Terkait kenaikan upah, Pakar menilai tuntutan buruh masih sesuai dengan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Berapa angkanya?
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan konsep pengupahan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 bakal disusun ulang.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2023 secara menyeluruh yang mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dalam penetapan upah.
"Di situ ada amanat terkait dengan, misalnya bagaimana upah itu mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL). Sehingga kita membentuk tim untuk merumuskan, dan menghitung, mengestimasi kira-kira kebutuhan hidup layak itu berapa," ucapnya dalam konferensi pers, Kamis 20 November 2025 dikutip dari ANTARA.
Meski begitu, Yassierli bilang, dampak dari perombakan skema upah memunculkan dampak mundurnya pengumuman UMP yang semestinya diputuskan 21 November sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 36/2021.

Kalangan Buruh Minta Kenaikan UMP yang Layak
Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) meminta perlunya standarisasi upah layak nasional melalui dialog tripartite antara kelompok buruh, pengusaha, dan pemerintah.
“Pemerintah harus duduk bersama, ada dari serikat buruh, ada dari pengusaha, ada dari pengamat dari akademisi untuk membicarakan standarisasi upah layak nasional. Supaya tidak ada terjadi ketimpangan diskriminasi,” ujar Koordinator Dewan Buruh KASBI, Nining Elitos dalam Diskusi Ruang Publik KBR, Kamis (20/11/2025).
Menurutnya, buruh saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar meskipun bekerja penuh waktu. Sebab, ada realita harga barang-barang primer yang mahal sehingga sulit untuk dijangkau kelompok buruh.
“Untuk kebutuhan pangan, sandang, dan papannya saja Itu buruh harus berutang. Gajian tanggal 30, tanggal 5 (bulan depan, red) pasti sudah koma atau paling lama seminggu,” ungkap Nining.
Ia turut menyoroti transparansi perusahaan dan lemahnya penegakan hukum terkait upah layak kepada buruh atau karyawan.
“Bahkan mayoritas itu tidak terkomunikasikan ketika ada problem-problem misalkan seperti COVID, menjelang kenaikan yang menjadi korban utama adalah para buruh, yang kemudian dengan dalih berbagai macam,” terangnya.

Usul Kenaikan Upah dari KSPI
Kalangan kelompok buruh lainnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memberikan sejumlah usulan angka kenaikan UMP 2026.
“Angka kompromi pertama adalah 6,5 persen. Ikuti keputusan Presiden Prabowo tahun lalu, (karena) angka makro ekonominya, inflasi, dan pertumbuhan, kira-kira tidak terlalu jauh bedanya,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers, Selasa (18/11/2025) dikutip dari ANTARA.
“Jadi kalau daya beli naik, konsumsi naik, pertumbuhan ekonomi pasti naik,” tambahnya.
Lebih lanjut, kedua opsi lainnya adalah kenaikan UMP di angka 7,77 persen dan 8,5-10,5 persen, yang ia nilai sesuai dengan perhitungan indeks tertentu sebesar 1-1,5.
“Kompromi yang kedua yang ditawarkan adalah 7,77 persen, dan step ketiga, angka kompromi tertingginya 8,5 persen sampai dengan 10,5 persen, karena indeks tertentunya kami menggunakan 1,0 sampai 1,5,” kata Said.
Kenaikan Upah Mesti Pertimbangkan Kemampuan Perusahaan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) DKI Jakarta meminta pemerintah untuk memperhatikan kondisi ekonomi dan kemampuan perusahaan sebagai pertimbangan utama dalam menetapkan kenaikan upah.
“Bagaimana kondisi usaha saat ini, banyak turbulensi yang ada di perusahaan sekarang ini, berapa angka pengangguran, berapa angka PHK, itu yang mesti kita pertimbangkan,” ujar Wakil Ketua Apindo DKI Jakarta, Nurjaman dalam Diskusi Ruang Publik KBR, Kamis (20/11/2025).
Menurutnya, kenaikan upah yang terlalu tinggi dan tidak masuk akal, berpotensi meningkatkan biaya produksi, menaikkan harga jual, menurunkan daya beli, hingga berujung pada PHK.
“Yang kami khawatirkan adalah efisiensi di bidang sumber daya manusia. Terjadilah PHK di mana-mana ini yang kita sangat menghindari,” lanjutnya.
Nurjaman turut menyoroti skala upah yang seharusnya memperhitungkan masa kerja dan kemampuan perusahaan.
“Upah tuh ada upah minimum, ada skala upah juga, ada upah sektoral. Upah minimum itu adalah safety net," ujarnya.
Selain itu, ia mengusulkan agar penetapan upah minimum dilakukan dua tahun sekali.
“Karena (setahun, red) itu terlalu dekat jaraknya,” terangnya.

