yang dalam rumusan norma-norma dan pengaturannya itu itu sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum terutama pada pasca putusan MK 114,” ujar Yusuf dalam siaran Ruang Publik KBR, Senin (15/12/2025).

Menurut Yusuf, salah satu hal baru dalam Perpol ini adalah pengaturan penugasan anggota Polri di luar struktur Polri, yang menurutnya masih memiliki dasar hukum.
“Apakah Perkap ini punya landasan? Dalam pantauan kita ya landasannya sebagaimana yang dijelaskan oleh pihak Polri Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 itu sendiri pasal 28 ayat 3,” terangnya.
Meski begitu, lebih lanjut, Yusuf membuka peluang evaluasi lebih lanjut terhadap 17 kementerian/lembaga yang disebut dalam Perpol.
“Barangkali yang akan kita lakukan kajian lebih lanjut,” ungkapnya.
Daftar 17 Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi Anggota Polri Aktif
Pada 9 Desember 2025, Kapolri Listyo Sigit Prabowo meneken Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Kemudian Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum Dhahana Putra mengundangkan Perpol tersebut pada 10 Desember 2025.
Perpol tersebut mengatur anggota Polri dapat melaksanakan tugas di luar kepolisian, yakni di 17 kementerian/lembaga.
Di antaranya adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Selanjutnya, Lembaga Ketahanan Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber Sandi Negara, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Putusan MK Soal Polisi Aktif Dilarang Menduduki Jabatan di Luar Kepolisian
Sebelumnya, pada 14 November 2025, MK melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menegaskan anggota Polri yang menduduki jabatan di luar kepolisian atau sipil, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dari kedinasan kepolisian.
MK melalui putusan tersebut menghapus ketentuan yang selama ini menjadi celah bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepas status keanggotaannya terlebih dahulu. Ketentuan tersebut tercantum dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."
Selain itu, MK memandang frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bersifat rancu dan menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga tidak sesuai dengan amanat Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik Edisi Khusus KBR Media
Baca juga:
- Urgensi Pemulihan Sektor Pendidikan Pascabencana Sumatra
- Tepatkah Sikap Pemerintah Tolak Bantuan Internasional Tangani Bencana Sumatra?





