Pelukis Yos Suprapto kecewa karena gagal menggelar pameran lukisan di Galeri Nasional Jakarta. Pameran batal digelar beberapa menit sebelum pembukaan.
Penulis: Ardhi Ridwansyah
Editor: Agus Luqman

KBR, Jakarta - Pelukis asal Yogyakarta, Yos Suprapto kecewa karena gagal menggelar pameran lukisan di Galeri Nasional Jakarta.
Pameran tunggal yang semestinya diadakan 19 Desember lalu itu batal digelar beberapa menit sebelum pembukaan. Kurator museum keberatan memajang beberapa lukisan Yos.
Yos Suprapto menyebut hal itu sebagai tindakan pembredelan. Ia mengatakan beberapa lukisan karyanya dituding tidak relevan dengan tema pameran. Padahal, kata dia, lukisan tidak bisa diartikan sebagai bahasa politik.
“Itu hanya simbol kesenian yang harus dipahami dengan bahasa kesenian, tidak bisa kesenian dimaknai dengan bahasa politik. Kalau tidak memiliki tendensi kekuasaan yang sangat distortif, untuk sekali lagi memanipulasi hati dan pikiran rakyat yang sebetulnya ingin merdeka,” kata Yos dalam konferensi pers, Sabtu (21/12/2024).
Semula pameran lukisan bertema kedaulatan pangan itu bakal berlangsung 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025. Tapi, pihak Galeri Nasional membatalkan acara itu karena.
Menurut Yos, Suwarno Wisetrotomo selaku kurator meminta lima lukisan tidak diperlihatkan ke publik. Diantaranya lukisan berjudul Konoha 1 dan Konoha 2. Lalu ada lukisan menggambarkan petani menyuapi makan ke mulut orang kaya atau pejabat kaya. Ada juga lukisan lain yang dianggap vulgar. Yos menolak menurunkan lima lukisannya itu dari dinding museum.
“Orang kan enggak melihat bahwa simbol-simbol orang telanjang itu adalah simbol kejujuran yang terbuka oleh umum lahir telanjang, mati telanjang itu simbol kesenian itu tidak dicermati. Jadi jangan melihat kesenian dari kacamata politik praktis, enggak akan ketemu,” tuturnya.
Di lain pihak, Ketua Tim Museum Galeri Nasional Indonesia, Zamrud Setya Negara membantah anggapan ada pembredelan pameran lukisan Yos Suprapto.
“Kami menawarkan menunda, menunda itu bukan pembredelan, bukan pemberangusan atau pelarangan. Menunda pembukaan pameran, pameran tetap dilaksanakan. Menunda dengan syarat, silakan dibenahi dulu komunikasi dengan kurator diperbaharui karena karena dari awal konsepnya seperti itu,” ujar Zamrud di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Baca juga:
- LBH Jakarta Sebut Penundaan Pameran Lukisan Yos Suprapto Langgar HAM!
- Pameran Lukisannya Ditunda, Yos Suprapto: Pembungkaman Kebebasan Berekspresi
Bantahan juga disampaikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Ia mengklaim pemerintah tidak ingin mengekang ekspresi kebebasan.
“Saya kira kita mendukung kebebasan berekspresi tapi tentu kebebasan berekspresi jangan sampai melampaui batas kebebasan orang lain. Ini yang saya kira tidak ada bredel, tidak ada, itu kurator yang menentukan,” ujar Fadli di Jakarta, Sabtu (21/12/2024).

Petugas mengangkut lukisan karya Yos Suprapto yang batal dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (23/12/2024). (Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja)
Kebebasan ekspresi
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara yang juga bekas Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyebut batalnya pameran lukisan itu sebagai bentuk kelalaian negara menjamin kebebasan masyarakat sesuai undang-undang.
"Satu kebebasan aspirasi masyarakat itu harus dilindungi oleh semua institusi-institusi pemerintah, untuk beraspirasi dan berekspresi. Kedua, yang buat ekspresi juga harus tau batas-batas mana yang boleh dilanggar, boleh diekspresikan,” kata Mahfud di Jakarta, Minggu (22/12/2024).
Mahfud MD menyayangkan tindakan pelarangan pameran tunggal pelukis Yos Suprapto. Padahal, lukisan adalah bentuk ekspresi seni yang mencerminkan kebebasan berpikir dan berkreasi setiap seniman sebagai warga negara.
Sementara itu, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum LBH Jakarta Alif Fauzi meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengusut kasus itu. Menurut Alif, pelarangan sekaligus pembatalan pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional itu merupakan pembungkaman yang masuk pelanggaran HAM.
“Bahwa, permintaan untuk menurunkan lima karya seni rupa dan penundaan pameran tunggal yang dialami oleh Yos Suprapto, merupakan bentuk represi ekspresi seni dalam menikmati hak dalam kebebasan berekspresi sebagai individu dan warga negara. Yang sejatinya berpendapat dan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap orang,” ujar Alif dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu, (22/12/20224).
Pengacara Publik LBH Jakarta, Alif Fauzi menambahkan, berdasarkan hukum HAM internasional, karya seni Yos Suprapto merupakan kebebasan ekspresi yang sah dan bukanlah ekspresi yang dapat dibatasi. Kebebasan itu dijamin melalui konstitusi maupun undang-undang.