Menaker Akui Disparitas Upah Terjadi di Daerah
Menaker Yassierli mengungkapkan bahwa pemerintah menyadari masih terdapat disparitas upah minimum antarwilayah, baik antarkota, kabupaten, maupun provinsi. Itu sebab, ke depan aturan rumusan pengupahan akan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
"Jadi kalau ada berita naiknya sekian, itu berarti kita tidak ke sana. Tapi juga seperti apa, mohon maaf, ini juga masih dalam proses menyusun," terangnya.
Menaker bilang, daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih tinggi berpeluang menetapkan kenaikan upah yang juga lebih tinggi dibandingkan daerah lain
Pemerintah, lanjutnya, ingin memastikan seluruh proses penyusunan kebijakan terselesaikan dengan baik, termasuk penetapan kebutuhan hidup layak, pemberian kewenangan kepada Dewan Pengupahan, serta penanganan persoalan disparitas UMP
Ia menekankan bahwa dokumen tersebut masih berupa draf dan bukan keputusan final.

Perluasan Variable UMP 2026
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan dalam penetapan UMP tahun depan, variabel penghitungan yang digunakan tetap sama, namun variabel alfa diperluas.
"Variabel-variabel dalam rumus sama, hanya saja sekali lagi kata MK alfa-nya yang harus ada adjustment sedikit. Apa adjustment-nya? Yaitu pemerintah harus mempertimbangkan kehidupan layak (KHL)," katanya.
Berkaca dari Rumusan UMP 2025
Pada akhir November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025.
"Kita ambil keputusan untuk menaikkan rata-rata upah minimum nasional pada tahun 2025 sebesar 6,5 persen," kata Presiden dalam pengumumannya di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Presiden mengatakan kenaikan ini sedikit lebih tinggi dari usulan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, yang sebelumnya merekomendasikan kenaikan sebesar 6 persen. Keputusan itu diambil setelah rapat terbatas yang membahas upah minimum sebagai jaring pengaman sosial bagi pekerja, terutama yang bekerja kurang dari 12 bulan.
Presiden menekankan bahwa penetapan ini bertujuan meningkatkan daya beli pekerja sambil tetap menjaga daya saing usaha.
Sementara itu, untuk upah minimum sektoral, akan ditentukan oleh Dewan Pengupahan di tingkat Provinsi, Kota, dan Kabupaten.
Pengusaha Tak Patuh Regulasi UMK/UMP
Koordinator Dewan Buruh KASBI, Nining Elitos mengatakan banyak perusahaan, khususnya sektor padat karya, membayar buruh di bawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
“Kemudian boleh cek ya, di kawasan Cakung (Jakarta Timu) masih banyak praktik di sektor padat karya buruhnya masih dibayar di bawah UMK, jam kerja yang panjang. Mereka bertahun-tahun bahkan masih menerima upah UMK,” ungkap Nining.
Ia juga menolak pandangan bahwa upah tinggi menyebabkan PHK. Menurutnya, secara logika ketika tingkat pendapatan buruh tinggi, maka akan daya belinya juga akan semakin tinggi.
“Ini bagaimana mungkin peningkatan daya beli, kalau upahnya semakin rendah,” tegasnya.
Ia juga menilai implementasi skala upah dan upah sektoral yang disinggung pengusaha tidak berjalan di lapangan.
“Banyak perusahaan-perusahaan, baik di sektor padat karya, bahkan di sektor-sektor lain yang masa kerjanya puluhan tahun masih perbedaannya Rp50.000-Rp20.000 sekian tahun,” ungkapnya.

Konsep Upah Minimun Selama Ini Keliru
Pakar Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjuddin Noer Effendi menegaskan bahwa perdebatan UMP selama ini keliru secara konsep.
“Upah minimum bekerja itu hanya berlaku bagi mereka yang bekerja kurang dari 1 tahun. Itu harus dicatat,” ujar Tadjuddin dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (20/11/2025).
Tadjuddin mengkritisi bahwa implementasi di lapangan tidak mencerminkan aturan tersebut. Menurutnya, persoalan terbesar yang tidak pernah disentuh adalah skala upah berdasarkan masa kerja, pendidikan, dan keahlian.
“Setelah saya datang ‘Gak ada Pak, yang baru yang 1 tahun dengan yang lama sama saja upah minimum semua’. Skala upah sekarang itu tidak pernah dibicarakan. Saya tidak pernah mendengar bagaimana skala upah itu disusun,” terangnya.
Tadjuddin menyebut sistem pengupahan nasional berbasis jabatan dan penyesuaian inflasi jauh lebih ideal daripada perdebatan tahunan yang terus berulang.
Pakar Ungkap Kenaikan Ideal UMP 2026. Berapa?
Terkait kenaikan upah, Tadjuddin menilai tuntutan buruh sebesar 6-6,5 persen masih sesuai dengan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Inflasi kita 2,8%, pertumbuhan ekonomi 5,04%. Kalau pakai rumus itu naiknya kira-kira 5,12% tidak bisa sampai 6%,” jelasnya.
Tadjuddin turut menyoroti disparitas upah lintas daerah dan gender yang dianggap memperburuk ketimpangan.
“Di Jakarta 5 juta, di Jawa Tengah 2,5 juta. Itu menyebabkan perusahaan dari Jawa Barat lari ke Jawa Tengah. Perempuan itu biasanya digaji dengan pertimbangan pekerja lajang itu yang menyebabkan disparitas,” ujar Tadjuddin.

Berapa Rerata UMP dari 2020-2025?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rincian data UMP rata-rata dari 2020 hingga 2025:
1. Rata-Rata UMP Tahun 2020
Rata-rata UMP 2020 mengalami kenaikan menjadi Rp2.672.371,36. Meskipun terjadi peningkatan, tahun ini diwarnai tantangan ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang memengaruhi sektor usaha dan daya beli masyarakat.
2. Rata-Rata UMP Tahun 2021
Pada 2021, rata-rata UMP kembali meningkat, meskipun dengan persentase kenaikan yang kecil, menjadi Rp 2.687.723,69. Kenaikan ini ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak pandemi yang masih berlangsung.
3. Rata-Rata UMP Tahun 2022
Tahun 2022 mencatat rata-rata UMP sebesar Rp 2.729.436,16, yang dihitung berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Peraturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
4. Rata-Rata UMP Tahun 2023
Pada 2023, rata-rata UMP naik signifikan menjadi Rp 2.923.309,40, dengan rata-rata kenaikan mencapai 7,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penghitungan UMP tahun ini didasarkan pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.
5. Rata-Rata UMP Tahun 2024
Nilai rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) di Indonesia pada periode 2020- 2024 terus mengalami kenaikan. Pada 2024 nilai rata-rata UMP mencapai Rp 3.113.359,85 di mana terdapat 38 provinsi yang telah menetapkan UMP.
6. Rata-Rata UMP Tahun 2025
Dengan kenaikan 6,5 persen, maka nilai rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) di Indonesia menjadi Rp3.315.727 atau naik sekitar Rp202.368.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik Edisi Khusus KBR Media
Baca juga:
- Suara Musisi Soal Kasus Delpedro Cs: Mengulang Memori Kelam 1998
- Bara Perjuangan Delpedro Cs Tak Pernah Padam





